Mohon tunggu...
Zulkarnain El Madury
Zulkarnain El Madury Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Madura pada tahun 1963,
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang pemburu kebenaran yang tak pernah puas hanya dengan " katanya". Adalah Da'i Pimpinan Pusat Muhammadiyah peeriode 1990 sd 2007, selanjutnya sebagai sekjen koepas (Komite pembela ahlul bait dan sahabat) hingga 2018, sebagai Majelis Tabligh/Tarjih PC. Muhammadiyah Pondok Gede, Sebagai Bidang Dakwah KNAP 2016 -219 . Da'i Muhammadiyah di Seluruh Tanah air dan negeri Jiran ..pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia), Tinggal dijakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat Terbuka Kepada Bapak Presiden Joko Widodo: "Mengapa Pak Presiden Harus Paranoid Demo?"

28 November 2016   14:28 Diperbarui: 28 November 2016   14:48 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika demo di Undang-undangkan sebagai media saluran pendapat rakyat yang tidak puas dengan prestasi pemerintah, demo menjadi bagian penting dalam membangun Negara, selain senayan, demo adalah lebih penting sebagai parlemen jalanan yang paling ampuh sejak jaman Indonesia Merdeka. Tidak dapat didustakan demo menjadi bagian bangsa yang harus diterima oleh pemerintah, bahkan mungkin wajib didengar oleh pemerintah. Apalagi kalau menanggapai demo, ditunggangi, bahkan diarahkan sebagai kuda tunggakan orang orang yang berkepentingan, politisi, atau sejenis mamalia lainnya dari manusia yang senang menunggang seperti Kera atau rung gagak dan bangau yang biasa menunggangi binatang kerbau atau sejenisnya. 

Kalau seorang Presiden yang mencanangkan kata "TUNGGANGAN" sebagai langkah mencegah demo atau bentuk frustanis seorang pemimpin ditengah rakyatnya, akan makin menunjukkan kalau Pak Presiden sebenarnya tidak mampu memimping bangsa ini, baru menghadapi demo saja sudah harus menebar ucapan yang seharusnya tidak layak dilontarkan oleh seorang Presiden, karena Presiden bukan lagi milik partai, tetapi milik bangsa, melainkan kalau Presiden itu masih bernostalgia sebagai presiden Partai, itu kalau dipandang wajar dilakukan oleh seorang Presiden yang baru memimpin bangsa, kental nuansa subyektivitas partai atau pribadi 

Joko Widodo sebagai Presiden yang mencanangkan bina mental lewat "REVOLUSI MENTAL" memang cukup cerdas dalam mengelola kepemimpinannya, kecerdasan yang membuat bangsa bertanya tanya apa yang di maksud revolusi mental, sebagian beranggapan revolusi mental itu pernah dicangkan Komunis, dalam  merobah bentuk kebiasana rakyat kepada kebiasaan yang di buat mereka, semacam bikin kejutan kejutan dalam arena bangsa [ NKRI ], sebagian lagi menyatakan kalau revolusi mental akan membiasakan rakyat untuk bisa berdiri sendiri, sehingga tak perlu ada ketergantungan pada orang negara Asing, apalagi kalau harus menjadi Negara Boneka.

Revolusi mental ini pula di ijabah  oleh Panggowo Istana, dari Sepak Bola, hingga Partai tak terhendar dari revolusi mental, termasuk gagasan menggeser Mayoritas sebagai adidaya kekuasaan di negeri ini, seperti lulusnya Lurah Susan ditengah Mayoritas Islam di Lenteng Agung, yang digagas sejak masih sebagai Gubenur DKI. cukup menjadi trending topic berita dikalangan mayoritas Islam. 

Tetapi ketika menghadapi demo umat Islam, menuntut hak Islam, Presiden hanya bisa merumuskan kata kata " DITUNGGANGI" bukan penyelesaikan yang diharapkan oleh umat Islam dalam menyelesaikan masalah, justru Presiden tidak hadir dalam gambaran seorang Presiden yang gagah perakasa mengawal Revolusi mentalnya, melainkan seorang Presiden yang Paranoid mengadopsi nilai nila orde Baru dan orde lama, yang biasa membudayakan kata 'DITUNGGANGI"...karena memang suka main KUDA KUDAAN. Membuat mental mental yang ada di negeri ini semua menuntut Presiden bermental Revolsui menghadapi kondisi hukum yang terkesan KN [ Kolusi dan Nepostisme], terlalu lambat berbicara revolusi tak sehebat gaungnya yang mengegelegar..Mohon Maaf Pak Presiden 

Hamba Sang Rakyat yang bermental rakyat 

Zulkarnain El-Madury

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun