Mohon tunggu...
Irwan Sabaloku
Irwan Sabaloku Mohon Tunggu... Editor - Penulis

"Menulis hari ini, untuk mereka yang datang esok hari"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melodi Kemerdekaan: Harmoni dan Disonansi dalam Rentang Kolonial Belanda

7 Desember 2023   01:46 Diperbarui: 7 Desember 2023   02:02 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rentang waktu tersebut melahirkan pahlawan yang melalui keberanian mereka menorehkan notasi perlawanan dalam partitur sejarah.

Dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, Perang Diponegoro menjadi simbol penolakan terhadap penjajahan, memecah keheningan malam sejarah dengan denting senjata dan jeritan kebebasan.

Tetapi, meskipun berani dan penuh semangat, melodi perlawanan ini seringkali terjerat dalam pengulangan siklus ketidakadilan dan penindasan.

Pada abad ke-20, melodi perjuangan mencapai klimaksnya. Gema proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, merupakan simbol harapan dan kemenangan.

Namun, tidak dapat dihindari, bahwa harmoni ini diikuti oleh disonansi ketika Belanda mencoba untuk merebut kembali kendali.

Perang Kemerdekaan Indonesia, atau yang dikenal sebagai Revolusi Nasional, menjadi babak akhir dari melodi kemerdekaan ini.

Di tengah-tengah melodi perjuangan, terdapat lirik tragis yang melibatkan perpecahan dan pertumpahan darah.

Sengitnya pertempuran di berbagai front menghasilkan ketegangan yang menghiasi melodi kemerdekaan.

Kedua belah pihak, baik Indonesia maupun Belanda, menari dalam cengkeraman masa lalu yang sulit dipisahkan.

Pada tahun 1949, melodi kemerdekaan mencapai koda dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Ini adalah titik balik yang menghentikan disonansi berkepanjangan dan membuka lembaran baru dalam buku sejarah Indonesia.

Harmoni kemerdekaan terus berkumandang, tetapi liriknya diwarnai oleh kenangan pahit dan luka-luka yang belum sembuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun