Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pejabat OJK Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Regulator Dapat Pelajaran Berharga

3 Juli 2020   07:10 Diperbarui: 3 Juli 2020   08:04 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindak lanjut atas kasus Jiwasraya yang sedang diproses oleh pihak Kejaksaan Agung, mulai memperlihatkan kemajuan. Kabar terbaru seperti yang diberitakan Kompas (26/6/2020), kasus ini juga merembet ke pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator. Menarik bahwa seorang pejabat OJK berinisial FH yang sekarang menjadi Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II ditetapkan sebagai tersangka.

Selama ini ada kesan kalau para pejabat yang berasal dari instansi yang tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu proyek atau bukan eksekutor di lapangan, maka nasibnya relatif aman. 

Nah, OJK yang fungsi utamannya membuat kebijakan dan sekaligus juga mengawasi semua lembaga jasa keuangan, termasuk perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, merupakan salah satu instansi yang relatif aman itu. Kalaupun muncul suatu kasus, peran regulator ataupun pengawas, sering hanya sebatas jadi saksi.

Tapi kali ini ceritanya lain. Sebagaimana ditulis Kompas pada edisi besoknya (27/6/2020), FH ketika menjabat Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal OJK, mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP) yang harga sahamnya digelembungkan secara signifikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, keduanya berstatus terdakwa pada kasus Jiwasraya.

Ada lagi pengelolaan investasi khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah digelembungkan Heru dan Benny, juga diketahui FH. Namun berdasarkan fakta yang ditemukan Direktorat Transaksi Efek/Saham (DPTE) OJK dan Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV) OJK, FH tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana itu. 

Alhasil investasi Jiwasraya tetap berjalan. Karena tidak ada sanksi tegas pada tahun 2016, menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai Rp 16,8 triliun, sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP-BPK) 2020.

Ringkasnya, bila pihak regulator yang mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap suatu kesalahan yang fatal karena bisa mendatangkan kerugian besar bagi orang banyak, namun kewenangan itu tidak dilakukannya, maka tentu sudah sepantasnyalah bila dinilai ikut bersalah.

OJK sering disebut sebagai super body mengingat kewenangannya yang luar biasa besar. Jangan-jangan karena itu, ada sebagian oknum OJK yang merasa mereka sebagai untouchable. Maka dengan ditersangkakannya FH, jelas menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi OJK. 

Badan lain yang juga punya kewenangan sebagai regulator tentu juga harus mengambil hikmahnya, seperti Bank Indonesia (BI), meski untuk bidang yang berbeda dengan OJK. Tugas utama BI setelah lahirnya OJK lebih terfokus pada menjaga stabilitas moneter dan mengatur sistem pembayaran.

Bahkan lembaga yang jadi pengawas pun perlu pula senantiasa menjaga sikap profesional dan integritasnya secara konsisten. BPK meskipun bertindak sebagai auditor negara, juga tidak mutlak pasti aman bila ada oknumnya bermain mata dengan instansi yang diperiksa.

Selain BPK, badan lain yang juga berperan dalam pengawasan keuangan adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pada level kementerian juga ada yang bertindak sebagai pengawas yang disebut dengan Inspektorat. 

Atau untuk perusahaan yang berstatus perusahaan publik dalam arti sebagian sahamnya juga dijual di Bursa Efek Indonesia (BEI), setiap tahun wajib pula diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Seperti diketahui, banyak perusahaan milik negara yang juga terdaftar di BEI, sehingga selain dipelototi oleh BPK, juga oleh KAP.

Jiwasraya pun meski belum melantai di BEI, juga rutin diaudit oleh KAP. Sejauh ini belum terbetik berita apakah dalam pemeriksaan yang dilakukan pihak kejaksaan, ada ditemukan kesalahan dari pihak KAP atau tidak.

Yang jelas, jangan sampai pihak auditor terlena dengan status terhormat yang disandangnya. Jika pelaksanaan audit dilakukan tidak dengan cara semestinya karena sudah ada kesepakatan di bawah tangan dengan pihak yang diaudit, harusnya juga menerima hukuman yang setimpal.

Sebetulnya baik pihak regulator maupun pihak pengawas, bukan steril dari jerat hukuman. Jika ditelusuri pada masa-masa sebelumnya, sudah ada juga beberapa pejabat tinggi dari instansi yang disebutkan di atas, yang masuk penjara. Termasuk orang nomor satu di BI, Syahril Sabirin, pernah lama menginap di hotel prodeo itu.

Hanya saja karena jarang terjadi, anggapan masyarakat, pihak regulator relatif aman dalam bertugas. Seolah-olah regulator hanya sebatas menyusun kebijakan, dan tidak terlibat sama sekali dalam pelaksanaan di lapangan. Padahal bisa saja kebijakan yang dikeluarkannya sengaja memberi celah yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu.

Demikian pula pihak pengawas, bisa saja berdalih ketika mereka mengaudit, semuanya terlihat baik-baik saja. Bahwa kemudian berkembang menjadi kasus tersendiri, itu soal lain. Padahal mungkin sudah terlihat tanda-tanda ke arah akan menjadi kasus, tapi didiamkan saja, karena dapat hadiah tutup mulut.

Bahkan para aparat penegak hukum juga tidak steril, tetap masih saja ada oknum polisi, oknum jaksa, oknum hakim, dan sebagainya, yang akhirnya diproses oleh koleganya sendiri. Mungkin ada yang tidak ketahuan sehingga tetap selamat, namun yang kemudian dijatuhi hukuman, juga sudah pernah terjadi. 

Yang selamat di dunia bukan berarti lepas sama sekali dari pertanggungjawaban. Terlepas dari apapun agama yang dianutnya, keterlibatan dalam kasus korupsi merupakan dosa yang kelak di akhirat akan mendapatkan balasan berupa siksaan yang sangat mengerikan. Lagi pula harta hasil korupsi tidak akan membawa berkah.

Jadi, di manapun seseorang bekerja, termasuk sebagai regulator dan pengawas, haruslah tetap mematuhi semua ketentuan yang berlaku. Tidak bersekongkol dengan koruptor. Atau katakanlah tidak ada persekongkolan, tapi membiarkan terjadinya korupsi, jelas perbuatan yang salah.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun