Mohon tunggu...
Ismuziani ita
Ismuziani ita Mohon Tunggu... Perawat - Mental Health Nurse

Selalu bersyukur pada Allah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kisah Nyata: Sang "Pelakor" yang Meracuni

5 Desember 2020   15:24 Diperbarui: 5 Desember 2020   15:26 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: @postersunnahummat 

Ada berbagai racun dalam kehidupan, dalam sebuah hubunganpun tak jarang ada yang meracuni, karena terkadang seseorang tak merasa sedang diracuni, jadinya malah kita terbuai dalam toxic relationship. Ada banyak toxic yang nikmat di awal dan mensengsarakan kita pada akhirnya nanti. Salah satu toxic itu ku sebut sang " PELAKOR"

Sebut saja namaku Ima, aku gadis ber umur 17 Tahun, saat ini aku masih berseragam putih abu-abu ( hanya istilah, kenyataannya seragamku tak berwarna putih abu-abu ), aku sedang menempuh pendidikan, masih kelas XII ( kelas tiga SMK ). Apa remaja putri sepertiku pantas berbicara PELAKOR ? Pantas atau tidak sang Pelakor telah menjadi racun dalam keluargaku. 

Pelakor itu meracuni pikiran Papaku sejak umurku masih 4 Tahun, tentu saja saat usia 4 Tahun, aku belum tahu apa itu Pelakor, Yang aku tahu Mamaku menangis berderai airmata, saat Papa sering telat pulang, dan ketika Papa pulang bentakan kerasnya menghentikan airmata Mama dengan segera. Sikap arogan Papa pada Mama terekam dalam memoriku, dan inipun menjadi racun dalam pikiranku, sifat keras Papa melekat dalam jiwaku. Aku senang bermain dengan Papa jika ada waktu senggangnya, Papa mengajakku bermain layangan, membawaku nonton balapan liar, mendadani aku seperti anak cowok, seingat aku saat gadis kecil yang lain memakai kerudung Ima kecil memakai topi dan bermain ala-ala permainan cowok.

Aku senang saat bermain dengan Papa, tapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama, suatu hari aku dan Papa pulang kerumah nenek ( Orang tuanya Papaku ), di rumah nenek aku dititipkan oleh Papa pada seorang wanita yang menyuruhku memanggilnya Bunda, tapi Bunda yang satu ini bukan adiknya Papa, Bunda dengan perutnya besar ( aku belum mengerti tentang perut wanita hamil ). Seiring berjalannya waktu aku baru mengerti dialah sang Pelakor, wanita yang memaksaku memanggilnya Bunda. Yang telah menjadi racun dalam keluargaku.

Papaku anak laki-laki tunggal dalam keluarga, Kakek dan Nenek tidak berani menasehatinya, saat Bunda ( sebut saja namanya Nana ) dibawa oleh Papa kerumah Nenek, dan memperkenalkan sebagai istri kedua Papaku. Sejak saat itu hubungan Mamaku pun dengan keluarga Papa tidak harmonis lagi, Mama jadi jarang bersilaturrahim kerumah Nenek semenjak Bunda Nana tinggal dirumah Nenek.

Bunda Nana tentu saja beda jauh dengan Mamaku, postur tubuhnya yang imut, pakaiannya yang seksi dan parasnya yang cantik menurut Papa, bagiku tidak penting cantik rupa jika akhlaknya tidak terpuji. Mamaku tidak langsing, selalu memakai pakaian muslimah dan berjilbab besar menutupi tubuhnya yang sedikit gemuk. Tapi Mama tak pernah bersikap kasar, Mama tak pernah memaki, Mama mau saja kembali rujuk dengan Papa, meskipun Papa telah mengkhianatinya. Mama sempat berpisah rumah dengan papa, mama sengaja pergi kerja keluar daerah dan menitipku pada nenek dan kakek (orang tua mama). Saat aku SMP aku baru mengetahui Mama mau kembali tinggal serumah dengan Papa, saat usiaku masih Balita, setelah papa mengancam Mama, Papaku  menjadikan aku sebagai alasannya. Jika Mama tidak mau menerima Papa lagi, Papa akan mengambil aku dari rumah orang tua mama dan membawaku pada Ibu Tiriku. Mama mengalah, mama kembali lagi ke Aceh dan tinggal lagi serumah dengan Papa. 

Mamaku seorang wanita yang penurut, Mama tak pernah bersikap kasar pada Papa, Mama masih saja memperlakukan Papa layaknya seorang Raja, meskipun sang raja telah punya permaisuri yang lain. Mama rela diPoligami dalam ketidak adilan Papa, Papa menelantarkan Mama, tak memberikan nafkah kepada Mama dan aku, meskipun sebelumnya alasan papa ingin kembali serumah dengan mama adalah demi aku. 

Bunda Nana sang peracun, masih tetap sebagai racun dalam kebahagian keluarga ku. Aku masih dendam padanya sampai saat ini. Meskipun kata Mama, semua orang akan memetik apa yang dia tanam. Sang Pelakor dan Papa juga tak bahagia hidupnya, Bunda Nana tipe hidup yang konsumtif, selalu ingin memiliki barang dan pakaian bagus, sementara secara financial pada akhir nya Papaku tidak sanggup lagi memberi yang istimewa, sehingga akhirnya mereka berdua menjadi bandar narkoba dan menjalani proses hukuman dibalik teralis besi. 

Mama mungkin telah memaafkan mereka, tapi tidak bagiku, pintu maaf itu belum terbuka, karena belum ada yang mencoba mengetuk pintu maaf di hatiku. 

Pesan terakhirku, jangan meracuni dan mencuri kebahagian oranga lain, karena "sesuatu" Yang dicuri tidak akan membawa berkah. 

***

Banda Aceh, 05 Desember 2020

Penulis, 

Ismuziani

* Ditulis sesuai curhat seorang remaja, terima kasih telah berbagi pengalaman mu, semoga bisa menjadi pelajaran untuk yang lain*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun