Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kampanye Capres Makin Heboh, Kampanye Caleg Siapa Peduli?

27 Januari 2024   07:18 Diperbarui: 27 Januari 2024   07:29 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi baliho kampanye caleg di Jakarta|dok. Kompas/Fakhri Fadlurrohman

Pemilu serentak sudah di depan mata, yakni akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024. Harapan kita, pemilu bisa berjalan dengan lancar sesuai aturannya, aman, dan damai.

Ada 5 kertas suara yang akan diberikan kepada pemilih untuk dicoblos di bilik suara. 5 kertas suara dimaksud terdiri dari hal berikut ini.

Pertama, memilih pasangan calon presiden-calon wakil presiden pada surat suara berwarna abu-abu.

Surat suara ini relatif kecil dan gampang mencoblos, terutama bagi pemilih yang sudah punya ketetapan hati, pasangan capres-cawapres mana yang disukainya.

Hanya ada 3 pasang capres-cawapres yang akan dipilih, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subiantio-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.


Kedua, memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan mencoblos surat suara warna merah. Surat suaranya lebih besar karena ada banyak calon yang terdaftar.

Ketiga, memilih anggota DPR RI dengan mencoblos surat suara warna kuning. Ini mungkin yang terbesar surat suaranya karena ada 18 partai nasional, yang masing-masing punya sejumlah calon.

Calon anggota DPR, termasuk juga di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, disebut dengan calon legislatif (caleg) sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif.

Keempat, memilih calon anggota DPRD Provinsi dengan mencoblos surat suara warna biru. Tentu, surat suara ini juga sangat besar, apalagi di Aceh ditambah dengan 6 partai lokal.

Kelima, memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dengan mencoblos surat suara warna hijau. Mungkin surat suaranya sama besarnya dengan yang warna biru.

Khusus yang kelima ini, untuk warga DKI Jakarta tidak ada, karena DPRD-nya hanya sampai level provinsi saja.

Jadi, para pemilih jangan sampai bingung, kok banyak sekali kertas suara yang harus dicoblos. Membuka dan melipat kembali saja mungkin ribet.

Bahkan, para pemilih muda yang baru pertama kali ikut pemilu, bisa jadi belum paham beda masing-masing surat suara serta apa manfaatnya.

Soalnya, yang tersosialisasikan selama ini lebih banyak tentang pemilihan presiden. Makanya, masyarakat lebih memperhatikan soal siapa capres-cawapres yang akan dipilihnya.

Apalagi, kehebohan kampanye capres-cawapres sangat terasa, baik di ruang publik, debat televisi, maupun sahut-sahutan di media sosial.

Sedangkan kampanye caleg, memang ada yang peduli? Padahal tak kalah penting, karena anggota legislatif menjadi penyalur aspirasi masyarakat di level daerah dan level nasional.

Tidak hanya perlu mengenal siapa caleg yang akan dipilih, perlu juga untuk mengetahui visi dan misi masing-masing partai, mana yang dirasa cocok dengan pemikiran pemilih.

Lalu, dari sisi caleg, kondisi yang kurang dikenal masyarakat tersebut, menjadi pertanda agar mereka lebih aktif terjun ke bawah, katakanlah melakukan blusukan.

Jangan mengira bila telah menyebar baliho di banyak titik, lalu akan dikenal. Justru, banyak orang yang kesal dengan baliho yang dipasang tak beraturan, bahkan juga merusak lingkungan.

Banyak pula baliho caleg yang memasang foto bareng capres yang diusung partainya. Orang yang lewat justru lebih melihat ke wajah capres ketimbang ke wajah caleg.

Sebagian caleg untuk level kabupaten/kota memang cukup aktif berkampanye tatap muka. Mereka mengandalkan jalur pertemanan dan persaudaraan, selain melalui media sosial.

Acara-acara semacam reuni sekolah, acara pengajian, acara arisan, acara resepsi pernikahan, menjadi jalan pintas sebagian caleg untuk bertatap muka dengan pemilih setempat.

Tapi caleg level provinsi, apa lagi level nasional (DPR-RI), tentu tidak cukup mengandalkan jalur seperti caleg lokal tersebut. Mereka harus lebih aktif memanfaatkan media massa dan media sosial.

Bagi pemilih, sebaiknya menyediakan waktu untuk meneliti rekam jejak masing-masing caleg, agar bisa menentukan pilihan yang tepat.

Caleg yang memainkan politik uang, atau yang pernah tersangkut kasus korupsi, tak perlu lagi diteliti, karena tak usah dipilih.

Memilih seorang caleg hanya karena jalur pertemanan atau kekerabatan, juga sebaiknya dihindari. 

Rekam jejak prestasinya di masa lalu yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, menjadi alat ukur yang paling pas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun