Kompas hari ini mengulas tentang warisan budaya nasional. Ulasan ini berkaitan dengan perayaan penetapan 121 jenis Warisan Budaya Tak Benda Nasional di Gedung Kesenian Jakarta tanggal 20 Oktober yang lalu.Â
Sebagai catatan, Â pada tahun 2013 telah ditetapkan 77 warisan serupa dan 96 warisan di tahun 2014. Langkah berikutnya adalah, warisan budaya tak benda nasional bisa didaftarkan menjadi warisan dunia di UNESCO.
Untuk tahun ini, 121 warisan tersebut berasal dari 34 provinsi. Artinya tak  ada provinsi yang tak punya warisan budaya. Mulai dari Tari Rapa'i Geleng dari Aceh sampai Koteka dari Papua. Bali menjadi provinsi terbanyak dengan 12 warisan. Namun ada 5 provinsi yang hanya punya 1 warisan yang ditetapkan tahun ini, yakni Ukir Jepara (Jateng), Ayam Taliwang (NTB), Tari Linda (Sultra), Musik Bia (Sulut) dan Pepeda (Papua Barat).
Kebanyakan warisan budaya tak benda tersebut berupa tarian, musik, pertunjukan, upacara, pakaian, kain, ukiran, rumah, dan makanan. Tentu semuanya yang bersifat tradisional. Setelah warisan tersebut ditetapkan, maka harus dilestarikan. Pelestarian bukanlah bersifat statis, tapi dapat dikembangkan dan dimajukan seperti yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 32 dan penjelasannya.
Saat ini tercatat sekitar 6.000 karya budaya se Indonesia. Namun, seperti yang ditulis Kompas, dicatat saja tidak cukup. Butuh kajian, verifikasi, serta dicari penutur aslinya dan ditelusuri sejarahnya.Â
Hal tersebut di atas perlu langkah cepat sebelum keburu punah. Di lain pihak, remaja sekarang tidak mungkin menghindar dari budaya global modern yang berkiblat ke Eropa, Amerika,.dan mulai disusupi oleh Jepang dan Korea. Mengawinkan budaya tradisional dengan teknologi modern, pantas dicoba. Siapa tahu bisa menarik perhatian anak muda.
Tari Saman dan Tari Poco-poco adalah contoh sukses tarian tradisi yang laku  di panggung-panggung hiburan populer. Dibutuhkan kreatifitas yang lebih tinggi agar warisan lain mampu bersanding dengan budaya pop.