Mohon tunggu...
Risma Fajar Rahayu
Risma Fajar Rahayu Mohon Tunggu... Insinyur - do what u can do, write what u can write, imagine what u can imagine

Seseorang yang senang menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa yang Berbeda

24 Juli 2019   21:08 Diperbarui: 24 Juli 2019   21:22 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Udah bereskan kuliahnya Rein? Belum kerja?" Dan lagi lontaran pertanyaan yang sama entah ke puluh berapa kalinya.

"Haha iya belum rejeki sama waktunya, nanti juga indah pada waktunya." Tegasku dengan nada yang aga sedikit kesal.

"Iya Rein udah nikah aja nanti kamu ketuaan lagi, sekolah tinggi itu ngga ngejaminkan kamu cepet dapet kerjaan. Haha". Dengan tertawa dia berkata seperti itu.

"Ya gimana Allah aja yang sudah menakdirkan takdir ku akan seperti apa, karena urusan takdir bukan ditanganku apalagi tangan orang lain." Jawabku sambil melemparkan senyuman yang sebenarnya aku malas untuk tersenyum.

Setelah percakapan itu entah kenapa kedua mataku berontak dan tiba-tiba mengeluarkan air mata dengan sendirinya yang sontak membuat Bunda ku kaget.

"Rein kenapa?" Tanya Bundaku.

"Bun, kenapa omongan orang itu selalu sama dan dengan pertanyaan yang sama, terlebih membedakan sampai tingkat usia ataupun sekolah padahal Rein selama disini jarang keluar rumah, apalagi sampai mengganggu mereka." Jawabku dengan pipi yang masih basah karena tetesan air mata yang sebenarnya tidak ingin ditangisi.

"Rein, kamu tidak meminta apapun dari mereka, seperti makan, uang jajan, uang kuliah dulu ataupun biaya apapun apalagi tentang pernikahan sama sekali mereka tidak akan ikut andiil jadi kamu tidak usah hiraukan semua perkataan mereka. Anggap saja itu adalah motivasi terbesarmu untuk kamu melangkah terus maju, karena sukses itu butuh pengajaran, tantangan, rintangan yang berat. Jangan menjadikan mu malah semakin redup." Nasihat Bunda yang mungkin memang benar kalau faktanya kesuksesan itu butuh perjuangan yang berat.

Tertanamlah di dalam hati dan  pikiranku kalau memang kesuksesan itu adalah rasa sakit yang harus diperjuangkan bukan hanya sekedar kata-kata yang tidak dicoba untuk dibuktikan dengan perbuatan. Sesuai dengan buku yang di tulis oleh Dr. Sumardi, M.Sc yaitu Rahasia Menuju Sukses disebutkan bahwa manusia diibaratkan sedang mendaki gunung yang terdiri dari 3 kelompok. Ada sekelompok orang yang memandang gunung yang tinggi itu sangat menantang dan menggairahkan untuk didaki, kelompok itu disebut dengan pendaki atau "Climbers". Ada sekelompok orang yang merasa mendaki gunung itu memang sulit tetapi harus dijalani karena ada imbalan untuk setiap prosesnya, sehingga terkadang mereka terlena karena menikmati setiap pencapaiannya. Mereka disebut kelompok penikmat atau "Campers". Terkahir ada sekelompok orang yang ketika melihat gunung yang didaki menjulang tinggi dan terjal langsung merasa tidak percaya diri dan menyerah kelompok tersebut disebut pecundang atau "Quiters".

Berdasarkan buku tersebut aku banyak mendapatkan beberapa hal  tentang membandingkan dari sebuah perbedaan antara diri kita dengan diri oranglain. Sebelum membahas dari perbedaan itu sendiri makna dari kata sukses bukanlah gambaran dari seberapa tinggi kita mendapatkan gelar, arti sukses itu bagaimana setiap proses dari ilmu dan wawasan yang didapat sehingga mampu memberikan influence terhadap orang lain yang tentunya pengaruh yang positif. Jika dimisalkan si A hanya lulusan SMA tapi dia memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih maka si B yang sudah sarjana tapi tidak memiliki wawasan yang lebih sehingga ia hanya berada diruang lingkup yang ia pelajari saja tanpa mengetahui target apa yang ingin ia capai setelah menjadi sarjana. Jadi, sukses bukanlah perbedaan dari berapa tingginya degree yang kita ambil tapi bergantung pada sudut pandang dan penilaian terhadap diri kita bukan terhadap oranglain.

Perbedaan dalam status sosial ataupun latar pendidikan bukanlah suatu hal yang harus dibandingkan. Berbeda dalam karier, prestasi materi, peran sosial, dan kesejahteraan bukanlah tolak ukur yang harus mendasar dalam menilai terhadap perbedaan antara diri kita dengan orang lain. Melainkan tolak ukur akan pencapaian target dari masing-masing orang untuk terus membuat dirinya berkembang dengan menambah pengetahuan agar bisa menjadi orang yang bisa memberikan benefit terhadap orang lain, dan jelas degree itu bukan the view of point dari perbedaan antar sesama dalam sudut pandang yang berbeda namun berbeda dalam usaha dan target dari orang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun