Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ini Salinan Fatwa BPJS Kesehatan dan Hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI 2015

31 Juli 2015   09:22 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 12766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Fatwa BPJS Kesehatan (mui.or.id)"][/caption]

Obrolan seputar Fatwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dikeluarkan MUI semakin hari semakin menarik perhatian banyak orang. Apalagi setelah adanya ralat oleh pihak BPJS yang mengatakan bahwa tidak ada kata 'haram' dalam fatwa tertanggal 9 Juni 2015 tersebut. 

"Kami lihat tidak ada kata-kata haram. Tidak ada kata-kata yang menyatakan BPJS haram," kata Ikhsan, Kepala Komunikasi BPJS Kesehatan, seperti dikutip KOMPAScom Kamis (30/7/2015).

Mencari Fatwa

Saya pun penasaran, seperti apa sebenarnya bunyi fatwa tersebut. Apa sesederhana dua rekomendasi seperti disampaikan Ikhsan saat membuka Kompasiana Nangkring bareng BPJS, Kamis kemarin? Apa landasan hukumnya dan bagaimana ulama memahami dan menyikapi praktek dan sistem (praksis) jaminan kesehatan nasional yang kemudian dituangkan dalam Fatwa BPJS Kesehatan?

Pencarian salinan pun dimulai.

Tidak mudah menemukan salinan fatwa yang dihasilkan dalam hajatan tahunan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia V, 7-10 Juni 2015 lalu. Perlu banyak kata kunci yang dimasukkan ke mesin pencari, sampai akhirnya saya menemukannya dan yakin file PDF yang saya dapati adalah hasil yang asli.

Tempat pemberhentian pertama tentunya website MUI di www.mui.or.id. Awalnya saya menduga akan mudah mendapatkan fatwa yang dicari, karena di website itu tersedia menu Fatwa. Tapi sayang, fatwa BPJS Kesehatan atau hasil ijtima' terbaru belum dimasukkan ke dalamnya. Saya lalu coba membuka-buka fatwa lain yang sudah dimasukkan ke situs web. Ternyata tidak ada isi atau lampirannya sama sekali. Di situ banyak sekali pengunjung yang menanyakan dan meminta lampiran fatwa, karena memang yang ada di situs itu hanya judul artikel (tanpa isi sama sekali). Tapi tidak terlihat balasan komentar dari pengelola situs.

Kemudian saya sadar, sia-sia mencari fatwa BPJS Kesehatan di situs MUI. Setelah itu saya beralih ke Mbah Google. Setelah memasukkan sekian kombinasi kata kunci, saya menemukan file fatwa di situs simomot.com. Tapi setelah kelar unduh file berbentuk PDF, saya ragu apakah file ini asli.

Untuk mengklarifikasinya, saya coba tanya lagi ke Mbah Google. Sampai akhirnya saya dibawa balik ke satu  halaman di situs www.mui.or.id yang berisi file PDF yang sama. Nama file dan isinya serupa, sehingga saya yakin simomot mendapatkan salinannya dari situs MUI juga.

Fatwa dan Hasil Ijtima'

Hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI 2015 yang dihasilkan di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, ini berisi banyak fatwa mulai dari masalah Strategis Kebangsaan, masalah fikih, masalah hukum, tinjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku, sampai usulan pembuatan perundang-undangan baru.

Dalam masalah kebangsaan, Ijtima' Ulama menyoroti soal:

  • Kedudukan Pemimpin Yang Tidak Menepati Janjinya
  • Kriteria Pengkafiran (Dhawabit At-Takfir)
  • Radikalisme Agama Dan Penanggulangannya
  • Pemanfaatan Tanah Untuk Kesejahteraan Umat Dan Bangsa
  • Penyerapan Hukum Islam Ke Dalam Hukum Nasional

Sementara dalam masalah fikih dan hukum, lebih banyak lagi aspek yang disoroti, salah satunya masalah jaminan sosial kesehatan yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan.

Merespon adanya program jaminan sosial yang dibuat pemerintah, MUI memaparkan pendapatnya, antara lain berdasarkan kesepakatan (ijma') ulama dan dalil akal ('aqli) berikut: 

  1. Ijma’ ulama:
    Adapun dalil Ijma’ adalah sesungguhnya kaum muslimin di setiap tempat dan waktu telah bersepakat untuk saling menolong, menanggung, menjamin dan mereka bersepakat untuk melindungi orang-orang yang lemah, menolong orang-orang yang terzhalimi, membantu orang-orang yang teraniaya. Sikap tersebut tercermin ketika terjadi kekeringan/peceklik pada zaman Umar bin Khattab dan terdapat dalam sejarah pada zaman Umar bin Abdul Aziz dimana tidak ditemukan lagi orang miskin sehingga muzakki (orang yang berzakat) kesulitan menemukan mustahiq (orang yang berhak menerima zakat).
  2. Dalil Aqli:
    Adapun dalil Aqli untuk sistem jaminan sosial adalah telah diketahui bersama bahwa masyarakat yang berpedoman pada asas tolong-menolong, individunya saling menjamin satu sama lain, dan wilayahnya merasakan kecintaan, persaudaraan, serta itsar (mendahulukan kepentingan orang lain), maka hal tersebut membentuk masyarakat yang kokoh, kuat, dan tidak terpengaruh oleh goncangan-goncangan yang terjadi. Dengan demikian, wajib bagi setiap individu umat Islam untuk memenuhi batas minimal kebutuhan hidup seperti sandang pangan, papan, pendidikan, sarana kesehatan, dan pengobatan.Jika hal-hal pokok ini tidak terpenuhi maka bisa saja menyebabkannya melakukan tindakan-tindakan kriminal, bunuh diri, dan terjerumus pada perkara-perkara yang hina dan rusak.Pada akhirnya runtuhlah bangunan sosial di masyarakat.

Dari paparan di atas, ditetapkanlah dua ketentuan hukum untuk BPJS Kesehatan, yaitu:

  1. Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
  2. MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.

Dan di akhir fatwanya, MUI menyampaikan dua rekomendasi, yaitu:

  1. Agar pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka Jaminan Kesehatan yang berlaku bagi setiap penduduk negeri sebagai wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya;
  2. Agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus operandi BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Fatwa Lainnya

Selain menyoroti BPJS Kesehatan, para ulama ulama juga membahas banyak masalah fikih dan hukum lainnya:

  • Haji berulang
  • Membangun masjid berdekatan
  • Imunisasi
  • Hak asuh orang tua yang bercerai karena beda agama
  • Status hukum iuran dan manfaat pensiun 
  • Pornografi dan prostitusi online
  • Eksekusi mati narkoba
  • Ketentuan pajak
  • Rekrutmen Pimpinan KPK 2015-2019
  • Dasar hukum untuk jilbab polwan
  • Pengawasan Dana Desa

Selain itu, MUI juga mengusulkan banyak undang-undang kepada pemerintah, di antaranya UU yang mengatur kerukunan umat beragama, perlindungan agama, jaminan dan perlindungan umat beragama, serta tugas dan tanggung jawab pemerintah.

Untuk mengetahui lebih lengkap isi Fatwa BPJS Kesehatan yang ada di halaman 56 Hasil Ijtima' Ulama 2015, teman-teman bisa unduh filenya DI SINI. Setelah memilikinya, akan banyak sekali bahasan yang dapat diulas dan dibahas. Karena fatwa-fatwa MUI yang dikeluarkan lewat kesepakatan ulama tahun ini tidak hanya bicara soal jaminan kesehatan sosial.

BACA/DOWNLOAD FATWA BPJS KESEHATAN

Sumber file: Majelis Ulama Indonesia

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun