Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Thrifting: Memutar Ekonomi Rakyat, Memukul Industri Lokal

10 Februari 2025   06:57 Diperbarui: 10 Februari 2025   07:07 2766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjualan pakaian bekas|dok. Kompas/Bahana Patria Gupta

Tampaknya Sritex tidak mampu menghadapi tekanan global. Tekanan dimaksud misalnya dari kondisi pandemi Covid-19 dan juga ekses perang Rusia-Ukraina yang mempengaruhi penurunan ekspor tekstil dan garmen. 

Hal ini diperparah dengan gempuran produk-produk impor ilegal yang masuk ke Indonesia. Inilah yang akan dielaborasi melalui tulisan ini, khususnya impor pakaian bekas.

Gempuran impor pakaian bekas menjadi salah satu penyebab utama di balik lesunya industri tekstil dan produk tekstil Indonesia. Pakaian bekas impor ini akhirnya menggerus pangsa pasar domestik.

Bisnis pakaian bekas atau istilah kerennya thrifting, semakin mendapat tempat karena menjadi bagian dari gaya hidup hemat. Tak heran, sekarang demikian  tingginya permintaan terhadap baju bekas impor.

Konsep thrifting ini pada mulanya bernilai positif karena memperpanjang umur manfaat pakaian dan dianggap selaras dengan ekonomi sirkular yang baik bagi lingkungan.

Tapi, karena akhirnya berkembang jadi bisnis besar-besaran lintas negara, sebagian malah masuk melalui jalur ilegal, membuat produk lokal tersingkir. 

Akhirnya ya itu tadi, PHK di pabrik tekstil tak terhindari. Bukan itu saja, toko-toko pakaian di sentra perdagangan tekstil sekelas Tanah Abang pun jadi sepi.

Di lain pihak, lapak-lapak penjual pakaian bekas dengan gampangnya terlihat di mana-mana, mulai dari kota besar hingga ke kota kecil seperti kota kecamatan.

Coba saja lihat di gedung bekas Mal Matahari di Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor. Lantai dasarnya penuh oleh toko yang menjual kemeja, kaus, sepatu, dan jaket yang semuanya bekas.

Dengan harga murah, yang berkisar sepertiga atau bahkan seperempat dari harga pakaian yang sama dalam kondisi baru, berhasil menjaring konsumen dari anak-anak sampai kakek-nenek.

Mata rantai perdagangan pakaian bekas ini melibatkan beberapa pihak, di mana penjual tingkat lapak membeli dalam bentuk karungan dari pedagang pemborong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun