Selama kariernya, Kwik Kian Gie pernah menduduki jabatan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (1999-2000) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas (2001-2004).
Namun, Kwik lebih dikenal bukan karena pernah jadi menteri. Suaranya yang vokal, bahkan saat Orde Baru berkuasa, dikenal galak terhadap konglomerat, menjadi semacam "identitas" Kwik.Â
Memang, pada dekade 1980-an, perekonomian Indonesia diwarnai dengan bermunculannya beberapa konglomerat yang punya "kerajaan" bisnis yang menggurita.Â
Masalahnya, dari pengamatan Kwik Kian Gie, kuat dugaan bahwa usaha dari beberapa konglomerat itu membesar dengan cepat karena ada unsur KKN-nya.Â
KKN di sini bukan singkatan dari Kuliah Kerja Nyata, tapi terkait dengan tiga "penyakit" yang sangat berbahaya bagi suatu negara: Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.Â
Contoh KKN tersebut adalah betapa gampangnya konglomerat mendapatkan kucuran kredit dalam jumlah besar dari bank-bank nasional, yang kemudian menjadi macet.Â
Ujung-ujungnya, pada saat krisis moneter 1998 banyak bank yang bangkrut. Padahal, di sana tersangkut simpanan masyarakat dan celakanya belum ada Lembaga Penjamin Simpanan seperti sekarang.Â
KKN yang tumbuh subur di era Orde Baru itulah yang memicu aksi demonstrasi besar-besaran yang akhirnya memaksa Presiden Soeharto mundur, dan lahir era reformasi.Â
Nah, terhadap konglomerat yang salah jalan, dihujani kritik tajam lewat pernyataan dan tulisan-tulisan Kwik Kian Gie. Opini Kwik cukup sering dimuat Harian Kompas.Â
Kwik ibarat "menelanjangi" sepak terjang sejumlah konglomerat, sehingga "borok" mereka terbuka.Â
Ketika Kwik menjadi menteri, tampaknya membuat konglomerat kurang suka, karena Kwik masih tetap mengeluarkan pernyataan yang kritis.