Mohon tunggu...
Irma Sagala
Irma Sagala Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang penikmat demokrasi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Beribadah, Meskipun Sedang Menanti Jadwal Pesawat!

31 Oktober 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13831927852073772630

Melanjutkan sekolah di Jawa dengan status izin belajar, menyebabkan saya harus bolak-balik Jawa-Sumatera hampir setiap minggu. Sudah 2 (dua) bulan saya menjalani rutinitas ini. Alhasil, hiruk pikuk Bandara Soeta menjadi demikian akrab bagi saya. Sambil menunggu jadwal pesawat, biasanya saya mengisi waktu dengan browsing, menyiapkan konsep atau bahan rapat, dan sesekali hanya sekedar memperhatikan aktivitas orang-orang sekitar. Ada-ada saja hal unik yang saya lihat. Salah satunya adalah semangat beribadah beberapa calon penumpang pesawat.

Seperti hari ini, saya pulang dengan pesawat Shubuh, dengan jadwal check in 04.30 WIB. Otomatis, jadwal shalat Shubuh saya di bandara. Selesai shalat Shubuh,saya duduk di koridor Gate B.2. Tepat di depan saya, seorangpemuda duduk dengan tenang, lalu mulai membaca mushaf al-Qur’an. Sepintas lalu, gayanya biasa saja, tidak seperti gaya santri ataupun ustadz, malah kesannya gaul. Sekitar setengah jam dia larut dalam tilawahnya, sambil sesekali menyeka hidung yang lagi pilek.

Biasanya saya lebih sering memilih jadwal penerbangan pagi jam 9an. Karena berangkat dari rumah pagi-pagi sekali, biasanya saya shalat Dhuha di mushalla bandara. Cukup banyak orang shalat Dhuha, baik kalangan bapak maupun ibu. Selesai shalat Dhuha, beberapa orang melanjutkan dengan tilawah al-Qur’an. Bagi yang kebetulan tidak membawa al-Qur’an, tidak perlu repot karena di mushalla juga tersedia beberap al-Qur’an. Sesama jama’ah Dhuha, biasanya saling menyapa dengan ramah. Entah kenapa, meski umumnya baru pertama kali bertemu tapi terasa akrab. Dalam suasana seperti ini, saya jadi ingin sekali bisa sekolah atau sekedar bepergian ke negara-negara minoritas muslim. Cerita teman-teman tentang persaudaraan muslim di daerah-daerah minoritas muslim sering kali terasa begitu menyentuh bagi saya. Kalau kebetulan bertemu rombongan pulang umroh, biasanya akan lebih banyak lagi yang mengisi mushalla, atau sekedar berdzikir dengan memegang tasbih di ruang tunggu.

Lain hari saya pernah pula shalat Maghrib berjamaah di mushalla. Subhanallah, bacaan imamnya bagus sekali. Saya tak tahu apakah sang imam itu dari petugas bandara, atau salah seorang calon penumpang pesawat. Selesai shalat saya hanya berpikir, benar-benar indah dunia ini jika penghuninya pandai-pandai membaca al-Qur’an. Sehabis jama’ah pertama, biasanya ada saja jama’ah berikutnya. Keutamaan shalat jama’ah semakin dicari, meskipun dalam kondisi yang tidak “sepenuhnya stabil”.

Mungkin bagi sebagian orang, apa yang saya ceritakan ini biasa saja. Tapi bagi saya, semangat beribadah orang-orang ini cukup menggugah. Menunggu jadwal pesawat di bandara yang ramai orang dan kadang bising dengan suara pemberitahuan, bukanlah saat dan tempat yang nyaman beribadah. Bagi saya yang hilir mudik bandara pun bukan hal yang mudah pada awalnya, harus membiasakan diri dengan mushalla bandara, atau tilawah di ruang tunggu jika mushallah ramai. Tapi inilah ritme hidup yang harus dijalani. Jika menunggu nyaman dan tenang baru beribadah, kapan bisanya jika ternyata jadwal sehari-hari selalu demikian padat.

Bicara tentang suasana nyaman dan tenang, kita tentu akan sangat malu jika mengingat sebagian muslim di negara lain tengah khusyuk beribadah dalam kondisi perang. Atau di tempat lainnya sebagian umat muslim beribadah penuh semangat juga dalam kondisi di bawah intimidasi. Tak sedikit di antara mereka yang sangat semangat itu, juga dalam kondisi fisik yang tidak sempurna, apalagi sekedar himpitan ekonomi yang mendera.

Kuncinya adalah pada niat dan kesungguhan. Dimanapun kita, dalam kondisi sesulit apapun, serta seterbatas apapun fasilitas yang ada, semangat beribadah itu adalah pilihan kita sendiri. Karena hidup ini sangat singkat, dan kematian adalah sebuah rahasia, maka mulailah membiasakan diri bersemangat beribadah kapan dan dimanapun, serta dalam kondisi apapun. Semoga, syurga Allah kelak terbuka untuk kita. Wallahu a’lam bish-shawab.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun