Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Keseharian Seorang Pedagang Ketupat Sayur

16 Desember 2018   07:46 Diperbarui: 16 Desember 2018   07:54 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu (15/12/2018) sekitar jam 6.30 pagi, kebetulan saya lagi melewati kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, sambil celingak celinguk melihat apakah ada pedagang makanan yang sudah menggelar dagangannya untuk disantap buat sarapan. 

Beberapa pedagang bubur ayam sudah ada yang mangkal di emperan toko. Tapi saya kebetulan kurang suka bubur ayam. Menurut saya bubur ayam terlalu enteng dan kurang nendang di perut.

Nah, setelah itu ketemulah yang saya cari, ketupat sayur dengan masakan Padang. Segera saya menepi, memesan satu porsi lontong sayur dan duduk di teras sebuah toko yang masih tutup. 

Ternyata pedagangnya cukup ramah dan senang diajak ngobrol. Sebagai orang Minang, tentu saja saya menggunakan bahasa ibu tersebut sekalian biar tahu pedagang tersebut orang Minang atau bukan. Soalnya saya sering kecele, di Jakarta sekarang banyak pedagang Nasi Padang yang bukan orang Minang.

Dasar saya bukan seorang wartawan, satu hal yang paling penting justru terlupakan, yaitu menanyakan siapa nama pedagang tersebut. Maka untuk kepentingan tulisan ini saya terpaksa memakai nama Pak KSP, singkatan dari Ketupat Sayur Padang.

Di usianya yang sudah 61 tahun, lelaki asal Tabing, sebuah kecamatan di kota Padang, tempat dulu terletak bandara sebelum dipindahkan ke Bandara Internasional Minangkabau, Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, terlihat masih energik.

Makanya saya percaya begitu Pak KSP bercerita kegiatan kesehariannya. Setiap pagi ia bangun jam 02.30 dini hari, berbelanja bahan untuk dimasak di Pasar Kramat Jati, pasar sayur yang justru hidup sepanjang malam.

Kebetulan ia tinggal dekat dari pasar Kramat Jati, sehingga tak lama setelah itu bahan-bahan tersebut langsung dimasak. Setelah salat subuh, ia sudah menyiapkan gerobaknya untuk mangkal di depan sebuah toko.

Ketupat sejumlah sekitar 70 buah ditambah puluhan butir telur rebus yang sudah dimasukkan dalam gulai nangka, puluhan potong bakwan, dan puluhan gelas air dalam kemasan, rata-rata jam 10 pagi sudah habis dibeli pelanggannya. Bahkan kalau di hari Sabtu-Minggu bisa habis lebih awal.

Seporsi ketupat sayur dijual dengan harga Rp 10.000, itu belum masuk harga air mineral dan makanan tambahan. Tapi dengan kondisi seperti itu diperkirakan setiap hari Pak KSP bisa menangguk keuntungan sekitar Rp 200.000 sampai Rp 250.000.

Setelah itu barulah ia bisa beristirahat sebentar, namun sorenya akan membantu anak lelakinya yang berjualan Sate Padang juga di  Kramat Jati. Tentu kalau sang anak berjualan sampai jam 11 malam, Pak KSP tidak menemani sampai larut karena dini hari besoknya siklus kesehariannya akan dimulai lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun