Mohon tunggu...
IRWAN ALI
IRWAN ALI Mohon Tunggu... Peneliti di Lingkar Data Indonesia

"Seseorang boleh saja pandai setinggi langit, tapi selama tidak menulis maka ia akan dilupakan oleh sejarah" - @Pramoedya_Ananta_Toer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguji Ke-waras-an Nalar di RS Sumber Waras

18 April 2016   08:55 Diperbarui: 18 April 2016   09:03 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="RS. Sumber Waras - Sumber foto: Republika.co.id"][/caption]Rumah sakit Sumber Waras tiba-tiba menjadi rumah sakit paling terkenal di Nusantara. Media massa cetak, media elektronik, hingga media sosial sesak dengan cerita seputar Sumber Waras. Bahkan Paman Google pun telah ikut latah menampung banyak cerita soal rumah sakit yang beralamat di Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat ini. Tidak percaya? Cobalah ketik “Rumah Sakit” lalu Paman Google langsung meluruskan, “Rumah Sakit Sumber Waras?”

Ini bukan cerita soal pelayanan pasien BPJS yang lebih baik, juga bukan tentang banyaknya pasien tidak waras yang kemudian menjadi waras setelah masuk rumah sakit ini. Bukan itu, karena RS Sumber Waras memang bukan rumah sakit yang secara khusus menangani jiwa yang tidak waras.

Rumah Sakit Sumber Waras menjadi terkenal setelah Ahok, Sang Gubernur di Ibu Kota itu tidak terima terhadap hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan pada 2014 lalu. Dalam audit itu, BPK menemuan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp. 191,33 miliar.

Ahok dengan tegas menyatakan bahwa BPK “Ngaco” jika menyebut ada kerugian negara dalam kaitannya dengan pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah DKI pada tahun 2014 silam.

Dalam pandangan Ahok, tidak ada kerugian negara sama sekali dalam kasus tersebut. Atas dasar itu, Ahok kemudian menuding, BPK dikuasai oleh  oknum yang ingin menghancurkan dirinya agar tidak jadi maju menjadi calon gubernur pada 2017 mendatang. Ahok sama sekali tidak percaya pada BPK, lembaga yang konon disebut langsung dalam Undang-Undang Dasar negara kita sebagai satu-satunya lembaga auditor negara.

BPK “Ngaco”, Ahok yang benar. BPK menjadi tidak waras karena menyebut ada kerugian negara. BPK tidak waras karena berusaha untuk mengganjal Ahok maju di Pilkada DKI. BPK tidak waras krena RS. Sumber Waras. Begitu kira-kira penafsiran kita jika merujuk pada statemen dan cara pandang Ahok yang terpublish di ruang publik selama ini. Semoga penafsiran ini waras. Lalu siapa yang benar? Ahok atau BPK?

Sederhana, bagi pendukung Ahok, mereka tentu tidak akan kehabisan alasan untuk membenarkan Ahok. Demikian dengan kelompok yang tidak suka Ahok, tentu akan memaparkan sejumlah argumentasi yang memberatkan Ahok.

Pada tulisan ini, saya tidak ingin terjebak masuk sebagai lovers atau haters Ahok. Saya hanya ingin mengajukan sebah pertanyaan sederhana, sekaligus untuk menguji kewarasan nalar kita dalam berlogika. Harapan saya, jangan sampai kasus Rumah Sakit Sumber Waras membuat pikiran kita menjadi ikut tidak waras.

Pertanyaan sederhananya adalah siapa yang yang paling layak dipercaya, baik ditinjau dari segi kewenangan maupun dari segi kemampuan teknis dan keilmuan untuk menilai hasil dari sebuah audit keuangan? Apakah Ahok sebagai Gubernur DKI atau BPK?

Berita yang dirilis kompas (13/4/2016) mungkin bisa membantu untuk menjawab pertanyaan di atas. Dalam berita itu, Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI, Bachtiar Arif, di kantornya pada Rabu (13/4/2016) menjelaskan bahwa BPK RI telah dua kali melakukan audit terkait proses pembelian lahan RS. Sumber Waras, yakni audit untuk pemeriksaan atas laporan hasil keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014, dan audit investigative atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan pada 6 Agustus 2015. Dari kedua hasil pemeriksaan itu, BPK menemukan bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI tidak melalui proses yang memadai sehingga berindikasi merugikan negara mencapai Rp. 191,33 miliar. Bachtiar Arif menyarankan kepada pihak yang keberatan dengan hasil audit itu untuk mengajukan gugatan secara hukum di pengadilan.

Saran Bachtiar ada benarnya. Sejujurnya, kita  (masyarakat) sudah terlalu lama disuguhi dengan opini ganda, yang pada akhirnya berujung pada debat kusir. Dalam keadaan tertentu, kita pun sudah menjadi ikut-ikutan tidak sopan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun