Guru Selalu Ber Metode Ceramah Saat Mengajar di Kelas? Salahkah ?
Metode ceramah merupakan metode mengajar paling sering digunakan dalam dunia pendidikan. Banyak guru merasa nyaman dengannya karena sederhana, praktis, dan bisa menyampaikan materi dalam waktu yang relatif singkat. Namun, muncul pertanyaan penting di era pembelajaran abad ke-21: apakah salah jika guru terus-menerus menggunakan metode ceramah saat mengajar di kelas? Jawabannya tidak sepenuhnya salah, tetapi kurang tepat jika digunakan secara tunggal dan terus-menerus. Metode ceramah tidak dilarang dan masih relevan, terutama ketika guru perlu menjelaskan konsep baru, memberikan pengantar materi, atau menegaskan kesimpulan pembelajaran. Dalam konteks tertentu, ceramah bisa menjadi cara efektif untuk menghemat waktu dan memastikan semua siswa memahami arah pembelajaran. Namun, masalah muncul ketika ceramah menjadi satu-satunya metode yang digunakan. Pembelajaran akan berubah menjadi satu arah, membuat siswa pasif, bosan, dan sulit mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, serta kolaboratif. Di sinilah tantangan besar bagi guru masa kini: bagaimana menyeimbangkan antara penjelasan guru (teacher-centered) dan aktivitas belajar siswa (student-centered). Para duru profesional seharusnya mampu memadukan metode ceramah dengan strategi lain seperti diskusi kelompok, tanya jawab, eksperimen, proyek, atau pembelajaran berbasis masalah. Dengan cara ini, siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi juga mengolah, menerapkan, dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata. Metode ceramah tidak salah, selama digunakan dengan bijak, proporsional, dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Guru tetap boleh berceramah, tetapi bukan untuk mendominasi, melainkan untuk memberi arah, penjelasan, dan penguatan makna belajar. Pembelajaran terbaik bukan yang ramai oleh suara guru, melainkan yang hidup oleh aktivitas dan semangat belajar siswa. Metode ceramah yang dulu menjadi andalan utama dalam proses belajar mengajar kini mulai ditinggalkan sebagai pilihan utama. Guru-guru masa kini lebih menyadari bahwa pembelajaran yang efektif tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi secara satu arah. Ceramah kini lebih sering digunakan sebagai pilihan terakhir, bukan karena tidak penting, tetapi karena guru ingin memastikan bahwa siswa menjadi pusat dari proses belajar. Metode ceramah sebenarnya memiliki keunggulan tersendiri. Ia efisien dalam menyampaikan banyak informasi dalam waktu yang singkat dan sangat berguna ketika guru perlu memberikan penjelasan konsep-konsep baru yang sulit dipahami siswa secara mandiri. Namun, dalam praktiknya, metode ini sering membuat siswa pasif, kurang berpartisipasi, dan cepat kehilangan konsentrasi. Oleh karena itu, guru berusaha untuk mencari strategi pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, dan kolaboratif agar suasana kelas menjadi hidup. Saat iini, banyak guru mengutamakan metode seperti diskusi, tanya jawab, simulasi, eksperimen, proyek kolaboratif, dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Dengan pendekatan ini, siswa dilibatkan secara langsung untuk mencari, menganalisis, dan mempresentasikan informasi. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing, bukan sekadar pemberi informasi. Barulah ketika siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami inti pelajaran, guru akan menggunakan ceramah untuk memperkuat atau merangkum pemahaman mereka. Menariknya, metode ceramah yang digunakan di akhir pembelajaran justru bisa menjadi alat refleksi dan penegasan konsep. Misalnya, setelah siswa berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerja kelompok, guru dapat menutup pelajaran dengan ceramah singkat yang menjelaskan kesimpulan, nilai moral, atau penerapan nyata dari materi yang dipelajari. Ceramah dalam konteks ini menjadi lebih bermakna karena siswa sudah memiliki pengalaman belajar sebelumnya. Dengan demikian, metode ceramah bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan sepenuhnya, melainkan ditempatkan secara bijak. Guru yang profesional tahu kapan harus berbicara dan kapan harus memberi ruang bagi siswa untuk berpikir dan bereksplorasi. Ceramah bukan lagi pusat dari pembelajaran, tetapi pelengkap yang memperkuat pemahaman dan makna belajar.
Pada akhirnya, guru yang hebat bukan yang paling banyak bicara, melainkan yang mampu menghidupkan semangat belajar siswanya. Dan di situlah letak seni seorang pendidik sejati menjadikan ceramah bukan sebagai kebiasaan, melainkan sebagai sentuhan terakhir yang bermakna dalam setiap proses belajar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI