Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Berapa Lama Lagi Media Massa Bertahan Hidup?

2 Februari 2022   14:35 Diperbarui: 3 Februari 2022   08:27 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

BERTEMU dengan seorang wartawan media termuka di tanahair dalam suatu acara makan siang di hotel berbintang lima di Pekanbaru,  pertengahan bulan. Dalam bual-bual dengannya,  ia  memperlihatkan jari tangan untuk mengatakan berapa tahun lagi dia akan pensiun. "Tapi belum tahu, saya yang duluan pensiun, atau medianya," katanya sembari tertawa mesem.

Boleh jadi itu cuma gurauan semata. Namun, dari nada suaranya tersirat ada kekhawatiran. Betapa tidak, sudah banyak contoh media cetak yang kolaps akibat kalah dalam persaingan yang demikian ketat. Tak hanya di tanahair, di luarnegeri pun bejibun media cetak yang kolaps. Koran sekaliber Wall Street Journal saja bangkrut di Eropa dan Asia.

Koran tertua di Malaysia yang sudah berusia 80-an, Utusan Malaysia, juga gulung tikar pada 2019 lalu. Hampir seribuan karyawannya terpaksa menganggur. Di tanahair sendiri dikabarkan lebih 20-an media cetak yang tenggelam. Di antaranya Sinar Harapan yang pernah jaya semasa orde baru, dan Koran TEMPO yang cukup bergengsi.

Alasan utama tutupnya media cetak ini tak lain karena bermunculannya media online bak cendawan di musim hujan.  Bermodalkan smartphone, dalam sekejap orang sudah menjangkau informasi dari seluruh penjuru dunia. Tak ada lagi  cerita pagi-pagi menunggu loper koran di depan pintu rumah untuk membaca berita terbaru.

Tak pelak lagi,  para pemilik media cetak ini langsung banting stir membuat media online. Dengan modal membuat Perseroan Terbatas (PT) yang katanya kini cuma berbiaya Rp 1 jutaan, bermunculanlah media cetak yang kini diembeli dengan .com, co.id, atau .co saja karena co.id kurang sedap terdengar. Tribun.com di bawah Kelompok Kompas Gramedia (KKG) jor-joran mendirikan portal di kota-kota di seluruh penjuru tanah air. 

Boleh jadi, hal ini dilakukan karena menyadari peluang di media cetak semakin tidak bisa diharapkan. Padahal sebelumnya mereka banyak menerbitkan media cetak di berbagai tempat. Bersaing dengan Grup Jawa Pos yang juga bikin koran bernama buntut Pos atau berawal Radar di mana-mana.

Kehadiran media cetak ini di media online tentu saja membuat persaingan media online semakin seru. Apalagi iklan pun sekarang tampaknya kian menciut. Terutama iklan dari instansi pemerintah. Kue iklan yang semakin kecil itulah yang harus diperebutkan oleh banyak media.

Konyolnya, kue iklan produk yang porsinya masih menggiurkan, sekarang justru banyak masuk ke kocek media sosial semacam google, youtube instagram, dan sebagainya. 

Padahal, yang mereka tayangkan adalah produk berita dari media online. Tapi, kita mau bilang apa. Setakat ini belum ada upaya hukum yang bisa dilakukan. Dengan kondisi yang demikian suram, timbul pertanyaan: Berapa lama lagi media massa  bertahan hidup? (irwan e. siregar)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun