Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bila KPK Lemah, Kita Kembali ke Zaman "Jahiliah"?

8 September 2019   08:36 Diperbarui: 8 September 2019   08:46 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebetulan saja saya cukup lama bekerja di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang keuangan. Saya bisa menyaksikan bagaimana kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah banyak mengubah budaya kerja di tempat saya berkantor.

KPK berdiri tahun 2002. Ketika itu saya telah belasan tahun bekerja sehingga cukup hafal budaya "kekeluargaan" yang sering menjadi kebanggaan bagi senior-senior saya. 

Kemudian setelah itu, memang tidak langsung begitu KPK berdiri langsung berubah, mungkin mulai sekitar tahun 2005, budaya kekeluargaan yang tadinya dalam tanda petik, sudah tak perlu pakai tanda baca seperti itu lagi.

Baiklah, fokus tulisan ini adalah memberi contoh perbedaan antara "kekeluargaan" dan kekeluargaan (tanpa tanda petik), agar jelas perbedaan yang saya maksud.

Suatu kali saya yang merupakan staf baru di kantor pusat mendapatkan kesempatan pertama kalinya untuk melakukan perjalanan dinas ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1988. 

Saya berada dalam satu rombongan dengan seorang staf senior dan seorang kepala bagian yang sekaligus bertindak sebagai kepala rombongan.

Ceritanya kami membantu memperbaiki beberapa kekeliruan dalam pembukuan di kantor cabang setempat. Tapi sang kepala rombongan hanya nongol di pagi hari pertama menjelaskan tujuan kedatangan kepada kepala cabang, dan di sore hari ketiga saat pamit karena pekerjaan telah selesai.

Saya tidak tahu ke mana saja sang kepala rombongan kelayapan, yang sibuk bekerja memang hanya saya dan si staf senior. Yang jelas saat pamit beliau muncul lagi. Kepala cabang mengucapkan terimakasih, sekaligus masing-masing kami mendapat sebuah map.

Karena saya terlihat ragu menerima map, sang kepala rombongan memberi kode agar saya menerima. Pas di mobil yang mengantar kami ke hotel, saya diceramahi oleh si bos tentang nilai-nilai kekeluargaan yang berlaku di perusahaan. Pemberian map, yang ternyata berisi amplop, adalah bagian dari budaya itu.

Atas nama kekeluargaan pula saya dan teman-teman satu angkatan yang tersebar di beberapa divisi di kantor pusat, mengumpulkan sedikit uang buat diberikan ke juru ketik di Divisi Sumber Daya Manusia, agar surat keputusan pengangkatan kami sebagai pegawai tetap dapat dipercepat. 

Sebetulnya tentang pengangkatan pegawai tetap tersebut sudah disetujui Direksi, tapi baru berupa disposisi atas surat dari Divisi SDM. Proses berikutnya harus diketik dalam format surat keputusan secara individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun