Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fresh Graduate, Gaji Tinggi dan Pengalaman

27 Juli 2019   07:00 Diperbarui: 27 Juli 2019   07:10 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: marketeers.com

Tapi apakah punya nilai akademis saja cukup? Apakah punya pengalaman berorganisasi segambreng saja juga sudah cukup? Dan apakah SEMUA lulusan dari universitas tersebut sudah memiliki nilai yang seimbang dalam segala aspek akademik dan non-akademik yang dipersyaratkan perusahaan maupun instansi pemerintah saat merekrut karyawan?

Saya selalu percaya, meskipun kita memiliki nilai akademik dengan predikat suma cum laude, tapi jika kita tidak memiliki pengalaman bagaimana berorganisasi yang baik, bagaimana menghadapi kepribadian orang lain yang berbeda-beda, bagaimana cara menganalisa risiko dan menyelesaikan suatu masalah. 

Bagaimana memperbaiki suatu kesalahan, hingga bagaimana memelihara komitmen untuk bisa terus berdedikasi dan profesional dalam pekerjaan, sorry to say, saya rasa kita belum pantas untuk menuntut gaji tinggi sebagai seorang fresh graduate meski dari universitas terbaik sekalipun. Ingat, selain otak, pemberi kerja juga mempertimbangkan pengalaman dan attitude yang dimiliki oleh pelamar kerja.

Disamping itu, coba pikirkan. Saat kita menuntut gaji tinggi meskipun masih fresh graduate, apakah kita sudah yakin dengan apa yang bisa kita berikan kepada perusahaan? 

Jangan sudah menuntut gaji tinggi, tidak tahunya selama masa probation (percobaan) kita tidak bisa beradaptasi, tidak bisa mengikuti ritme kerja, tidak tahan terhadap tekanan dan ujung-ujungnya hanya bertahan selama beberapa bulan lalu mengajukan surat resign. 

Kalau sudah begitu siapa yang malu dan dicap jelek? Bukan kita saja, tapi almamater kita juga! Kalimat sindiran macam "Katanya lulusan dari universitas A, B, C, tapi nyatanya kemampuannya cuma segitu" pasti muncul.

Meski demikian, saya juga mengakui ada juga beberapa perusahaan dan instansi yang dengan jelas mempersyaratkan para pelamarnya 'harus dari lulusan universitas ternama' atau universitas dengan akreditasi tertentu. 

Saya tidak tahu persis apa saja pertimbangannya. Namun bagi saya hal tersebut agak mendiskriminasi karena seperti yang sudah saya singgung, predikat universitas tidak seharusnya menjadi kualifikasi utama. Masih banyak mereka yang bukan lulusan universitas ternama, tapi memiliki kemauan untuk belajar dan integritas yang tinggi dalam bekerja.

Fresh Graduate, Ayo Berkaca dan Bersyukur!

Jujur, saya bukanlah seorang lulusan dari universitas ternama. Dan ketika melamar kerja pertama kali, saya sempat agak minder karena saingan saya justru banyak yang merupakan lulusan universitas bergengsi. 

Kebetulan juga, apoteker yang bekerja di perusahaan tersebut didominasi oleh lulusan salah satu universitas swasta terkenal. Bahkan ternyata atasan saya dulu rupanya agak fanatik dengan lulusan dari universitas tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun