Sosok satu ini sangat terkenal dan the one and only "Maestro" di Kompasiana. Artinya dilihat dari berbagai indikator yang berlaku di Kompasiana, sosok tersebut telah meraih status tertinggi.
Ya, tepat sekali, sosok dimaksud adalah Tjiptadinata Effendi. Saya sendiri selalu menyapa beliau dengan Pak Tjipta, sedangkan yang lain banyak yang memanggilnya Opa Tjipta.
Tapi, khusus untuk di tulisan ini, saya menuliskan nama beliau saja, tanpa embel-embel "pak", karena begitulah standar penulisan yang saya ketahui.
Bukankah di koran kita biasa menemui nama Joko Widodo tanpa dibubuhi "pak"?
Nah, kebetulan saya lagi memegang buku berjudul "Mencapai Pencerahan Diri", karya Tjiptadinata Effendi.
Mungkin masing-masing kita punya pemahaman yang berbeda tentang makna pencerahan diri.
Tapi, apapun pemahamannya, pencerahan pasti mengenai memperbaiki sesuatu dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang baik.
Atau, dari kondisi yang baik menjadi lebih baik lagi. Ukuran baik buruk, saya kira berlaku secara universal.
Ujung dari pencerahan bukanlah kemampuan dalam memperoleh harta yang melimpah, tapi lebih pada kebahagiaan yang dirasakan dalam jiwa.
Jusrtu, orang yang tercerahkan tidak lagi meributkan soal materi, soal jabatan, dan soal duniawi lainnya.
Bukan tahta dan harta tidak penting, tapi kalaupun punya, hanya sebagai sarana untuk berbuat baik, bukan menjadi tujuan hidup.