Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Renungan di Hari Koperasi, Menghidupkan Kembali Nilai Gotong Royong

12 Juli 2020   00:07 Diperbarui: 12 Juli 2020   09:14 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi logo Koperasi Indonesia | Sumber: Kompas.com

Sebagai contoh, lihatlah koperasi karyawan yang sukses, yang bukan lagi bergerak sekadar menjadi koperasi simpan pinjam atau menjual alat tulis kantor dan kebutuhan harian anggotanya. Sekarang koperasi karyawan, terutama seperti yang terlihat di beberapa BUMN papan atas, sudah menjadi "kendaraan" untuk mendapatkan berbagai proyek dari BUMN tempat anggota koperasi tersebut bekerja.

Jadi ada unsur captive market di balik perkembangan pesat koperasi karyawan yang berbisnis proyek besar itu, yang belum tentu didapatkannya secara fair. Sumber dana koperasi yang terbesar bukan dari simpanan anggota, tapi dari utang ke bank. 

Bayangkan kalau koperasi karyawan yang beranggotakan karyawan dari sebuah bank BUMN, jangan heran melihat perkembangannya yang fantastis. Betapa tidak, koperasi tersebut gampang meminjam ke banknya sendiri, yang sumber pengembaliannya berasal dari keuntungan sehabis mengerjakan order dari banknya sendiri.

Maka pengadaan mobil dinas untuk pejabat bank itupun, ada yang diurus oleh koperasi, tentu dengan harga yang lebih tinggi ketimbang membeli langsung ke dealer mobil. Soalnya, jalur pembeliannya menjadi lebih panjang, yakni dari dealer ke koperasi karyawan, baru kemudian dari koperasi ke banknya sebagai pihak pembeli. 

Kontrak pengadaan barang lain pun, ada pula yang seperti itu. Memang penunjukan koperasi itu berdasarkan tender, tentu ada pesaing lain yang ikut agar tender bisa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Namun pihak vendor yang cerdik akan masuk melalui jalur koperasi karyawan. Akhirnya koperasi menang tender, namun sebetulnya tetap saja yang jadi pemasok pengadaan adalah perusahaan yang telah meminjam "baju" koperasi.

Selain berutang ke banknya sendiri, koperasi karyawan di atas juga menjaring dana dengan menerima deposito dari para anggotanya. Bedakan deposito anggota dengan simpanan anggota yang bersifat wajib. Jika simpanan mendapat SHU secara tahunan kalau koperasi memperoleh laba, pemegang deposito mendapat imbalan bunga yang tetap setiap bulan yang lebih tinggi ketimbang bunga yang ditawarkan bank, tanpa melihat apakah koperasi lagi untung atau rugi.

Kenapa koperasi berani memberikan bunga yang lebih tinggi ketimbang bank? Karena yakin akan dapat proyek besar. Jadi bila deposito di bank suku bunganya katakanlah 6 persen, maka koperasi berani memberikan 8 persen. Toh koperasi tetap merasa lebih hemat dibandingkan dengan meminjam ke banknya sendiri yang terkena bunga 10 persen.

Jelaslah, kehebatan koperasi di atas tidak lagi karena nilai gotong royong anggotanya, namun hanya berupa penggandaan modal semi kapitalis ala korporasi. Korporasi dan koperasi memang mirip ejaan tulisannya, tapi sangat bertolak belakang filosofi bisnis yang dianutnya. 

Apalagi sekarang di sebagian koperasi ada kecenderungan bahwa yang menentukan strategi bisnis bukan lagi para pengurus yang dipilih dari anggota, tapi seorang manajer profesional yang dibayar mahal yang bertindak seperti chief executive officer (CEO) di korporasi. Betul-betul kekuasaan anggota seperti dipreteli.

Maka integritas manajer profesional yang dikontrak koperasi menjadi faktor penting. Bukannya menakut-nakuti, ada sejumlah koperasi yang terlibat kasus investasi bodong. Cikal bakalnya mungkin mirip dengan koperasi yang menjaring deposito di atas. Tapi dalam kasus investasi bodong, tingkat imbalan yang ditawarkan lebih tinggi lagi. Bagi mereka yang bersikap kritis, imbalan tersebut dinilainya sudah tidak logis.

Itulah contoh koperasi yang sudah meninggalkan nilai gotong royong. Ada yang berkembang pesat, tapi gaya bisnisnya relatif sama dengan korporasi. Ada pula yang menjebak masyarakat untuk memasukkan dananya dengan menjanjikan imbalan yang menggiurkan, tapi  ya itu tadi, bodong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun