Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

"Book Shaming"? Duh, Sudah Enggak Zaman!

22 Juli 2020   13:50 Diperbarui: 7 Juni 2021   19:36 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa koleksi novel favorit | Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Saya percaya bahwa genre buku apapun yang kita baca pasti memiliki manfaat dan memberikan pengetahuan baru bagi kita. Dan saya rasa frasa 'Buku adalah jendela dunia' benar adanya. Dengan membaca buku, kita bahkan bisa berkeliling dunia tanpa harus melangkahkan kaki. Jadi kita tidak perlu malu dengan buku yang kita baca.

Mengenali Perilaku Book Shaming
Jadi kira-kira seperti apakah perilaku book shaming itu? Bisa jadi secara tidak sadar kita sudah mengalami book shaming dari orang lain, atau mungkin malah kita yang melakukan book shaming terhadap orang lain. Nah loh!

Memandang Rendah Bacaan Orang Lain dan Merasa Bacaanmu Paling Keren

Seperti yang sudah saya singgung tadi, ini adalah salah satu ciri paling umum perilaku book shaming. Merasa selera bacaan diri sendiri lebih baik, lebih berbobot, dan lebih keren dibandingkan orang lain.

Misalnya seseorang yang menyukai jenis bacaan filsafat atau novel detektif atau biografi tokoh dunia atau sejarah, meremehkan mereka menyukai buku novel roman atau komik atau majalah.

Setiap orang memiliki selera bacaan yang berbeda dan sudah sepantasnya kita menghormati mereka yang selera bacaan berbeda dengan kita.

Meremehkan Penulis dan Mengagung-agungkan Penulis Tertentu

Saya meyakini setiap penulis memiliki gaya khas tersendiri dalam menuturkan untaian kalimat pada bukunya. Sebagai salah seorang penggemar novel fiksi, bagi saya gaya penulisan Enid Blyton berbeda dengan J.K. Rowling, gaya penulisan Sidney Sheldon berbeda dengan Agatha Christie, dan seterusnya.

Lagi-lagi gaya penulisan seorang penulis memiliki penggemarnya sendiri. Kalau dari contoh yang saya sebutkan tadi, saya lebih suka buku-bukunya J.K. Rowling daripada Enid Blyton dan lebih menyukai buku-bukunya Sidney Sheldon dibandingkan Agatha Christie.

Namun itu bukan berarti buku karangan Enid Blyton dan Agatha Christie lebih jelek, dan bukan berarti pula saya boleh meremehkan kedua penulis tersebut maupun para pembaca setianya. Ya kan?

Merasa Paling Pintar Setelah Membaca Buku yang Sulit Dipahami

Pernah bertemu orang yang berlagak sombong karena telah menyelesaikan buku yang dianggap sulit dipahami oleh sebagian orang? Sekadar contoh, dulu saya pernah baca status yang di-posting salah seorang teman di media sosial.

Intinya dia baru saja selesai membaca buku Dunia Sophie karya Jostein Gaarder yang terkenal itu, setelah sebelumnya selesai membaca beberapa buku karya Paulo Coelho, dan merasa dirinya paling pintar karena pencapaiannya tersebut.

Sekadar informasi, Dunia Sophie merupakan buku filsafat yang yang ditulis dengan gaya novel, sedangkan Paulo Coelho adalah seorang novelis yang tulisan-tulisannya bertema psikologi dan perbaikan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun