Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melodi Kemerdekaan: Harmoni dan Disonansi dalam Rentang Kolonial Belanda

7 Desember 2023   01:46 Diperbarui: 7 Desember 2023   02:02 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah Indonesia, tanah yang subur dengan warna-warni keberagaman, terbentang dalam melodi kemerdekaan yang penuh dengan harmoni dan disonansi.

Rentang waktu yang panjang memperkenalkan kita pada babak bersejarah yang tidak terpisahkan dari memori kolektif, yaitu masa kolonialisme Belanda.

Melalui sorotan lensa sejarah, kita dapat memetakan lanskap perjuangan, menggali harmoni dalam perbedaan, dan meretas disonansi yang melekat pada pita hitam putih sejarah Nusantara.

Pada awal abad ke-17, Belanda mendarat di kepulauan rempah-rempah ini dengan cita-cita perdagangan.

Melodi pertama kolonialisme Belanda menggema dalam ekspedisi ke seluruh pelosok Nusantara.

Gagalnya Upaya pertama mereka untuk mengendalikan Maluku melalui Perjanjian Bungaya di Sulawesi, hanyalah prolog dari sebuah narasi panjang yang penuh dengan kekuasaan, eksploitasi, dan perlawanan.

Begitu meresapnya kolonialisme, ia membentuk notasi sosial, ekonomi, dan politik yang menyusup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Harmoni tercipta dalam bentuk hubungan dagang yang berkembang, tetapi disonansi muncul saat kekayaan alam Indonesia dieksploitasi tanpa ampun.

Perdagangan rempah-rempah, terutama cengkih dan lada, menjadi simbol dari kekayaan yang diinginkan Belanda.

Di samping itu, musik kolonialisme memainkan melodi ketidaksetaraan. Kelas sosial dibangun di atas dasar etnisitas dan warna kulit, menciptakan hierarki yang menyengsarakan sebagian besar penduduk pribumi.

Ketidaksetaraan ini menjadi salah satu disonansi yang tak terelakkan, memerangkap banyak jiwa dalam ketidakadilan sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun