Kalau pengunjungnya sedikit sih rasa-rasanya tidak masalah ya. Tapi yang namanya wisatawan Indonesia yang kalau sudah dengar ada tempat wisata baru, mereka pasti langsung berbondong-bondong ke sana membawa handai taulan bak laron yang melihat sumber cahaya.
Seperti yang saya alami, kebetulan hari saat saya berkunjung bertepatan dengan hari libur Tahun Baru Hijriah plus kebetulan ada event gathering karyawan dan keluarga dari salah satu kantor di Jakarta. Jadi meskipun saya sudah sengaja berangkat pagi-pagi sebelum loket buka, nyatanya area ticketing sudah penuh dengan antrean pengunjung!
Alhasil begitu loket dibuka, pengunjung yang sudah membeli tiket langsung merangsek masuk memenuhi setiap inchi tempat. Mood saya  langsung hilang seketika karena saya sendiri tidak suka berfoto dengan terlalu banyak orang di latar saya. Dan sepanjang pengamatan saya di sana, banyak pengunjung yang juga merasa tidak nyaman karena sesi foto mereka terganggu dengan banyaknya pengunjung yang sering menghalangi.
Saya sempat berpikir, karena tempat ini memang ditujukan seperti foto studio outdoor, seharusnya jika memang sedang banyak pengunjung, jumlah yang masuk dibatasi supaya pengunjung juga lebih puas untuk berfoto di (yang katanya ada) 150 spot foto. Pasti gak asik dong sudah pasang pose yang pas, tiba-tiba ada orang yang lewat menghalangi kamera. Pasti kesal banget rasanya. Belum lagi kalau ada orang atau grup yang memonopoli satu spot foto padahal posenya sama-sama juga. Pasti geregetan rasanya pengen bilang, "Gantian dong!".
Selain itu, jika pengunjung terlalu crowded, tentu resiko kerusakan properti hingga sampah menjadi hal yang memerlukan pengawasan ekstra. Tahu sendiri kan tipe turis Indonesia? Capek banget kan kalau properti-properti yang sudah dicat warna-warni nan cantik itu tiba-tiba cacat atau rusak?
Properti yang dibuat kurang maksimal
Sekali lagi mungkin ini karena ekspektasi saya yang terlalu tinggi, jadi mungkin orang lain memiliki pendapat yang berbeda dengan saya. Meskipun penampakan di luarnya ciamik. Sayang sekali Devoyage ini tidak membuat properti-propertinya secara untuh. Dibandingkan dengan Le Petit France di Korea yang propertinya dibuat secara utuh mulai dari tampak depan hingga ruangan di dalamnya yang dekoratif plus perabotan pendukung dan pendingin ruangan (AC) sehingga pengunjung bisa duduk-duduk dan berfoto di dalam ruangan, Devoyage hanya membuat properti tampak depan saja dan tidak bisa dimasuki kecuali properti tersebut memang dibuat untuk area permainan.
Kalau Le Petit France mengkombinasikan properti foto dengan berbagai cerita sejarah yang menyertai konsep tempat wisata tersebut (misalnya biografi pengarang novel The Little Prince yang terkenal), Devoyage benar-benar murni hanya untuk berfoto tanpa ada embel-embel cerita dibalik layar.
Yah tapi bagaimanapun, tempat ini tetap bisa jadi pilihan destinasi para traveler yang mungkin sedang iseng-iseng ke Bogor. Jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Kebun Raya Bogor. Tapi saya menyarankan jika ingin ke Devoyage, mungkin baiknya saat weekdays supaya tidak terlalu crowded yang bisa menyebabkan mood menguap seketika seperti saya. Saya kira traveler hanya perlu waktu maksimal dua jam untuk berfoto dengan puas, kemudian bisa melanjutkan ke destinasi lainnya bila perlu.