Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Retno Marsudi, Menlu Wanita Pertama dengan Sederet Prestasi

14 September 2020   00:07 Diperbarui: 14 September 2020   00:14 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya rambutnya sekarang sudah berbeda, lebih kekinian, sehingga mencuri perhatian. Itulah yang terlihat dari penampilan seorang Retno Marsudi, Menteri Luar Nergi (Menlu) RI yang tak tergantikan sejak Jokowi menjadi presiden. Dulu rambutnya bergaya konvensional, sekarang berponi seperti terlihat pada foto di atas. Jadi terlihat lebih muda, bukan?

Tapi bukan soal gaya rambut yang akan dibahas tulisan ini. Melainkan tentang keberanian Jokowi menempatkan sosok yang boleh dibilang anomali pada posisi yang sangat strategis seperti menlu. Bukankah citra seoarang menlu sangat menentukan citra Indonesia di mata dunia?

Kenapa disebut anomali? Karena dari referensi yang ada, Retno adalah menlu wanita pertama di negara kita. Dan sekiranya Retno akan tetap pada posisinya sampai pemerintahan Jokowi berakhir pada 2024 nanti, Retno menjadi menlu terlama sejak reformasi bermula 1998 lalu.

Untuk posisi duta besar, memang sudah dari dulu Indonesia punya duta besar wanita. Namun untuk menlu, baru Jokowi yang berani mendobrak pakem, dengan memilih Retno Marsudi.

Namun bukan soal keberanian mendobrak pakem itu yang menarik, ternyata kepercayaan Jokowi dibalas dengan prestasi yang kinclong oleh Retno Marsudi, yang merupakan alumni Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Retno memang seorang diplomat karier. Wanita kelahiran Semarang, 27 November 1962 ini, setelah meyelesaikan S1-nya, langsung berkiprah sebagai staf di Biro Analisa dan Evaluasi untuk kerjasama ASEAN.

Setelah itu Retno sering berpindah-pindah kota di luar negeri sesuai penugasan  dari Kementerian Luar Negeri. Terakhir, sebelum tahun 2014 ketika ditunjuk sebagai Menlu, Retno sudah 2 tahun menjadi Duta Besar RI utuk Kerajaan Belanda.

Sekarang, dengan adanya pengumuman sejumlah negara yang menolak kedatangan warga negara RI, menjadi tantangan bagi Retno dalam melakukan diplomasi dengan mitranya di luar negeri. Kesannya Indonesia dinilai tidak becus dalam menangani pencegahan pandemi Covid-19. 

Soal kesehatan tentu bukan bidangnya Retno. Namun bagaimana mengkomunikasikannya ke negara-negara sahabat, bahwa Indonesia sudah dan akan terus berjuang keras menangani Covid-19, menjadi salah satu tugas menlu.

Nah, berkaitan dengan pencegahan penularan Covid-19, seperti yang diberitakan Kompas (10/9/2020), Retno menyampaikan pertanyaan kritis pada pertemuan para menlu negara-negara ASEAN plus tiga mitra utama, China, Jepang dan Korea Selatan.

Pertemuan tersebut berlangsung di Hanoi, Vietnam, Rabu (9/9/2020), dan digelar secara daring. Retno dengan tegas menantang mitranya, apakah persoalan (pandemi) itu akan ditangani sendiri oleh setiap negara dan mengedepankan kepentingan masing-masing, atau sebaliknya, bersama-sama sebagai bagian dari ASEAN. Indonesia memilih melakukannya bersama-sama, kata Retno.

Perlu diketahui, kawasan ASEAN relatif terbuka. Meskipun Malaysia secara resmi melarang kedatangan warga Indonesia, tapi lumayan banyak jalan tikus yang memungkinkan warga sebuah negara masuk ke negara tetangganya.

Seperti antara Indonesia dan Malaysia, konon ada beberapa pelabuhan tidak resmi di kawasan Johor, Malaysia, yang biasa didarati perahu-perahu kecil dari Kepulauan Riau, Indonesia.

Apalagi bila kita berbicara kondisi perbatasan jalan darat di Kalimantan, terdapat bentangan ribuan kilometer yang memisahkan Kalimantan Barat dengan Sarawak dan Kalimantan Utara dengan Sabah. Sarawak dan Sabah, berada di Malaysia Timur.

Jadi, tepat kata-kata Retno, bahwa ASEAN harus memerangi Covid-19 secara bersama-sama. Termasuk bila nanti sudah tersedia vaksin Covid-19, tidak bisa hanya dimonopoli oleh negara ASEAN yang lebih kaya seperti Singapura, tanpa mendistribusikannya ke tetangga Singapura seperti Pulau Batam, Pulau Bintan, dan Pulau Karimun.

Selain soal ASEAN, Retno Marsudi tidak canggung dalam pertemuan antar negara Islam seperti pada event yang diselenggarakan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang sebagian besar beranggotakan negara-negara Timur Tengah yang masih kental dengan budaya patriarki.

Suaranya tetap lantang dalam membahas isu yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan konflik Palestina-Israel. Jelas, Indonesia sangat menginginkan kemerdekaan penuh bangsa Palestina.

Retno tak sungkan berpakaian yang lebih selaras dengan nilai-nilai Islam, seperti memakai hijab dan gamis. Tentu tergantung dengan kondisi atau event yang diikutinya. Bagaimanapun juga, meskipun dianggap sebuah anomali, tak ada kendala yang berarti bagi Retno untuk menjalankan tugasnya demi keberhasilan diplomasi Indonesia.

Sebagai bukti torehan prestasi, Retno telah menerima sederet penghargaan, antara lain dari Norwegia (2011), Belanda (2015), UN Women and Partnership Global Forum (2017), Peru (2018), dan sejumlah penghargaan dari dalam negeri.

Di balik kesuksesan seorang suami, ada istri yang hebat di belakang layar. Demikian pula Retno Marsudi, tanpa banyak disorot kamera, ada suami yang sangat mendukung, Agus Marsudi, yang juga lulusan Universitas Gadjah Mada. Pasangan Agus dan Retno mempunyai dua orang putra.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun