Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bank BUMN Akan Pangkas 50 Persen Kantor Cabang, Bakal PHK Massal?

15 Juni 2020   07:00 Diperbarui: 15 Juni 2020   07:06 12286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartika Wirjoatmodjo, Wamen BUMN (inews.id)

Di balik musibah ada berkah, itu ungkapan yang paling pas untuk menggambarkan apa yang terjadi pada bisnis perbankan di negara kita saat pandemi Covid-19 sekarang ini. Bahwa banyak bank yang mengalami penurunan kinerja, sudah terbukti bila kita mengamati laporan keuangan beberapa bank periode triwulan pertama tahun ini, yang telah dipublikasikan melalui media cetak tertentu.

"Hantu" kredit macet menjadi biang kerok penurunan kinerja itu. Seperti diketahui, bank adalah lembaga perantara antara masyarakat yang punya kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana. Yang kelebihan dana akan menyimpan uang di bank, dan mendapatkan imbalan berupa bunga atau bagi hasil, sedangkan yang kekurangan dana akan meminjam dari bank dengan kewajiban membayar bunga atau bagi hasil.

Tentu saja untuk menyimpan uang di bank, tidak banyak persyaratannya, yang penting punya kartu identitas yang jelas dan valid. Namun untuk meminjam, bank akan meneliti sebelumnya, apakah si calon peminjam dapat dipercaya dan apakah diperkirakan akan mampu mengembalikannya ke bank.

Nah, meskipun sebelumnya si peminjam sudah diteliti, tetap saja ada hal yang terjadi di luar dugaan pihak bank, termasuk terjadinya pandemi sekarang ini. Bila gara-gara pandemi para peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya ke bank, tentu saja bank akan mengalami kerugian.

Di satu pihak pendapatan bunga dari peminjam tidak masuk, sementara di pihak lain bank harus tetap membayar bunga kepada para penyimpan. Kemudian, karena pokok pinjaman belum dikembalikan nasabah peminjam ke bank, membuat bank mengalami kesulitan likuiditas.

Tak perlu kita pertanyakan kenapa nasabah peminjam tidak mampu mengembalikan kreditnya ke bank. Terlepas dari kemungkinan adanya oknum bank yang main mata dengan nasabah, secara umum sudah terlihat bahwa saat ini terjadi kelesuan dalam perekonomian, sehingga kucuran dana dari bank bagi peminjam yang punya bisnis, mungkin masih terbenam dalam persediaan barang yang belum terjual.

Namun, tidak semua cerita perbankan merupakan cerita sendu. Salah satu kabar yang menggembirakan adalah dalam melayani transaksi bagi masyarakat, transaksi secara elektronik sudah mendominasi, dan dengan sendirinya transaksi yang terjadi di kantor bank sudah jauh berkurang. Tentu ini berkaitan dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat masyarakat harus stay at home. 

Jangankan ke kantor bank, ke anjungan tunai mandiri (ATM) pun mulai berkurang peminatnya, karena tetap saja berarti si nasabah harus keluar rumah. Yang bisa dilakukan dari rumah adalah mobile banking, internet banking atau transaksi mengunakan e-money dan aplikasi lainnya yang ada di telpon pintar.

Dari kajian yang dilakukan beberapa bank, khususnya bank-bank milik negara, meskipun nanti PSBB tidak lagi diberlakukan, nasabah yang mulai terbiasa dengan kenyamanan, kemudahan, dan kecepatan bertransaksi tanpa ke kantor bank atau ATM, akan tetap dominan. 

Maka terbetiklah berita bahwa 4 bank milik negara, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN), siap-siap memangkas 50 persen dari kantor cabang yang ada sekarang. Hal ini dapat ditelusuri dari berita inews.id (20/5/2020) lalu, di mana pemangkasan kantor cabang itu berdasarkan saran Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (Wamen BUMN), Kartiko Wirjoatmodjo.

Kartiko melihat keberadaan kantor cabang di era new normal perlu dikaji kembali, karena tantangannya sudah berubah mengingat kebiasaan masyarakat yang banyak bertransaksi secara elektronik. Dengan demikian, lanjut Kartiko, kemungkinan setelah pandemi Covid-19, kantor-kantor cabang 50 persen tidak diperlukan lagi.

Bahwa kebiasaan masyarakat dalam berhubungan dengan bank telah berubah dibenarkan oleh Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo. Transaksi internet dan mobile banking BRI selama Januari hingga April 2020 ini mengalami peningkatan sekitar 60 persen. 

Pengalaman BNI juga sejalan dengan permintaan Wamen BUMN di atas. Hal ini tergambar dari berita kompas.com (26/5/2020) yang memuat pernyataan Wakil Direktur Utama BNI Anggoro Eko Cahyo. Disebutkan bahwa BNI mengimplementasikan berbagai strategi dan inovasi berdasarkan perubahan perilaku, cara berinteraksi, berkomunikasi, dan bertransaksi nasabah.

BNI akan segera mengubah outlet konvensional menjadi outlet digital guna memaksimalkan pelaksanaan new normal. Manajemen BNI sangat yakin karena melihat telah terjadi lonjakan transaksi yang signifikan pada outlet digitalnya selama triwulan 1 2020 jika dibandingkan dengan triwulan 1 tahun lalu.

Memangkas kantor cabang, di satu sisi jelas akan sangat besar pengaruhnya, karena memberikan penghematan bagi masing-masing bank. Biaya listrik, biaya administrasi, biaya perawatan gedung kantor, akan berkurang jauh. Jika gedung tersebut disewa, maka anggaran biaya sewa akan menurun tajam. 

Apabila gedung tersebut milik sendiri, bisa menjadi sumber pendapatan baru bila disewakan ke pihak lain. Atau akan menerima uang masuk yang relatif besar, bila kantor-kantor itu dijual.

Masalahnya, dilihat dari sisi lain, terutama dari pandangan para karyawan dan keluarganya, menimbulkan pertanyaan, apakah pemangkasan kantor secara besar-besaran itu sekaligus berarti akan ada PHK massal?

Bisa jadi istilah PHK akan sangat tabu bagi perusahaan milik negara. Bukankah mengurusi para pekerja yang telah di-PHK oleh perusahan swasta selama pandemi ini, konon berjumlah sekitar 4 juta orang, sudah bikin pusing pemerintah?

Namun, bila memang kantor cabang mau dipangkas separuhnya, mau dikemanakan para pegawai di kantor-kantor yang dipangkas itu? Maka memberikan program jabat tangan emas (golden handshake) dengan memberi iming-iming sejumlah uang yang besar, jauh di atas ketentuan Menteri Tenaga Kerja terkait kewajiban perusahaan yang mem-PHK karyawannya, bukan tidak mungkin menjadi pilihan bagi manajemen bank BUMN.

Biasanya para pegawai yang ditawari program jabat tangan emas itu akan tergiur, merasa akan mampu berinvestasi dari uang yang diterima. Tapi dari pengalaman saat krisis moneter 1998 dulu, banyak di antara mereka yang dapat rezeki nomplok itu, dalam waktu relatif singkat sudah tak berbekas lagi uangnya.

Maka terhadap rencana bank-bank milik negara tersebut, sebaiknya tidak dilakukan secara drastis, mungkin bisa dimulai cukup dengan memangkas 5 persen kantor cabang saja. Itupun sebaiknya di kota-kota besar yang memang selama ini sebuah bank bisa punya kantor yang berdekatan jaraknya. 

Terhadap karyawan di cabang yang terkena pemangkasan itu, diberikan pelatihan agar mampu bekerja menggarap bisnis perbankan lainnya yang selama ini belum tergarap secara maksimal, seperti membiayai para pelaku usaha di bidang pertanian, perikanan, sektor ekonomi kreatif, dan sebagainya.

Jangan buru-buru main pangkas saja, karena kantor bank konvensional tetap perlu, mengingat ada transaksi tertentu yang lebih efektif kalau dilakukan dengan pertemuan langsung antara nasabah dan petugas bank. Misalnya untuk transaksi besar yang melibatkan uang di atas ratusan juta rupiah, banyak nasabah merasa lebih aman dilakukan di hadapan teller bank.

Demikian pula dalam penandatanganan perjanjian kredit, pihak bank merasa aman bila si peminjam datang langsung ke kantor. Apalagi dalam ketentuan saat ini, kekuatan hukum dari dokumen yang di-scan dan tanda tangan elektronik dalam suatu perjanjian, masih belum begitu jelas.

Kesimpulannya, perlu pertimbangan yang lebih matang dan memperhatikan semua aspek, bila Kementerian BUMN tetap menghendaki bank-bank milik negara memangkas separuh kantor cabangnya. Tentu kepentingan karyawan harus mendapat perhatian khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun