Mohon tunggu...
M. Irham Jauhari
M. Irham Jauhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pendiri Terapifobia.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sawang Sinawang, Masalah Generik Umat Manusia

4 Desember 2022   02:02 Diperbarui: 4 Desember 2022   02:05 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Andrea Piacquadio (pexels.com)

Kebahagiaan, pencapaian, kesuksesan orang lain tidak selalu seperti apa yang terlihat. Urip iku mung sawang sinawang. Hidup itu hanyalah sawang sinawang.

Kamu iri melihat orang yang hidupnya terlihat serba wah. Sedangkan kamu tidak tahu "dalamnya" seperti apa. Apakah yang terlihat wah itu benar-benar membuat dia bahagia. Atau justru membuat dia merana, kesepian dan tidak pernah merasa puas.

Ketika melihat orang yang terkesan miskin, hidupnya serba kekurangan, terlihat seperti seseorang yang setiap hari selalu meratapi nasib. Tetapi, kenyataannya belum tentu seperti apa yang kamu duga. Kamu hanya melihat covernya. Begitulah juga sebaliknya. Bisa jadi orang yang kamu pikir hidupnya wah, ternyata melihat hidup kamu jauh lebih sempurna. Tetapi kamu sendiri merasa hidup kamu biasa saja. Itulah Sawang Sinawang.

Apa kamu capek lihat story, timeline, tiktok. Capek jadi objek dan subjek sawang sinawang. Capek jadi budak harapan.

Kadang kalanya perlu berhenti sejenak, menutup mata, turu sore-sore. Ya, gpp juga. Orang lelah, perlu rehat. Harus istirahat, banyak rebahan, matiin hp, nonton tv, rumah dikunci, tidur seenaknya. Makan semaunya. 

Kalau mengejar dunia tidak akan pernah ada habisnya.

Harapan terkadang menggiurkan, tetapi kalau sudah saatnya duduk diam di rumah. Ya, harus. 

Jangan sampai harus menunggu sakit dulu, baru menyempatkan diri untuk melepas segala kesibukan. Baru beristirahat penuh.

Kalau lari terus, kaki ada lelahnya. 

Tapi tapi tapi.

Memang benar, kalau hidup kebanyakan tapi. Pasti tidak enak. 

Sawang Sinawang itu ungkapan bahwa hidup itu hanya soal "Persepsi". 

Kita pikir hidup Si A udah hebat benar. Padahal belum tentu. Bisa jadi Si A lebih buruk dari hidup kita. Simpelnya gitu.

Jangan bandingkan kesusahan kamu dengan kebahagiaan orang lain. Yo mesti kalah. Kata orang Amrik, tidak Apple to Apple. Seperti membandingkan Semangka dengan Kelapa.

Membandingkan hal yang berbeda jauh. Bagaikan membandingkan bumi dan langit. 

Dengan pola hidup yang salah, pola pikir yang keliru. Sampai kapan pun juga, kita tidak akan mendapatkan yang namanya kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan.

Karena selalu merasa iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Tidak mensyukuri apa yang telah kamu miliki. Menjadikan kamu selalu merasa kurang. Selalu menganggap diri lebih rendah dari orang lain. Rendah diri, tidak percaya diri dan minder.

Bersyukur itu kadang memang susah. Tapi bagaimana pun juga, sebisa mungkin kamu upayakan untuk selalu bersyukur. Pasti masih ada yang bisa disyukuri. 

Terima apa adanya hidup kamu. Cobalah lakukan sesuatu sesuai kemampuan kamu. Belajar sambil jalan, menabung sedikit demi sedikit, lama lama jadi gunung.

Alon Alon waton kelakon. Pelan-pelan yang penting sampai tujuan.

Kalau kamu punya sebuah tujuan, cita-cita dan harapan. Jangan pernah menyerah. Apalagi menyerah sebelum bertindak. Menyerah sebelum melakukan upaya. Jangan sampai kalah sebelum bertanding.

Contohnya seperti menulis sebuah novel. Perlu ketekunan. Perlu banyak belajar. Bahkan ketika draft pertama sudah selesai. Masih ada proses revisi yang bertubi-tubi. 

Sama juga seperti skripsi.

Kalau skripsi gak selesai-selesai. Itu bukan karena skripsinya sulit atau tidak bisa diselesaikan. Itu soal teknis. Mari lihat sisi yang kamu sepelekan. Ketika kamu revisi, kamu mentok dan malas mengerjakan skripsi. Lalu kamu biarkan skripsimu tergeletak begitu saja. Tidak melakukan progres apapun. Itulah sebabnya.

Kamu terjebak dalam menyalahkan banyak hal yang tidak berpihak kepada kamu. Misalnya bahan yang susah dicari. Dosbim yang susah ditemui. Dosbim yang galak, killer, gak enak. 

Ketika kamu menemukan banyak alasan untuk bermalas-malasan. Kamu akan malas-malasan. Karena secara naluriah, manusia itu pemalas, ditambah lagi dikipas-kipasi setan. 

Temukan alasan untuk terus semangat mengejar tujuan, cita-cita dan harapan.

Tak harus cepat. Hanya perlu terus melangkah. Satu langkah satu hari, misalnya. 

Seperti kata Orkes Melayu Camelia, pelan tapi pasti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun