Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Lembaga Filantropi Perlu Menerapkan Prinsip "TARIF"

10 Agustus 2022   07:11 Diperbarui: 12 Agustus 2022   10:55 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi donasi|dok. Thinkstock, dimuat Kompas.com

Munculnya kasus dugaan penyelewangan dana sosial oleh salah satu lembaga filantropi terkenal dan punya banyak cabang di berbagai kota, menjadi momen yang tepat untuk membenahi tata kelola pengumpulan dan penyaluran donasi.

Jika menyangkut regulasi dari pemerintah, tentu hal itu berkaitan dengan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pelaksanaannya di lapangan berkaitan dengan pengawasan dari instansi terkait.

Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, dan pihak lainnya yang berwenang, perlu lebih aktif dalam memantau sepak terjang lembaga, yayasan, atau organisasi yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyaluran donasi.

Sekiranya masih ada celah dari sisi perundang-undangan yang belum diatur, sehingga membuat pelaku penyelewengan lolos dari jeratan hukum, maka sebaiknya bisa dilakukan revisi.

Demikian juga dari sisi pembinaan dan pengawasannya, barangkali dapat diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), agar ada sinergi antar kementerian, serta lebih terkoordinir.

Kabar terbaru, Kementerian Sosial membentuk Satuan Tugas Pengawas Lembaga Filantropi. Seperti apa nanti caranya satgas tersebut mengawasi, masih perlu kita tunggu.

Tapi, satu hal yang tak kalah penting, niat baik pemerintah untuk mengawasi jangan sampai menurunkan minat masyarakat untuk berderma.

Nah, pada akhirnya, kemauan dari yayasan, lembaga, atau apapun namanya yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyaluran donasi, untuk berbenah, itulah yang paling penting.

Soalnya, tidak gampang pemerintah mengawasinya, mengingat lembaga atau yayasan yang khusus bergerak di bidang pengumpulan dan penyaluran donasi semakin banyak bermunculan.

Apalagi sekarang pengumpulan donasi bisa dilakukan secara online atau melalui aplikasi tertentu. Ada lembaga yang beroperasi dengan label Islam dan berkaitan dengan zakat, infak dan sedekah

Ada pula lembaga filantropi yang bersifat umum dengan tujuan membantu masyarakat tidak mampu atau korban bencana.

Mengacu pada gaya marketing yang diterapkan perusahaan komersial, sekarang banyak pula lembaga filantropi yang rajin memasang iklan, sehingga susah dibedakan dengan perusahaan yang berbisnis.

Bahkan, tak sedikit lembaga atau yayasan tersebut yang aktif mencari identitas para pengguna media sosial dan mengirim pesan singkat secara massal dengan tujuan mengumpulkan dana.

Selain lembaga filantropi yang beroperasi secara permanen, ada pula media cetak atau media elektronik tertentu yang mengumpulkan donasi dari pembaca atau pemirsa televisi.

Tapi, hal ini biasanya bersifat insidentil, yakni bila terjadi bencana besar seperti gempa bumi di suatu daerah. Jadi, dana yang terkumpul disalurkan ke daerah bencana tersebut.

Bagusnya, jika pengumpulan dana dilakukan oleh pihak media, laporan penggunaannya relatif transparan, dan ongkos operasional tidak diambil dari donasi.

Sedangkan bagi lembaga filantropi yang rajin memasang iklan, memunculkan kekhawatiran, jangan-jangan biaya iklan diambilkan dari donasi yang sudah terkumpul.

Jika para donatur mengetahui dari dana yang disumbangkannya justru dipakai untuk biaya iklan, termasuk biaya operasional lembaga filantropi (gaji pengurus, sewa gedung, dan sebagainya), belum tentu mereka mengikhlaskannya.

Memang, Indonesia terkenal sebagai bangsa yang paling dermawan. Namun, jangan kedermawanan masyarakat disalahgunakan oleh lembaga filantropi atau oleh sebagian pengurusnya.

Jika memang ada biaya operasional yang diambil dari donasi, sebaiknya dijelaskan kepada donatur sebelum mereka menyumbang dana.

Banyak memang yang perlu dilakukan pembenahan, seperti telah diuraikan di bagian awal tulisan ini, baik dari sisi regulasi, maupun pengawasan.

Audit independen dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di Kementerian Keuangan, sebaiknya menjadi kewajiban dan menjadi bagian dari pengawasan.

Dengan demikian, kasus seperti yang sekarang terjadi pada salah satu lembaga filantropi, tidak terulang lagi. Dan kepercayaan publik yang sempat tergerus, bisa membaik lagi.

Namun, terlepas dari sisi regulasi dan pengawasan, sangat penting adanya kesadaran di masing-masing lembaga filantropi untuk menerapkan tata kelola yang baik.

Kalau mengacu pada Good Corporate Governance (GCG) yang diterapkan oleh perusahaan dengan reputasi baik, maka tata kelola yang baik tersebut dilakukan dengan menerapkan prinsip "TARIF".

TARIF tersebut maksudnya singkatan dari Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness. Jadi, harus ada keterbukaan, akuntabilitasnya jelas, dapat dipertanggungjawabkan, independen, dan adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun