Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Syahwat Politisi Terlalu Tinggi, Jumlah Parpol Sulit Dikurangi

1 Agustus 2022   04:51 Diperbarui: 4 Agustus 2022   17:00 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Deretan bendera partai politik peserta Pemilu Serentak 2019 menghiasi jalan layang di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (7/4/2019).  (Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Bukankah semakin banyak partai, suara akan semakin tersebar? Artinya, untuk partai papan tengah dan papan bawah semakin sulit menembus batas parlementary threshold sebanyak 4 persen dari total suara.

Namun demikian, parpol yang sudah tersisih pada beberapa kali pemilu sebelumnya, tetap saja bernafsu untuk mendaftar lagi pada pemilu berikutnya.

Bahkan, politisi yang gagal jadi ketua umum di partai tempatnya bernaung, cenderung membentuk partai baru. Contoh bahwa konflik internal di sebuah parpol berbuntut dengan lahirnya partai baru, sudah beberapa kali terjadi.

Artinya, syahwat politik para politisi kita memang luar biasa. Apakah syahwat politik ini murni untuk memperjuangkan aspirasi rakyat atau hanya demi kepentingan kelompok tertentu saja, inilah yang jadi pertanyaan.

Kelahiran Partai Hanura, Gerindra dan Nasdem, berawal dari kekecewaan politisi yang gagal merebut tampuk kekuasaan di Golkar. Jadi, semua partai di atas bisa disebut sebagai pecahan Golkar. 

Fenomena lain yang juga perlu dicermati adalah adanya parpol yang seperti identik dengan sosok tertentu. Tak terbayangkan, jika suatu saat sosok tersebut karena suatu hal tak bisa lagi memimpin.

Contohnya, Nasdem dengan Surya Paloh atau Gerindra dengan Prabowo Subianto. Hingga sekarang, belum terlihat sosok lain di Nasdem atau Gerindra yang berpotensi untuk jadi ketua umum.

Bakan, PDIP sebagai partai pemenang 2 kali pemilu terakhir, juga identik dengan Megawati Soekarnoputri. Seorang Joko Widodo pun, yang nota bene adalah Presiden RI, diduga tak akan menggantikan Megawati menjadi ketua umum PDIP. 

Mungkin Puan Maharani yang kelak menjadi pengganti Megawati. Hanya saja, apakah PDIP akan tetap berjaya bila ditinggal Megawati, menjadi kekhawatiran tersendiri.

Entah bagaimana lagi caranya mengurangi jumlah parpol. Padahal, ideologi dari puluhan parpol yang ada, sebetulnya mirip-mirip saja. Bahkan, kalau disederhanakan, sebetulnya hanya ada 2 kelompok besar.

Pertama, kelompok "hijau" dengan mengedepankan citra religius, seperti PKB, PPP, PKS, PAN, PBB, Partai Ummat dan Partai Gelora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun