Beberapa tahun yang lalu muncul kritik terhadap salah satu kampus yang seharusnya penghasil "petani muda". Faktanya kebanyakan alumni kampus tersebut malah banting setir menjadi pegawai bank. Meskipun belakangan ini muncul kabar adanya kenaikan jumlah milenial yang menjadi petani muda. Bisakah milenial mengubah stigma negatif petani dan mulai berdamai dengan teknologi pertanian?Â
Stigma Negatif Petani
Aku tetap bisa berkuliah meskipun ibuku hanya seorang petani. Sering sekali saya mendengar kalimat ini dari mulut banyak orang.Â
Kalimat ini membuat pikiran saya bertanya memangnya kenapa kalau seorang petani ? Bukankah petani juga pekerjaan ?Â
Lain di Indonesia lain juga di luar negeri. Ketika kita menonton film di luar negeri dan ada yang berprofesi sebagai petani, maka yang dipertontonkan adalah rumah mereka yang besar, mobil pick up, serta hewan ternak yang nilainya mahal. Memberi sudut pandang bahwa ada pemikiran yang berbeda antara petani Indonesia dan luar negeri.Â
Dari kecil kita selalu diperlihatkan di media bahwa menjadi petani identik dengan hidup susah dan melakukan pekerjaan yang berat.Â
Tak heran di alam bawah sadar anak muda zaman sekarang menjadi seorang petani identik dengan hidup miskin dan melelahkan.Â
Selain itu, berkembangnya teknologi membuat para generasi milenial merasa bahwa pekerjaan kantoran jauh lebih menjamin hidup dibanding menjadi petani.Â
Berapa banyak pula anak milenial yang mau berpanas-panasan di teriknya matahari? Tentu saja mereka lebih rela memeras otak dan duduk di ruangan ber-AC.Â
Teknologi pertanian di Indonesia juga dianggap lebih lambat dibandingkan negara lain. Di Jepang contohnya saat jumlah petani yang berada di usia produktif menurun, maka diciptakanlah traktor robot yang berguna untuk membantu proses pembenihan hingga penanaman.Â