Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Petani Muda Keren dan Upaya Mencetak 2,5 Juta Petani Milenial

25 Juni 2021   17:37 Diperbarui: 25 Juni 2021   17:38 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Kompasiana sudah beberapa kali muncul tulisan yang mengangkat kondisi pertanian rakyat di negara kita. Sengaja diberi istilah pertanian rakyat, untuk membedakan dengan pertanian korporasi yang dimiliki perusahaan besar.

Paling tidak, ada dua hal yang memprihatinkan dan sekaligus membahayakan kelangsungan program ketahanan pangan di negara kita di masa mendatang. 

Pertama, dari sisi luas lahan pertanian yang semakin menyusut secara signifikan. Sebagian lahan yang tadinya untuk pertanian telah berubah fungsi menjadi pemukiman, pabrik, perkantoran, dan sebagainya.

Kedua, dari sisi sumber daya manusia, betapa semakin susah mencari generasi muda yang tertarik menekuni pertanian. Dan hal inilah yang akan dielaborasi pada tulisan ini.

Memang, pada umumnya, menjadi petani bukan menjadi pilihan bagi anak muda. Sekiranya masih ada peluang mendapatkan pekerjaan lain, profesi petani mungkin tidak akan dilirik anak muda. 

Citra petani terlanjur identik dengan kotor, capek, panas, membuat kulit jadi hitam legam, kampungan, dan tidak mendatangkan penghasilan yang memadai.

Bahkan, alumni fakultas pertanian saja jarang yang tertarik untuk menjadi petani. Kalaupun sarjana pertanian tersebut berprofesi di bidang yang berkaitan dengan ilmu yang ditekuninya, lebih banyak di sektor hilirnya, yakni pada industri pengolahan hasil pertanian.

Lagipula, untuk jadi petani dipahami sebagai profesi yang tidak memerlukan pendidikan formal. Jangankan sarjana, mereka yang lulusan SMA pun merasa sudah ketinggian pendidikannya untuk menjadi petani.

Jangan heran, bila seorang yang berpendidikan lalu terjun ke sawah atau kebun sebagai petani, akan mendapat ledekan dari orang lain. Itu berlaku bagi kebanyakan keluarga petani sendiri yang anak-anaknya sudah mengenyam pendidikan yang baik.

Kalau akhirnya mau bertani, ngapain dulu capek-capek sekolah, kira-kira seperti itu ledekan yang diterima petani terdidik. Hal-hal itulah yang diyakini membuat anak muda enggan jadi petani. 

Ada juga sebagian anak muda yang terpaksa oleh keadaan, akhirnya terjun menjadi petani. Tapi, sesuatu yang dilakukan tanpa niat yang kuat, hasilnya tidak optimal.

Namun demikian, tidak semua anak muda yang bertani karena terpaksa. Ada malah yang menekuni profesi petani dengan perhitungan yang matang dan menggunakan teknologi informasi terkini.

Misalnya, sejumlah anak muda di daerah yang menjadi destinasi wisata nomor satu di Indonesia, Bali, yang tergabung dalam Komunitas Petani Muda Keren (PMK), telah menunjukkan kiprahnya dengan baik.

Keberadaan PMK tersebut tentu saja diapresiasi oleh Kementerian Pertanian yang mempunyai program yang cukup menantang, yakni mencetak 2,5 juta petani milenial guna mendukung program ketahanan pangan nasional.

Hal di atas dapat dilihat pada laman setkab.go.id (1/12/2020) berkaitan dengan kegiatan Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar menyambangi Komunitas PMK di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Komunitas PMK Bali yang diketuai oleh Agung Wedha itu beranggotakan lebih dari 300 orang yang tercatat. Konsep yang diterapkannya berupa pertanian yang terintegrasi, pertanian holistik dari hulu sampai hilir.

Adapun visi yang diusungnya adalah untuk menghasilkan produk organik, mengajak petani hidup sehat dan membangun bisnis yang berkelanjutan.

PMK juga menerapkan teknologi 4.0 dengan mengembangkan 3 aplikasi besar, yakni Farmer Apps (digitalisasi dengan output big data), BOS Fresh (pemasaran produk pertanian) dan Nabung Tani (fintech untuk pendanaan pertanian).

Komunitas tersebut telah membuktikan bahwa anggapan petani itu tidak menjanjikan, adalah keliru. Namun demikian, publikasi atas kegiatan petani muda tidak banyak mengemuka di media massa atau di media sosial.

Padahal, kegiatan seperti itu harus ditularkan atau diduplikasi ke berbagai penjuru tanah air agar target ambisius mencetak 2,5 juta petani milenial bisa diraih.

Untuk kondisi di Pulau Bali, mengingat sekarang kehidupan masyarakat yang secara umum lagi terpuruk digempur Pandemi Covid-19, sektor pertanian menjadi pilihan yang prospektif.

Seperti diketahui, selama ini Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata, meskipun dulu-dulunya masyarakat Bali adalah masyarakat agraris. 

Maka, keberadaan PMK yang tidak canggung menggunakan teknologi informasi dan berselancar melalui internet, telah mematahkan pendapat bahwa mereka yang bertani itu identik dengan orang yang kurang terdidik.

Tentang target mencetak 2,5 juta petani milenial, terkesan sangat ambisius. Tapi, dengan strategi yang tepat, apalagi bila terbukti dengan keberhasilan petani muda yang mau jadi pionir, target tersebut bukan tidak mungkin akan terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun