Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Apa yang Bisa Dinikmati dari Format Baru Liga Champions 2020?

14 Agustus 2020   11:59 Diperbarui: 14 Agustus 2020   12:32 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
format dan aturan baru Liga Champions 2020. | foto diolah oleh kompasiana.com/irfanpras

Pemain Atalanta terlihat kelelahan dan lesu usai kalah dari PSG, kemarin. | foto: Twitter @ChampionsLeague
Pemain Atalanta terlihat kelelahan dan lesu usai kalah dari PSG, kemarin. | foto: Twitter @ChampionsLeague
Format baru ini secara tidak langsung menguji kejeniusan pelatih dan menguji kualitas skuat tiap kontestan. Sekali lagi, mari kita analisis dari laga Atalanta vs PSG dan Leipzig vs Atletico.

Pada laga Atalanta vs PSG kita ditunjukkan bagaimana kualitas dan kedalaman skuat dari juara Ligue 1 itu. Terlepas dari pengalamannya, PSG memang terlihat lebih menjanjikan daripada Atalanta.

Menurut saya, ada 2 sebab utama Atalanta kalah dari PSG. Pertama, kedalaman skuat. Dengan 5 pergantian pemain, PSG bisa memasukkan pemain pengganti yang fit dan punya kualitas tak jauh dari Starting XI-nya. Sementara pemain pengganti Atalanta tak punya kualitas mencukupi.

Kedua, kejelian pelatih dan mental pemain. Thomas Tuchel memang lebih muda dari Gasperini, tapi pengalamannya di Liga Champions lebih banyak. Dengan jeli Tuchel melakukan pergantian pemain di waktu yang tepat. Selain itu, dia juga jeli mengganti skema serangan PSG yang pasif menjadi agresif di babak kedua.

Sementara Gasperini justru memilih opsi bertahan. Sungguh opsi yang salah sebab Gasperini juga tak mengubah skema pertahanannya dan hanya mengandalkan kualitas individu pemainnya yang sudah kelelahan menjelang laga usai.

Sementara itu, di laga Leipzig vs Atletico kita juga melihat hal serupa. Walau Simeone punya pengalaman lebih banyak di Liga Champions, nyatanya taktiknya gagal menandingi Nagelsmann. Simeone dan Atletico dikenal dengan blok pertahanannya yang rapat dan permainan yang keras, tapi apa itu terjadi di laga dinihari tadi?

Statistik justru menunjukkan sebaliknya, Leipzig lebih spartan dan Atletico lebih lembek. Kualitas lini tengah Atletico juga kalah. Ditambah fakta bahwa semua pencetak gol Leipzig merupakan gelandang.

Statistik laga RB Leipzig vs Atletico Madrid diolah oleh kompasiana.com/irfanpras dari sofascore.com
Statistik laga RB Leipzig vs Atletico Madrid diolah oleh kompasiana.com/irfanpras dari sofascore.com
Perpaduan format baru dan aturan baru ternyata terbukti memberi dampak signifikan. Dengan jadwal mepet, cuma 12 hari hingga final, fase gugur berlangsung 1 leg, dan pergantian 5 pemain menjadi ujian bagi tiap kontestan.

Kebugaran pemain andalan tiap tim bakal terlihat disini. Jika apes, akibat jadwal mepet dan tensi tinggi bukan tak mungkin pemain rawan cedera atau minimal tidak fit di laga berikutnya. Disinilah nanti akan terlihat kualitas skuat masing-masing tim.

Tim yang punya kualitas merata baik di Starting XI dan bangku cadangan akan lebih unggul. Pelatih yang jeli dengan situasi pertandingan dan jeli melakukan pergantian pemain memiliki peluang menang lebih besar. Dan tim yang punya mental tangguh terlepas dari pengalamannya besar kemungkinan akan jadi juara.

Ternyata, ada yang masih bisa kita nikmati dari format baru Liga Champions 2020 ini kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun