Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Serasa di Eropa, Ada Lagi Bekas Pabrik Jadi Objek Wisata di Solo

7 Desember 2021   07:11 Diperbarui: 7 Desember 2021   07:17 4267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Heritage Palace, Solo, Jawa Tengah|dok. asedino.com

Saya punya grup pertemanan yang semuanya penggemar traveling. Sebelum pandemi, kami sudah beberapa kali berwisata bareng, meskipun masih di sebatas Pulau Jawa.

Namun, sejak pandemi melanda negara kita sekitar 2 tahun lalu, baru pertama kalinya kami berwisata pada Jumat sampai Minggu (3-5 Desember 2021) yang lalu. 

Kami sengaja bergerak mendahului akhir tahun, karena pada libur natal dan tahun baru (Nataru) akan diberlakukan PPKM level 3. Artinya, mungkin akan ada pengetatan protokol kesehatan bagi mereka yang bepergian.

Tujuan kami kali ini adalah kota Solo dan sekitarnya. Inilah kota asal presiden kita, Joko Widodo, dan putra beliau, Gibran Rakabuming Raka, sekarang menjadi wali kota di kota yang resminya bernama Surakarta itu.

Kesan saya, Solo dan sekitarnya relatif berhasil menyelamatkan beberapa bangunan bernilai sejarah yang telah berusia 100 tahun atau lebih.

Ada 2 bekas pabrik gula yang sekarang "disulap" jadi objek waisata . Pertama, De Tjolomadoe yang berada di Karanganyar (masih termasuk Solo Raya) dan kedua, yang lebih belakangan ada pula The Heritage Palace.

Untuk De Tjolomadoe sudah pernah saya tulis di sini. Nah, yang kedua, juga sama-sama bekas pabrik gula, namun berlokasi di Sukoharjo yang berbatasan dengan Kota Solo, dan  masih termasuk Solo Raya.

Di salah satu bagian bangunan The Heritage Palace, ada tulisan 1920, sehingga dapat disebutkan bahwa usia bangunan tersebut sudah 1 abad.

Saat Sabtu pagi (4/11/2021) kami ke sana, terlihat beberapa rombongan wisatawan yang kebanyakan terdiri dari ibu-ibu berpakaian seragam. Mendengar omongannya, saya menduga mereka dari Jabodetabek.

Ada dua jenis tarif masuk, yakni khusus untuk bagian luar atau untuk terusan (outdoor dan indoor tempat pengunjung bisa berfoto 3 dimensi). 

Itupun masing-masingnya dibedakan lagi untuk weekdays (hari kerja) dan weekend (Sabtu, Minggu dan hari libur nasional lainnya).

Karena tidak tertarik dengan foto 3 dimensi (yang sudah banyak tersedia di berbagai kota), kami hanya membeli tiket untuk bagian luar dengan harga Rp 30.000 per orang.

Justru menurut saya berfoto dengan latar belakang bangunan tua bergaya era kolonial, lebih menggoda. Dindingnya terlihat kokoh, bukti betapa bagus mutu bangunannya.

Foto: dok pribadi
Foto: dok pribadi

Dan benar saja, "serasa di Eropa", komentar teman-teman saya yang melihat foto kami yang langsung saya share di media sosial.

Lumayan banyak spot berfoto yang enak dilihat di halaman gedung. Juga ada sensasi tersendiri melihat pemandangan  dari atas jembatan di halaman bangunan bernuansa Eropa klasik itu.

Meskipun tidak begitu banyak, ada pula sejumlah mobil tua yang dipamerkan di halaman gedung. Ya, semacam museum transportasi.

Bagi yang haus dan lapar, terdapat beberapa restoran di area objek wisata ini, termasuk penjual souvenir.

Di bagian dalam, ada ruangan luas yang multifungsi, yang disewakan untuk acara pernikahan, wisuda sarjana, seminar, eksibisi, dan sebagainya.

Dibandingkan dengan De Tjolomadoe, menurut saya masing-masing punya kelebihan tersendiri. Jika pengunjung ingin melihat mesin-mesin pabrik tempo doeloe, lebih cocok berkunjung ke De Tjolomadoe. 

Setelah puas bermain di The Heritage Palace, kami pun segera mencari tempat makan enak yang pilihannya cukup banyak di Solo.

Nasi liwet, soto gading, selat Solo (semacam salad), dan timlo, adalah sekadar beberapa contoh makanan khas di Solo. Juga ada bistik di warung tenda pinggir jalan dengan rasa yang tidak kalah dengan yang di restoran mewah.

Saya sendiri memilih timlo, karena belum pernah mencoba dan merasa penasaran. Enak juga, agak mirip soto atau sop.

Makanan Timlo Solo|dok. sajian sedap, dimuat kompas.com
Makanan Timlo Solo|dok. sajian sedap, dimuat kompas.com

Uniknya, banyak tempat makan di Solo yang sengaja dibikin dengan nuansa jadul. Bangunannya sederhana dari kayu dan proses memasaknya pun pakai cara tradisional.

Seolah-olah melengkapi kejadulannya, ada pula alunan musik keroncong atau campursari yang dibawakan pemusik yang mangkal di tempat makan tertentu.

Tak lengkap rasanya ke Solo kalau tidak berbelanja pakaian batik, karena Solo merupakan salah satu sentra produksi batik Indonesia.

Cemilan sebagai oleh-oleh tentu juga tidak kami lupakan, bahkan kami membeli di dua tempat, Pasar Gede dan Toko Roti Orion. 

Berjalan-jalan ke Solo menjadi refreshing yang asyik, asal tetap mematuhi protokol kesehatan mengingat pandemi masih belum berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun