Tulisan ini lebih fokus pada soal dampak berita negatif terhadap sebuah institusi, termasuk perusahaan. Jadi, yang diuraikan berikut ini tidak lagi berkaitan langsung dengan kasus Polri di atas.
Berita negatif bisa dibagi atas dua kelompok, yakni berita yang sudah sesuai fakta dan ada pula berita yang tidak akurat atau kurang akurat.
Sebetulnya, ada lagi yang perlu diperhatikan manajemen sebuah institusi terkait isi media cetak atau media daring, yakni rubrik yang dikenal dengan nama "Surat Pembaca".
Tak jarang surat pembaca bernada negatif terhadap sebuah institusi atau lembaga. Sama dengan berita, surat pembaca ada yang menggambarkan fakta, ada pula berupa salah pesepsi.
Terhadap berita dan surat pembaca yang kurang akurat, institusi yang diberitakan punya hak jawab, sehingga pembaca media tersebut bisa memperoleh fakta atau kejadian yang sesungguhnya.
Sedangkan terhadap berita atau surat pembaca yang memang berisi fakta tentang kekeliruan sebuah lembaga, tak ada cara lain selain lembaga tersebut memberi respon positif.
Maksudnya, gambaran negatif yang diberitakan ditanggapi dengan baik oleh lembaga yang diberitakan. Caranya, dengan memaparkan penyebab terjadinya dan apa tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
Jika pihak lembaga atau perusahaan yang diberitakan terkesan berkilah, mencari-cari alasan sebagai pembenaran atas kekeliruannya, bisa berakibat fatal.
Akibat fatal tersebut adalah berupa turunnya kepercayaan masyarakat. Atau, bila yang diberitakan tersebut adalah perusahaan, bisa berakibat turunnya jumlah pelanggan.
Tentu, bila pelanggan lari ke perusahaan pesaing, harus ada upaya ekstra untuk kembali meraih kepercayaan pelanggan.
Jika gagal menaikkan tingkat kepercayaan pelanggan, alamat kelangsungan hidup perusahaan akan terancam alias bisa mengalami kebangkrutan.