Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, nama Ibnu Jama'ah menempati posisi penting sebagai ulama dan cendekiawan yang menaruh perhatian besar terhadap etika, adab, dan tanggung jawab moral dalam proses belajar mengajar. Melalui karyanya Tazkirah As-Sami' wa Al-Mutakallim fi Adab Al-'Alim wa Al-Muta'allim, Ibnu Jama'ah menegaskan bahwa pendidikan tidak sekadar transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter yang luhur pada diri peserta didik. Gagasan ini terasa semakin relevan di tengah krisis moral dan degradasi nilai yang melanda dunia pendidikan modern, termasuk di Indonesia.
Ibnu Jama'ah menekankan bahwa seorang guru bukan hanya berperan sebagai penyampai ilmu, melainkan juga sebagai teladan akhlak. Dalam konteks pendidikan saat ini, hal ini menjadi refleksi penting bagi para pendidik agar tidak hanya fokus pada capaian akademik, tetapi juga pada pembentukan nilai-nilai spiritual dan moral peserta didik. Guru yang berakhlak mulia akan lebih mudah menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada siswanya, sebagaimana ditegaskan Ibnu Jama'ah bahwa keteladanan merupakan metode pendidikan yang paling efektif.
Sementara itu, murid dalam pandangan Ibnu Jama'ah dituntut memiliki adab terhadap ilmu dan guru. Ia harus menghormati, mendengarkan dengan seksama, serta menjaga niat belajar semata-mata untuk mencari ridha Allah. Prinsip ini sejatinya dapat menjadi fondasi kuat dalam membangun karakter pelajar di era modern yang cenderung materialistis dan pragmatis. Dengan menghidupkan kembali nilai adab dalam proses belajar, pendidikan tidak hanya akan melahirkan manusia cerdas, tetapi juga berintegritas dan berjiwa sosial tinggi.
Ketika dikaitkan dengan konteks pendidikan karakter di Indonesia, gagasan Ibnu Jama'ah tampak selaras dengan semangat Profil Pelajar Pancasila yang menekankan dimensi beriman, berakhlak mulia, gotong royong, dan mandiri. Nilai-nilai tersebut sebenarnya telah lama diajarkan dalam tradisi pendidikan Islam klasik. Misalnya, konsep ta'dib (pembentukan adab) yang digagas Ibnu Jama'ah sejalan dengan upaya membangun budaya saling menghormati antara guru dan murid serta kesadaran spiritual dalam menuntut ilmu.
Lebih jauh, pemikiran Ibnu Jama'ah juga menyoroti pentingnya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ilmu tanpa amal dianggap tidak bernilai, begitu pula amal tanpa ilmu berpotensi menyesatkan. Pesan ini relevan dengan tantangan pendidikan masa kini, di mana kemajuan teknologi sering kali membuat proses belajar menjadi sekadar formalitas. Ibnu Jama'ah mengingatkan bahwa hakikat ilmu adalah yang mampu membentuk kepribadian dan mengarahkan seseorang pada kemaslahatan hidup.
Dengan demikian, mengaktualisasikan pemikiran pendidikan Ibnu Jama'ah bukan sekadar nostalgia terhadap warisan intelektual Islam, melainkan sebuah kebutuhan. Nilai-nilai adab, keteladanan, dan keseimbangan ilmu-amal yang diajarkan olehnya dapat menjadi solusi atas berbagai persoalan pendidikan modern, mulai dari degradasi moral, rendahnya rasa hormat terhadap guru, hingga sempitnya orientasi pendidikan yang hanya berfokus pada nilai akademik. Pendidikan yang berakar pada nilai spiritual dan moral sebagaimana diajarkan Ibnu Jama'ah adalah jalan untuk melahirkan generasi cerdas yang juga berakhlak mulia.
Dengan mengintegrasikan pemikiran Ibnu Jama'ah ke dalam kurikulum dan praktik pendidikan kontemporer, Indonesia dapat memperkuat jati diri pendidikannya---bukan hanya menghasilkan lulusan yang kompeten, tetapi juga insan beradab yang mampu menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keislaman di tengah arus globalisasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI