Mohon tunggu...
Irfan Hermawan
Irfan Hermawan Mohon Tunggu... Penulis - Just For Fun

hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengupas Sisi Lain Budaya Patriarki: Diskriminasi Gender Korban Pelecehan Seksual pada Laki-laki, Bukti Nyata Rendahnya Kesetaraan Gender di Indonesia

12 April 2022   22:49 Diperbarui: 12 April 2022   23:03 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan dari fakta-fakta tersebut tentu saja menjadi menarik karena laki-laki yang selalu berperan sebagai sosok patriarki dan jarang dianggap sebagai korban kekerasan seksual. Data yang menunjukkan terjadinya kekerasan seksual pada laki-laki seringkali diacuhkan karena laki-laki yang memiliki pengalaman menjadi korban cenderung untuk tidak melaporkannya dikarenakan ia merupakan sosok yang dikenal maskulin. Pelecehan yang dilakukan sesama laki-laki bisa saja terjadi sejak masa remaja. Namun, kebanyakan orang tidak menyadarinya sebagai tindakan pelecehan seksual. Misalnya, pelakunya laki-laki acap kali banyak remaja yang tidak menyadari ketika mereka bercanda dengan teman laki-lakinya, mungkin ada yang suka bercanda dengan pelorotin celana temannya. Sebetulnya bercandaan seperti itu sudah termasuk tindakan pelecehan seksual. Karena belum tentu orang yang dipelorotin celananya itu senang dilakukan seperti itu karena itu tindakan yang memalukan (Varwati, 2021).

Ketika seorang laki-laki tidak dapat mencegah dirinya menjadi korban kekerasa seksual, tudingan-tudingan mengenai maskulinitas mereka seringkali muncul. Menjadi korban tidak termasuk dalam kriteria maskulintas justru membuat maskulinitas itu sendiri ternodai. Dengan pola pikir masyarakat yang demikian, tidak heran jika muncul anggapan bahwa pelecehan seksual dianggap tidak normal jika dialami oleh pria gay (Abdiah, 2022). Masih sempitnya sudut pandang masyarakat dan respons negatif kasus pelecehan seksual terhadap laki-laki mengakibatkan korban enggan untuk speak up. Meskipun sudah jelas menjadi korban, konteks maskulinitas mereka dipertanyakan. Masyarakat sering kali menyudutkan korban terkait bagaimana seharusnya bisa membela diri dan bagaimana mereka berpenampilan. Ketika seorang laki-laki menjadi korban perlecehan seksual, identitas personal mereka mulai terganggu dan mulai mempertanyakan orientasi seksual mereka.

Catatan Penutup: Pentingnya Kesadaran Terhadap Kesetaraan Gender untuk Mendobrak Budaya Patriarki

Kesetaraan gender tentu menjadi penting, sebab pandangan ini membuat manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama, kesempatan yang sama untuk merasa dihargai, berhak mendapatkan pendidikan yang sama, dan berhak menentukan masa depan sendiri. Keadilan gender dimaknai dengan kondisi masyarakat yang menempatkan laki-laki maupun perempuan secara adil dan setara. Masyarakat diharapkan dapat terbebas dari nilai-nilai yang menganggap laki-laki lebih utama (patriarki) dibandingkan perempuan dan tidak terjadi lagi pembedaan peran, posisi, tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang berdasarkan pada jenis kelamin.

Terwujudnya keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian perempuan dan laki-laki memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya sehingga memperoleh manfaat yang sama (Rizky Amalia, 2022).

Pelecehan Seksual seringkali terjadi pada remaja khususnya pada laki-laki.
Pada umumnya perilaku ini bermula ketika seorang laki-laki memiliki sifat atau
karakter yang lebih pendiam dari laki-laki umumnya. Penyebab adanya pelecehan seksual yang terjadi pada laki-laki disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari keluarga yang disebabkan oleh sosialisasi yang tidak sempurna dan kurangnya edukasi mengenai seks edukasi atau kesetaraan gender dalam keluarga. Sedangkan faktor eksternal berasal dari sifat
masyarakat yang kurang open minded atau masih berpegang teguh pada budaya patriarki dan kurangnya edukasi mengenai kesetaraan gender. Perilaku pelecehan seksual yang terjadi pada mereka menyebabkan perubahan sifat atau karakter pada diri mereka.


DAFTAR PUSTAKA

Abdiah, J. M. (2022, Januari 08). Kumparan.com. Retrieved from https://kumparan.com/jaenal-muhamad-abdiah/patriarki-penyebab-kekerasan-seksual-pada-laki-laki-belum-dianggap-serius-1xKfiXQ2Joc/2

Barus, B. I. (2021, September 28). Indonesia Judicial Research Society . Retrieved from http://ijrs.or.id/kekerasan-seksual-pada-laki-laki-diabaikan-dan-belum-ditangani-serius/

Chaerunnisa, L. (2022, 01 19). Mubadalah. Retrieved from mubadalah.id/bukan-hanya-perempuan-laki-laki-juga-korban-patriarki/

Rizky Amalia, M. D. (2022). Wageldicator Fondation. Retrieved from https://wageindicator-data-academy.org/countries/data-akademi-garmen-indonesia-bahasa/sensitivitas-gender/konsep-keadilan-gender

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun