Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Membelah Samudra dan Prahara Rumah Tangga di Lapangan Bola

16 April 2021   11:07 Diperbarui: 16 April 2021   11:15 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tribunnews.com

Ketika saya menulis artikel ini, di layar kaca tengah tersaji siaran langsung pertandingan sepak bola leg pertama antara Persija Jakarta dengan PSM Makassar pada babak semi final turnamen Piala Menpora.

Pertandingan berlangsung di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (15/4/2021) malam. 

Skor akhir pertandingan adalah kacamata 0-0. Tim mana yang berhak melaju ke babak final akan terjawab pada hasil pertandingan leg kedua yang akan berlangsung Minggu (18/4/2021) di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah.

Saya tadinya menduga, pihak stasiun televisi yang menyiarkan acara tersebut akan mengandangkan alias mengistirahatkan komentator Valentino Simanjuntak.

Dugaan saya berkaitan dengan ramainya "Gerakan Mute Massal" di Twitter. Gerakan ini diawali oleh admin Twitter resmi klub Bali United yang menilai komentar Valen saat memandu siaran langsung Piala Menpora, hiperbola atau lebay.

Ternyata, Valen, demikian panggilan akrab sang komentator, tetap muncul sebagai komentator pada laga PSM versus Persija itu. Hanya kali ini ia tampil bertiga (biasanya berdua), yakni dengan Rendra Sujono dan Ponaryo Astaman.

Bisa jadi, pihak stasiun televisi masih yakin bahwa Valen tetap menjadi daya tarik bagi pemirsa. Ya, memang, kalau melihat komentar yang berkembang di media massa, Gerakan Mute Massal disikapi secara beragam oleh para penggemar sepak bola.

Begitu pula kalau menyimak beberapa tulisan di Kompasiana. Ada tulisan yang menyarankan Valen mengurangi tingkat hiperbolanya. Tapi ada pula yang merasa terhibur dengan komentar-komentar tersebut.

Setelah menciptakan slogan "jebret" yang terkenal itu, Valen semakin banyak menciptakan slogan atau kalimat lain yang dicomot dari istilah lain (bukan terminologi yang lazim dalam sepak bola).

Nah, kembali ke pertandingan kemarin yang saya tonton. Saya tunggu-tunggu kalimat "umpan membelah samudra", meliuk-liuk "kelok sembilan", dan mengobrak-abrik menciptakan "prahara rumah tangga".

Posisi saya sebetulnya netral saja, tidak pro atau anti hiperbola ala Valen.  Tujuan saya menunggu komentar tersebut, hanya untuk melihat apakah Gerakan Mute Massal berdampak pada gaya Valen.

Kesimpulan saya, Valen mulai goyang, karena komentar lebay tidak muncul-muncul sampai akhir pertandingan. Tapi, ini harus dilihat pada penampilan Valen di beberapa pertandingan berikutnya.

Jika memang Valen mengubah gaya komentarnya, itu pun ada dua kemungkinan sebagai penyebab. Pertama, karena kemauan Valen sendiri, atau yang kedua, karena permintaan pihak stasiun televisi.

Bagi saya, yang dari dulu memang penggemar sepak bola nasional, tidak menjadikan faktor pembawa acara atau komentator sebagai hal penting. 

Menikmati jalannya pertandingan, jauh lebih asyik ketimbang komentar yang mengiringinya. Terkadang memang lucu bikin saya ketawa, tapi terkadang terdengar berisik, yang malah mengganggu kenikmatan menonton.

Yang jelas, selagi masih ada siaran langsung sepak bola di televisi, tetap saya syukuri.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun