Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Suasana Idul Adha, yang Kebablasan dan yang Penuh Kewaspadaan

1 Agustus 2020   00:01 Diperbarui: 1 Agustus 2020   13:53 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/GARY LOTULUNG

Membandingkan suasana hari raya idul adha, Jumat (31/7/2020) kemarin, dengan suasana idul fitri dua bulan sebelumnya, bagi saya tidak mengalami perbedaan yang berarti. Artinya, saya dan keluarga masih dalam kondisi waspada tingkat tinggi.

Satu-satunya kemajuan yang saya alami, pada Jumat kemarin saya ikut salat ied di masjid dekat rumah saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Pada idul fitri yang lalu, jujur saja, saya tidak ikut salat ied.

Saya berani salat ied karena saya sudah sering ikut salat Jumat di masjid tersebut. Menurut pengamatan saya, jemaah masjid beserta pengurus cukup patuh menjalankan protokol kesehatan, yang terlihat dari pengecekan suhu tubuh di depan masjid, tersedianya cairan pencuci tangan, semua jemaah wajib pakai masker, dan ada jarak antar jemaah.

Hanya saja, pada salat Jumat tidak ada jemaah wanita yang ikut, karena memang tidak diwajibkan. Nah, saya sengaja mewanti-wanti istri saya yang juga ingin ikut salat ied, untuk ekstra hati-hati. Soalnya, ini kali pertamanya ia ke masjid lagi, sejak terjadi pandemi Covid-19 di negara kita.

Tidak hanya memakai masker, istri saya juga saya minta memakai sarung tangan. Sehabis salat dan mendengar khutbah, saya bilang ke istri saya agar buru-buru pulang. Tidak perlu bersalaman dengan ibu-ibu yang dikenalnya, apalagi cipika-cipiki. Cukup saling tersenyum saja.

Tentu bukan tanpa alasan saya berlaku demikian. Sampai hari ini, DKI Jakarta masih tergolong rawan. Bahkan, penambahan warga yang terpapar virus corona setiap harinya cenderung mengalami kenaikan.

Jadi, rasanya saya tidak berlebihan menyikapi kondisi yang terjadi dengan penuh kewaspadaan seperti itu. Saya dan istri masih kalah waspada ketimbang beberapa jemaah yang tadi memakai pelindung wajah.

Setelah selesai salat ied, lagi enak-enaknya saya dan istri makan ketupat opor ayam di rumah, tiba-tiba ada telepon masuk dari Payakumbuh, Sumatera Barat, kota kelahiran saya.

Ternyata saudara-saudara saya beserta keluarganya masing-masing, lagi berkumpul di rumah kakak tertua saya. Hanya kakak tertua itu yang sehari-hari tingal di sana. Yang lainnya datang dari Padang serta tiga kota di Riau, yakni Pekanbaru, Duri, dan Dumai.

Sudah terbayang di benak saya, betapa sangat meriah suasana idul adha di rumah kakak saya itu. Ini seperti balas dendam karena pada idul fitri yang lalu, masih dalam kondisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga waktu itu silaturahmi antar saudara hanya melalui video call.

Dari cerita kakak saya, mereka baru saja selesai salat ied di lapangan bola yang tak jauh dari rumah kakak itu. Dan yang membuat saya heran, ternyata salat ied di sana sama sekali tidak mengikuti protokol kesehatan. Banyak jemaah yang tak pakai masker dan jarak antar jemaah sangat rapat sebagaimana halnya salat berjemaah dalam kondisi normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun