Akhir Perjuangan dan Warisan yang Ditinggalkan
Namun, perjuangan Sultan Thaha Saifuddin tidaklah mudah. Pada tanggal 27 April 1904, dalam pertempuran sengit melawan pasukan Belanda di Betung Berdarah, Sultan Thaha gugur. Ia meninggal dengan pedang masih tergenggam di tangannya, menunjukkan semangat juangnya yang tak pernah padam. Kematian Sultan Thaha menandai berakhirnya perjuangan gigihnya bersama rakyat Jambi dalam mempertahankan kedaulatan dan kekuasaan dari tangan penjajah.
Pengorbanan Sultan Thaha Saifuddin diakui secara resmi oleh negara Indonesia. Pada tanggal 24 Oktober 1977, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 079/TK/1977. Penghargaan ini bukan hanya sebagai pengakuan atas jasa-jasanya, tetapi juga sebagai simbol penghormatan terhadap semangat juang dan dedikasinya untuk rakyat Jambi.
Inspirasi untuk Generasi Penerus
Sultan Thaha Saifuddin adalah simbol perjuangan rakyat Jambi melawan penjajahan. Kisah hidup dan perjuangannya menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan. Warisan yang ditinggalkannya akan selalu dikenang sebagai bagian penting dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Dengan semangat dan dedikasinya, Sultan Thaha Saifuddin tetap hidup dalam ingatan dan hati rakyat Jambi dan seluruh bangsa Indonesia. Ia mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan dan kemerdekaan tidak akan pernah sia-sia, dan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam membangun masa depan yang lebih baik. Mari kita teruskan semangat perjuangan ini, menghargai jasa para pahlawan, dan berkomitmen untuk menjaga kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI