Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membangun Relasi Pertemanan, Jangan Terpaku dengan Pandangan Pertama

11 April 2020   00:07 Diperbarui: 11 April 2020   18:15 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pandangan pertama (Sumber: www.zoosk.com)

Melakukan social distancing bukan berarti hubungan sosial kita dengan para para sahabat menjadi berkurang. Bertemu secara langsung tentu sulit dilakukan, namun pertemanan melalui dunia maya malah akan meningkat frekuensinya sebagai pengisi waktu di rumah.

Begitulah, akhir-akhir ini saya mulai agak aktif mencermati berbagai pesan baik berupa narasi, gambar, foto, atau video yang bersliweran di berbagai grup media sosial yang saya ikuti. Sebelumnya saya lebih sering sebagai peserta pasif saja.

Sebagai contoh, saya jadi punya waktu untuk menelusuri profile picture dari semua anggota grup WhatsApp (WA) teman kuliah saya satu angkatan dulu. Saya juga rajin melihat foto-foto di akun Facebook beberapa teman.

Terlepas dari berbagai dampak negatifnya dalam menduplikasi berita hoax atau bahkan dalam memecah belah masyarakat, bagi saya sendiri kehadiran media sosial sangat berarti. Pertemanan saya dengan beberapa teman sekolah atau kuliah yang puluhan tahun tidak bertemu, tersambung kembali.

Tentu saja informasi tentang teman-teman lama yang saya telusuri itu adalah teman-teman yang masih saya ingat dengan baik, namanya, kelakuannya, dan wajahnya saat remaja dulu.

Biasannya teman-teman yang punya sesuatu yang menonjol akan selalu kita ingat. Misalnya yang wajahnya cakep atau ganteng, yang pintar karena sering juara kelas, yang kaya karena sering mentraktir teman-teman, yang jago main basket, yang pemain band sekolah, yang penyanyi, yang penari, yang pintar ngaji, yang tukang berantem, dan sebagainya.

Demikianlah, ada seorang cewek cakep, "bunga" di kelas saya dulu, saya lihat foto-fotonya di media sosial, tapi sangat sedikit. Hanya foto di profil WA-nya yang lumayan jelas. Gak tahu itu foto kapan, yang jelas masih terlihat cakep, jauh lebih muda dari usianya sesungguhnya.

Saya beranikan diri memulai chatting duluan, melalui japri, bukan di grup WA yang kami sama-sama anggotanya. Bukan gombal, saya tak tahan, langsung saja memuji kecantikannya setelah ia membalas salam yang saya layangkan.

Ia langsung membalas dengan emoji orang tertawa, sambil berkomentar bahwa foto itu bisa menipu. Tapi setelah itu, dalam beberapa kali kesempatan yang terpisah, obrolan kami malah lebih banyak kepada hal lain, terutama menyangkut nilai-nilai kehidupan, baik dari kacamata sosial maupun agama.

Saya sungguh salah duga. Saya terlanjur punya penilaian bahwa wanita cakep biasanya lebih suka berbicara tentang fashion, traveling, dunia artis dan sosialita, atau sejenis itu. Ternyata yang ini tidak, ia seolah megajarkan kepada saya sesuatu yang lebih filosofis.

Ada lagi kisah chatting saya dengan salah seorang teman kuliah, bukan cewek, masak chatting dengan cewek saja, istri saya bisa sewot. Teman ini orangnya pintar, kaya, alim, dan ganteng. Tak heran ia sering dikerubungi cewek-cewek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun