Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Ladies, Jangan Mau Buru-buru Menikah Sebelum Tahu 4 Hal Ini

6 Februari 2021   12:23 Diperbarui: 9 Februari 2021   19:40 1942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gambar oleh nihan güzel daştan dari Pixabay

"Lihat tuh, sepupumu udah pada mau merit semua. Kamu kapan? Kok gak pernah keliatan calonnya? Jangan mau kalah dong sama saudaramu yang lain."

"Duh jadi cewek ngapain sih sekolah lama-lama sampai S2, S3? Toh pasti ujung-ujungnya ngurusin rumah juga. Nanti cowok-cowok pada jiper loh. Mending merit dulu. Kamu gak takut gak dapet jodoh?"

"Udah lah, nunggu apa lagi? Kalau udah suka dan dia pas banget ngajak nikah, kenapa nggak? Kebanyakan pertimbangan malah gak kawin-kawin ntar. Inget, umur jalan terus loh."

Pembaca sekalian (terutama yang wanita), mungkin pernah dengar komentar semacam ini? Atau justru malah pernah berkomentar seperti ini ke orang lain? Duh, saya paling gemas kalau dengar komentar semacam ini.

Saya bukannya mendiskreditkan mereka yang memilih pernikahan sebagai tujuan hidup. Tapi hidup gak cuma soal menikah. Dan yang namanya menikah bukan soal gengsi apalagi persaingan. 

Pokoknya jangan sampai kalah dari yang lainnya. Dan entah kenapa, hingga saat ini budaya masyarakat kita masih saja seakan menyudutkan pihak wanita kalau sudah urusan pernikahan. 

Pokoknya yang namanya wanita itu, kalau sudah dianggap cukup umur, lebih baik segera menikah. Alasannya gak jauh-jauh dari soal umur yang terus bertambah, atau semakin tua semakin jauh dari jodoh.

Tapi terlepas dari apapun alasan seorang wanita menunda pernikahan, tetap saja yang namanya pernikahan itu perlu persiapan matang. Saya termasuk orang yang berprinsip bahwa ada dua sifat hakiki pernikahan, yakni monogami (hanya antara satu pria dan satu wanita) dan tidak bisa diceraikan (kecuali oleh maut). 

Setelah menikah, kita tidak bisa dengan mudah berpaling ke pria atau wanita lain karena sudah bosan dengan pasangan. Kita juga tidak bisa dengan mudah minta cerai gara-gara sudah tidak ada kecocokan dengan pasangan. Macam artis-artis di TV itu lah. Kawin, cerai, kawin, cerai. Gitu aja terus sampai bumi jadi dua.

Lha situ gampang kalau ngomong. Eh, nulis maksudnya. Faktanya, banyak pernikahan di luar sana yang terancam bubar karena hadirnya orang ketiga, kesulitan ekonomi, tak kunjung memiliki keturunan, hingga KDRT. Yakin kalau mengalami permasalahan semacam ini, masih bisa dan mau bertahan dengan pasangan?

Nah, justru untuk meminimalisir hal-hal semacam inilah makanya dibutuhkan pertimbangan dan persiapan luar biasa matang dari masing-masing pria dan wanita. Jadi jangan seenaknya menyuruh seorang wanita buru-buru menikah, hanya karena umur bertambah terus, takut gak dapat jodoh, atau biar gak kalah dengan saudaranya yang lain yang sudah lebih dulu menikah.

So for all ladies out there, just remember that you can't marry someone you just met!

Well, mungkin istilah love at the first sight memang ada di luar sana. Saat seseorang benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama dengan orang yang baru dikenal. Dan saat itu juga mereka yakin mau menghabiskan sisa hidup bersama. Tapi, berapa persen sih yang seperti ini? Kita tetap harus berpikir realistis kan?

Jadi buat para wanita, jangan keburu happy kalau tiba-tiba diajak menikah oleh pacar yang belum lama dikenal. Jangan merasa terbebani kalau ada bising-bising di sekitarmu yang menyuruhmu cepat-cepat menikah. 

Sebagai wanita, wajar dong kalau kita berharap memiliki pasangan yang compatible. Dan untuk memastikan hal itu, tentunya kita butuh waktu. Tapi bukan berarti picky loh ya. Bagaimanapun ada beberapa hal yang perlu kita pastikan sebelum kamu memutuskan untuk mengatakan 'Yes, I do' pada seorang pria.

Sudah Tahu Value Masing-Masing?

Value yang saya maksud di sini misalnya iman, prinsip, dan tujuan hidup. Bagi sebagian orang, persoalan perbedaan iman mungkin bukan suatu masalah. Pokoknya selama bisa berkomitmen untuk saling setia, iman yang berbeda bukanlah penghalang. Yah gak salah juga sih. Tapi alangkah lebih baik jika kita dan pasangan memiliki iman yang sama, atau at least sepaham. Tentunya kita hidup berkeluarga akan lebih indah kalau semua orang di dalamnya bisa beribadah bersama-sama bukan?

Selain iman, kita juga perlu tahu seperti apa prinsip dan tujuan hidup kita dan pasangan. Apakah sejalan? Memiliki prinsip dan tujuan hidup yang sejalan akan memudahkan pasangan dalam menjalani rumah tangga nantinya. 

Selain itu, kita juga bisa perlu tahu bagaimana cara si pria merespon dan menyelesaikan masalah yang muncul. Apakah dia bisa me-maintain emosi. Apakah dia tipikal yang mudah give up. Jadi apabila di kemudian hari muncul konflik, masing-masing bisa saling mendukung untuk melaluinya bersama.

Sudah Tahu Keluarganya?

Tidak sedikit wanita yang menyesal karena buru-buru menikah disaat mereka belum lama mengenal pasangannya. Tak disangka setelah menikah, suaminya memiliki sifat ringan tangan (dalam arti konotatif), alias melakukan KDRT.

Ada yang bilang, kita bisa menilai karakter seorang pria (terutama sikap mereka terhadap wanita) dari bagaimana cara mereka memperlakukan keluarganya. 

Misal bagaimana sikap dan perlakuan seorang pria terhadap ibunya atau saudarinya. Oleh sebab itu penting untuk mengenal keluarga si pria. Kita juga bisa mendengar dari keluarganya, bagaimana si pria ini bersikap di tengah-tengah keluarga.

Selain itu dengan mengenal keluarga si pria, kita juga bisa menilai seperti apa karakter dari masing-masing keluarganya. Hal ini kita butuhkan supaya kita tahu bagaimana bersikap terhadap anggota keluarganya saat kita sudah menikah nanti, dan meminimalisir konflik keluarga yang mungkin akan muncul di kemudian hari. When you are marrying someone, you're also marrying their family, right?

Sudah Tahu Teman-Temannya?

Selain mengenal keluarganya, kita juga perlu mengenal teman-teman calon pasangan kita. Atau at least inner circle-nya. Kita bisa melihat bagaimana pergaulan seorang pria dari lingkaran pertemanannya. Apakah teman-temannya membawa pengaruh positif atau negatif.

Well, perlu diingat kita tidak bisa serta merta men-judge apakah teman-temannya baik atau tidak. Ketika seorang pria memutuskan untuk mengenalkan kita pada teman-temannya, itu berarti si pria ingin melihat bagaimana respon teman-temannya terhadap kita. 

Jadi yang perlu kita lakukan adalah mencoba mengenal mereka lebih dulu. Mungkin awalnya agak awkward, tapi percayalah pasangan kita akan sangat menghargai jika kita mau berusaha untuk mau bersosialisasi dengan lingkaran pertemanannya.

Sudah Tahu Harus Siap Mental dan Materi?

Yang terakhir ini gak kalah penting. Pernikahan bukan cuma soal cinta dan kesiapan komitmen untuk saling setia dan hidup bersama. Mental juga harus siap. Seperti yang sudah saya singgung tadi, kita tidak akan tahu ada badai apa yang akan menerpa kehidupan rumah tangga di masa depan kelak. 

Saat memutuskan untuk berumah tangga, pasangan harus bisa berusaha untuk menurunkan egosentris yang ada dalam diri masing-masing. Kalau orang-orang bilang sih, 'Setelah menikah tidak ada lagi kamu dan saya, melainkan kita'. Uwuw banget kan!

Jadi harusnya jangan ada lagi kamu harus begini, aku maunya begitu. Masing-masing harus siap untuk memberi, karena kalau masing-masing maunya menerima ya jadinya konflik terus. Kita sebagai wanita juga harus lebih sabar dan pandai membaca situasi, namun tetap tegas. 

Ada hal-hal yang tidak perlu kita pusingkan, melainkan tetap fokus mengurus keluarga semampunya. Dan pastinya sebisa mungkin tidak mengumbar 'urusan dalam negeri', sekalipun kepada orangtua atau mertua, apalagi tetangga!

Selain mental, pernikahan juga butuh persiapan materi. Saya sih prinsipnya, suatu pernikahan dijalankan bukan untuk menimbulkan kesulitan baru.

Jadi kalau memang dirasa belum siap secara materi, ya tidak perlu dipaksakan menikah. Materi yang saya maksud di sini bukan berarti harus hidup serba berkecukupan dulu. 

Cukup makan, cukup rumah, cukup mobil, cukup jalan-jalan. At least masing-masing atau salah satu sudah memiliki pekerjaan tetap yang bisa jadi jaminan untuk bisa hidup mandiri setelah menikah nanti.

Kalau hanya suami saja yang bekerja dan sangat berkecukupan untuk menafkahi keluarga sih bagus sekali. Tapi kalau memang tidak memungkinkan, seorang suami juga tidak perlu merasa gengsi kalau istrinya ingin membantu dengan bekerja di luar juga. Yang penting si istri tetap mau berusaha untuk menjalankan tugas-tugasnya di rumah sebagai istri.

Oleh sebab itu perlu dibicarakan juga kesepakatan tentang pembagian pekerjaan rumah tangga, karena urusan domestik bukan cuma tanggung jawab seorang istri.

Maka dari itu ada baiknya jangan buru-buru menikah kalau belum mengetahui dan memahami keempat hal di atas. Jangan takut gak dapat jodoh kalau memang belum siap menikah. Jangan ambil risiko salah pilih pasangan gara-gara ngebet mau menikah. Biarkan orang-orang di luar sana pusing dengan omongannya sendiri. 

Jangan pertaruhkan pernikahanmu menjadi pernikahan penuh drama macam sinetron ratusan episode di televisi. Karena yang menjalankan kehidupan pernikahan adalah dirimu sendiri. Bukan mereka yang pada berisik itu.

Well, ini hanya sekadar sharing berdasarkan apa yang telah saya amati dan alami. Usia pernikahan saya sendiri memang masih seumur jagung. Dan puji Tuhan hingga saat ini tidak ada konflik berarti yang menerpa.

Kalaupun nantinya ada, saya dan suami berharap bisa tetap saling mendukung dan bersama-sama melaluinya dengan baik. Kami masih perlu belajar dari para orang-orang tua dan pasangan yang lebih senior dalam dunia rumah tangga.

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun