Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan featured

Teks Proklamasi, Tulisan Bung Karno Dibuang ke Keranjang Sampah dan Pembacaan Tanpa Rekaman

20 Agustus 2019   14:28 Diperbarui: 17 Agustus 2021   06:33 3474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu  anda sering mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan teks proklamasi. Tak perlu diragukan keasliannya, maksudnya rekaman itu memang asli suara Bung Karno dengan warna suaranya yang khas seorang orator ulung itu.

Tapi tahukah anda bahwa rekaman itu bukan dibuat pada saat pembacaan teks proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman rumah kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat?Saat itu tak ada yang merekam dalam bentuk suara ataupun film atas kejadian yang sangat bersejarah itu. Masih beruntung ada seorang juru foto, meski terkesan dadakan, yang berhasil mendokumentasikannya. Juru foto tersebut adalah Frans Mendur.

Frans yang merupakan wartawan foto Asia Raya itu sungguh sangat berjasa karena dengan bantuan 3 buah foto hasil karyanya, karena memang yang tersedia di tangannya hanya ada 3 plat film (belum ada rol film saat itu), berita tentang kemerdekaan Republik Indonesia bisa tersebar tidak saja di nusantara tapi juga ke belahan dunia lain.

Jangan bayangkan pembacaan teks proklamasi itu seperti upacara di era sekarang yang penuh acara protokoler dan ada master of ceremony (MC)-nya. Meskipun di Jakarta ketika itu telah ada beberapa surat kabar, namun wartawan foto yang tahu acara yang bersifat spontan itu (makanya tidak berlangsung di Lapangan Ikada, tapi di halaman rumah Bung Karno), hanya Frans Mendur saja.

dok. tribunnews.com
dok. tribunnews.com
Nah, kalau begitu, rekaman suara Bung Karno membacakan teks proklamasi yang sering kita dengar itu kapan direkamnya? Ternyata setelah disadari pentingnya rekaman suara, baru saat Bung Karno membacakan teks proklamasi saat peringatan HUT ke-5 Kemerdekaan RI, ada yang melakukan perekaman suara.

Makanya rekaman itu punya sedikit perbedaan dengan teks yang diketik Sayuti Melik. Pada teks tertulis "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05", sedangkan pada rekaman suara sudah menggunakan sistem penanggalan yang sudah dibakukan waktu itu, yakni "Djakarta, 17 Agustus 1945". Tahun 1945 bertepatan dengan tahun 2605 pada sistem penanggalan Jepang.

Sebelum teks diketik, Bung Karno sudah membuat naskah proklamasi berbentuk tulisan tangan, masih berupa draft karena ada coretannya. Teks ini hasil pemikiran Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Subardjo.

Hanya saja, setelah diketik oleh Sayuti Melik, ia langsung meremas kertas berisi tulisan Bung Karno tersebut dan membuangnya ke keranjang sampah. Mungkin Sayuti berpikir, buat apa lagi kertas tersebut, toh sudah ada yang hasil ketikan.

Untunglah seorang anak muda, B.M. Diah, melihatnya dan memungut "sampah" tersebut dan menyimpan di buku catatannya. Justru dari tulisan tangan yang disimpan rapi oleh B.M. Diah tersebut, keautentikan teks proklamasi tidak diragukan lagi. 

Teks ini baru diserahkan B.M. Diah pada pemerintah pada tahun 1992. B.M. Diah adalah tokoh pers nasional, pendiri Harian Merdeka yang terbit mulai 1 Oktober 1945, dan tak heran kalau ia sangat menghargai dokumen sejarah.

Nah, semua kisah di atas, secara lebih lengkap lagi bisa diperoleh di sebuah gedung, atau lebih tepat disebut rumah, dengan arsitektur bergaya Eropa yang menawan di Jalan Imam Bonjol, tak jauh dari taman Suropati, Jakarta Pusat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun