Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghadiri Undangan Resepsi Pernikahan, Apa yang Dirindukan?

23 Juli 2020   08:09 Diperbarui: 23 Juli 2020   09:31 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Winnetnews.com

Alhamdulillah meskipun hanya lewat WhatsApp, saya menerima undangan dari seorang teman yang akan menikahkan anaknya. Saya pikir teman tersebut sudah lupa dengan saya, karena sudah lumayan lama kami tidak bertemu, mungkin sudah lebih dari 20 tahun.

Sejak maraknya pertemanan melalui grup media sosial, teman-teman yang puluhan tahun tidak bertemu pun, bisa kembali terhubung, meskipun melalui dunia maya. Toh tinggal diatur saja waktunya, bila ingin kopi darat, alias bertemu di dunia nyata.

Terlepas dari tertundanya acara resepsi pernikahan tersebut yang harusnya berlangsung di awal Juli 2020 ini, dan akhirnya diundur karena memenuhi kebijakan pemerintah yang  masih melarang acara resepsi pernikahan, saya  menganggap penting undangan tersebut.

Mungkin saja awalnya, pihak pengundang memperkirakan pada bulan Juli sudah tidak ada pembatasan sosial. Ternyata, meskipun diganti dengan istilah new normal, untuk acara resepsi pernikahan di sebuah gedung, masih belum memungkinkan. Meskipun demikian, pelaksanaan akad nikah yang dihadiri orang yang sangat sedikit, sudah banyak terdengar.

Bukan semata-mata gara-gara pandemi Covid-19 saja, saya memang sudah relatif jarang berkumpul dengan teman-teman, baik teman kuliah maupun teman sesama memulai karir di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Khusus dengan teman-teman kerja, saya dapat memaklumi. Setelah saya tidak lagi punya jabatan tertentu, dan label pensiunan melekat pada diri saya, maka tentu saja sudah konsekuensinya jarang menerima undangan. Diakui atau tidak, sebagian tamu yang diundang di acara seperti resepsi pernikahan adalah karena jabatan yang disandang, bukan karena individunya.

Buktinya, mereka yang punya jabatan tertentu akan diperlakukan secara istimewa pada resepsi pernikahan. Mereka mendapat pengawalan khusus, sehingga begitu datang bisa langsung tidak ikut barisan yang mengantre panjang, untuk memberikan ucapan selamat kepada pasangan pengantin dan pasangan orang tua pengantin.

Tempat menikmati makanan bagi para tamu VIP tersebut juga dilokalisir secara khusus. Sedangkan tamu biasa, setelah kaki pegal mengantre buat bersalaman, harus antre lagi untuk mendapatkan sepiring makanan, bahkan dengan risiko kehabisan.

Sebetulnya meskipun saya sudah pensiun, hingga sekarang masih tetap bekerja di BUMN "sebelah", masih satu jenis dengan BUMN tempat saya yang dulu. Hanya saja, status saya sebagai tenaga part time, sehingga jelas bukan posisi yang bergengsi untuk sering mendapat undangan resepsi pernikahan.

Makanya, karena saya merasa sudah terlupakan oleh banyak teman-teman lama, menerima undangan resepsi pernikahan sungguh menjadi hal yang membahagiakan saya. Yang paling saya rindukan di acara seperti itu, seperti yang sering saya alami, adalah bersilaturahmi dengan banyak sahabat yang sudah lama tidak bertemu.

Saling menyalami, bahkan berlanjut dengan cipika cipiki, dan tentu saja kemudian terlibat dalam pembicaraan akrab diselingi berhaha-hihi, menjadi penghias suasana bila sudah bertemu teman-teman lama.

Masalahnya faktor usia memang tidak dapat ditipu. Adakalanya saya langsung kagok bertemu teman yang seharusnya saya ingat namanya, namun tiba-tiba saja saya bingung, kok bisa lupa?

Sebagai contoh, terakhir acara resepsi yang saya hadiri berlangsung di awal Maret 2020 lalu. Ketika itu, Kristanto, teman satu angkatan saya saat diterima bekerja, yang tentu saja ia juga sudah pensiun, terlihat melambaikan tangan ke arah saya yang lagi menikmati kudapan siomay, makanan kesukaan saya.

Tapi rasa malu saya agak terbantu, karena Kris, demikian panggilan teman saya itu, mungkin juga lupa dengan nama saya. Buktinya selama terlibat bertukar cerita tentang aktivitas sehari-hari, ia tak sekalipun menyebut nama saya. Sehingga saya pun juga, meskipun tetap penasaran dalam hati kok tidak ingat namanya, tidak sekalipun pula menyebut namanya. Ya iyalah, namanya juga lupa. 

Padahal, standar saya dalam berkomunikasi dengan teman, selalu menyebutkan namanya. Tidak nyaman bagi saya kalau hanya menyebut kata panggilan sekadar "pak" atau "mas" saja, selalu disambung dengan nama seseorang.

Setelah lama memeras otak dan tetap masih lupa, akhirnya saya berbisik bertanya pada seorang teman lama yang lain, yang dulu pernah satu divisi dengan Kris. Barulah saya tahu lagi namanya, tapi kami sudah berdiri berjauhan, tidak mungkin untuk saling menegur lagi.

Kris bukan satu-satunya yang saya lupa. Beberapa teman yang masih berusia muda, lebih tepatnya mantan anak buah, karena saya pernah menjadi atasan mereka, juga beberapa tidak mampu saya ingat namanya. Ada juga yang saya dengan meyakinkan menyebut satu nama, ternyata keliru, bukan itu namanya. Untuk kekeliruan seperti itu, saya jujur saja mengakui kesalahan dan segera minta maaf.

Penderitaan saya soal lupa dengan nama seseorang belum berkahir. Selesai acara resepsi, saat berjalan di area parkir kendaraan, tiba-tiba dari belakang ada mobil yang lewat di depan saya. Si pengemudinya berhenti, membuka kaca dan menyapa ramah; "Pak Irwan sudah mau pulang ya?" tanyanya.

Mendapat "serangan  mendadak" begitu, membuat saya gelagapan. Tapi saya tutupi sapaannya dengan tak kalah ramah, namun tanpa menyebut namanya. Soalnya nama yang terlintas di benak saya adalah Jajang.  Masalahnya saya kurang yakin, mungkin  bukan Jajang, meskipun seingat saya namanya mengandung huruf "j". Baru 5 menit setelah itu saya ingat namanya, Fajar. Tapi ia sudah tidak di depan mata saya lagi

Kembali ke soal acara resepsi pernikahan, menurut saya memang bijak bila yang punya hajat menunda, bahkan bisa pula membatalkan, acara resepsi. Namun demikian, seharusnya tidak ada penundaan bagi niat baik sepasang calon suami istri untuk melaksanakan akad nikah.

Bagi saya sendiri, apa boleh buat, kerinduan saya untuk bertemu sahabat lama dalam acara resepsi pernikahan, harus saya tahan dulu. Kalaupun undangan resepsi yang saya terima tidak ditunda, pasti saya akan dag dig dug juga untuk menghadirinya. Pandemi Covid-19 masih menghantui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun