Mohon tunggu...
Irma Khalid
Irma Khalid Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Segudang Masalah Pertanian Kita

21 Februari 2019   00:01 Diperbarui: 21 Februari 2019   00:24 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertanian (nusantaranews.co)

Debat calon Presiden beberapa hari lalu ibarat membuka kotak pandora pertanian kita. Prabowo Subianto selaku capres penantang menyampaikan bahwa negara ini seperti tersandera oleh impor pangan. Oleh karena itu, agenda yang diusungnya adalah menghentikan berbagai jenis importasi. Ia ingin agar negara ini bisa mencukupi semua kebutuhannya sendiri.

Misi politik yang ia sampaikan dengan menggebu-gebu itu terkesan heroik sekali. Tak heran bila di kalangan pendukungnya, Prabowo sudah dianggap seperti ratu adil yang bisa menyelesaikan segala masalah di muka bumi.

Masalah kelar? (meme edit pribadi)
Masalah kelar? (meme edit pribadi)
Terlepas dari aksi panggung tadi, seruan Prabowo di panggung debat kemarin sebetulnya bisa dianggap sebagai teguran keras untuk sektor pertanian kita. Ia ingin mengatakan bahwa pertanian kita tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan kita. 

Entah apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman seusai debat kemarin. Karena sektor yang dipimpin Amran itu seolah menjadi titik lemah pemerintahan Jokowi, sehingga mendapat serangan dari Prabowo. 

Bila merujuk pada beberapa komoditas utama seperti beras, jagung, dan gula, impor memang menjadi sebuah ironi dan kegagalan pertanian kita. Sebab, Indonesia memang punya potensi besar pada komoditas utama tersebut. Hal ini bukan hanya karena Indonesia punya lahan yang subur, tetapi bertanam merupakan kultur budaya yang sudah melekat.

Terlebih, Indonesia pernah menorehkan sejarah swasembada beras di era kepemimpinan Presiden kedua Indonesia Soeharto. Begitu pula dengan komoditas gula, Indonesia pernah dikenal sebagai negara eksportir, namun kini menjadi importir. 

Sumber

Meski ironis, namun impor pada komoditas utama sejatinya bukan haram. Toh, kalau memang hasil produksi dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, impor memang jadi opsi yang dibutuhkan.

Sebenarnya masalah tata kelola pangan tak hanya terletak pada impor, namun bagaimana Kementerian Pertanian (Kementan) mengelola pangan dari hulu ke hilir. Misalnya, untuk hulu, bagaimana Kementan bisa memastikan kesejahteraan petani dan risiko berkurangnya pekerja di sektor ini karena pergeseran industri, teknologi, dan waktu. 

Bisa saja kita mengadopsi strategi di Amerika Serikat, yang memberi insentif ke petani agar tetap bisa menarik pekerja di sektor ini dan memastikan kebutuhan masyarakat luas terpenuhi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun