Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kapan Kota Besar di Indonesia Menjadi Tujuan Wisata Utama?

29 November 2017   15:05 Diperbarui: 29 November 2017   18:23 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandara Silangit, Sumatera Utara (dok.finance.detik.com)

Banyak pengamat yang memperkirakan bahwa masa depan perekonomian kita terletak pada sektor pariwisata. Pemerintah sekarang di bawah komando Presiden Jokowi amat menyadari hal itu. Makanya pembangunan infrastruktur digenjot habis-habisan antara lain agar konektivitas antar kawasan di tanah air dapat terealisir.

Jangan heran kalau sekarang sudah tersedia penerbangan langsung dari Jakarta ke Malang, Banyuwangi, Labuaan Bajo, Silangit, dan berbagai destinasi wisata lainnya. Jadi kalau mau ke Banyuwangi tidak usah lewat Surabaya, ke Pulau Komodo (dekat dari Labuan Bajo) tidak usah lewat Denpasar, dan ke Danau Toba (dekat Silangit) tidak usah lewat Medan.

Pada level wisatawan asing, sejak beberapa tahun terakhir ini pelancong dari Singapura dan Kuala Lumpur lebih suka langsung ke Bandung, karena konon mereka merasa kurang nyaman dengan semrawut ibukota bila lewat Jakarta. Wisatawan dari Cina bisa langsung ke Manado tanpa lewat Jakarta. Jauh sebelumnya Bali lebih terkenal dari Jakarta karena sudah banyak direct flightdari berbagai kota dunia. Sehingga sering ada anekdot dari turis asing: Indonesia itu sebelah mananya Bali?

Siapa tahu kalau bandara di Toraja telah diperluas, bisa dicapai secara langsung dari Jakarta  tanpa lewat Makassar, jangan-jangan Pantai Losari yang menjadi jualan pariwisata Makassar akan berkurang pengunjungnya. Masih banyak obyek eksotik di negara kita yang butuh berpindah moda transportasi dulu, baru sampai di tujuan, seperti Raja Ampat di Papua Barat, Pulau Derawan di Kalimantan Timur, atau Wakatobi di Sulawesi Tenggara.

Tentu saja dengan mulai terbukanya akses ke beberapa tujuan wisata secara langsung, pantas kita syukuri. Tapi adakalanya terpikir juga, apa jadinya pariwisata di kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau Medan, bila tidak lagi menjadi hub. Padahal di luar negeri, kota-kota besarnya justru menjadi obyek utama selain ada juga obyek di luar kota. 

New York, London, Paris, Amsterdam, Praha, Tokyo, Beijing, Shanghai, Kuala Lumpur, Bangkok, Sydney, sekadar menyebut beberapa contoh, adalah kota wisata, di samping juga pusat bisnis dan atau pusat pemerintahan. Tentu tidak bisa dibandingkan dengan negara kota seperti Singapura, karena di sana tidak ada daerah luar kota.

Kapan kita bisa melihat Kawasan Kota Tua atau Monas di Jakarta dijubeli wisatawan asing yang "muntah" dari puluhan bis-bis pariwisata? Sekarang bis-bis tersebut baru banyak memuntahkan anak-anak sekolah dari Jawa Barat atau Jawa Tengah yang lagi berdarmawisata, dengan memakai pakaian seragam, mengapit buku tipis dan pulpen buat mencatat penjelasan pemandu wisata. 

Gak usah jauh-jauh membandingkan dengan Paris, di mana sejak satu atau dua jam sebelum dibuka, yang mau naik Menara Eiffel sudah mengular antriannya. Cukup melihat ke Kuala Lumpur, di mana banyak bas persiaran (istilah Malaysia untuk bus pariwisata) diisi oleh wisatawan dari luar Malaysia (banyak juga yang dari Indonesia) yang ingin menikmati Menara Kembar Petronas atau makan-makan di Kawasan Bukit Bintang, sebelum besoknya baru ke luar kota seperti Malaka atau ke Genting Highland.

Lalu dalam lingkup nasional, bila wisatawan dari ibukota langsung terbang ke Silangit untuk berlibur di Danau Toba, maka Medan harusnya bisa merayu, agar baliknya jangan langsung ke Jakarta, tapi via Medan. Tapi obyek wisatanya harus dipercantik dulu. Tidak hanya sekadar melihat Istana Maimun lalu makan durian di Ucok Durian.

Hotel memang bertumbuhan di banyak kota di Indonesia. Namun yang menginap di kota besar lebih banyak untuk urusan dinas, bisnis, atau keluarga. Barangkali wisata bernuansa kota yang cukup menjanjikan baru terlihat di Bandung, Yogyakarta, Malang, dan Batam. Justru di tiga kota terbesar, Jakarta, Surabaya, dan Medan, masih banyak yang perlu dibenahi.

Revitalisasi gedung-gedung peninggalan kolonial di kawasan kota tua Jakarta, meski sebagian sudah oke, gedung yang lain perlu dipercepat penyelesaiannya. Lalu perbanyak event kesenian, pameran, atau parade budaya, yang dikemas dalam paket promosi yang menarik bagi wisatawan asing. Hal ini diharapkan bisa sebagai salah satu cara untuk  mengangkat citra pariwisata di ibukota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun