Klaim khasiatnya dibuktikan secara ilmiah yaitu melalui uji pre-klinik dan uji klinik (diuji coba ke manusia/sukarelawan), meggunakan bahan baku yang sudah terstandar dan dibuat dengan menggunakan fasilitas produksi yang memenuhi standar CPOTB.
Oleh karena ketatnya persyaratan Fitofarmaka, maka Obat Bahan Alam kategori ini setara dengan obat sintetis modern lainnya, serta bisa diresepkan oleh dokter. Namun sayangnya, jumlah produk Fitofarmaka di Indonesia masih sangat sedikit.
Untuk memudahkan konsumen mengetahui suatu obat bahan alam termasuk dalam kategori mana, ada logo yang berbeda yang tertera pada kemasan.
Selain persyaratan di atas, perlu diketahui juga bahwa Obat Bahan Alam memiliki persyaratan lainnya antara lain:
1. Tidak boleh mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), alkohol lebih dari 1% kecuali berbentuk Tingtur yang pemakaiannya harus diencerkan dulu, narkotika & psikotropika, serta bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan.
2. Tidak boleh dibuat dalam bentuk (sediaan) intravaginal (dimasukkan ke dalam vagina), tetes mata, parenteral (injeksi) dan suppositoria (dimasukkan ke dalam anus) kecuali untuk wasir.
Jadi bila Anda menemukan atau menggunakan Obat Bahan Alam yang diklaim bisa memberikan efek cepat alias 'cespleng', patut dicurigai bahwa obat tersebut mungkin mengandung BKO.
Pun bila Anda menemukan iklan Obat Bahan Alam dalam bentuk-bentuk seperti tersebut di atas, berarti obat tersebut ilegal.
Tantangan Industri Farmasi dalam Mengembangkan Fitofarmaka
Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi sumber bahan baku Obat Bahan Alam yang sangat besar (beda dengan bahan baku kimia obat yang hingga saat ini mayoritas masih impor dari negara lain), sayangnya justru jumlah Fitofarmaka kita masih sedikit.