Kesalahan administrasi dalam surat pajak, seperti salah penulisan nama atau angka, adalah hal yang dapat terjadi. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP dan Pasal 20 UU PBB, Pemerintah menunjukkan pemahaman terhadap kemungkinan human error ini. Aturan-aturan ini menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk mendapatkan perlindungan dan memastikan kekeliruan tersebut dapat diperbaiki tanpa menimbulkan kerugian. Berikut uraian mengenai setiap Kriteria Kekhilafan atau Bukan Karena Kesalahan Wajib Pajak termasuk karena Hal-hal Tertentu, yang dapat menjadi dasar pengajuan permohonan keringanan sanksi administratif.
1. Sanksi administratif atau denda administratif PBB yang diterbitkan untuk pertama kali.
Kriteria ini berlandaskan pada prinsip keadilan dan pembinaan, di mana keterlambatan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak (WP) dianggap sebagai kekhilafan pertama kali, bukan kesengajaan. Dengan demikian, pengenaan sanksi dapat dipertimbangkan untuk diberi keringanan sebagai bentuk pembinaan agar WP lebih patuh di masa mendatang, tanpa harus dikenakan sanksi maksimal.
2. Disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan WP.
Situasi di mana pengenaan sanksi administratif dipicu oleh kesalahan atau kelalaian pihak ketiga, di luar kendali Wajib Pajak, dapat menjadi alasan pengajuan permohonan. Pihak ketiga ini dapat mencakup individu maupun entitas, seperti lembaga perbankan, konsultan pajak, atau penyedia jasa. Sebagai ilustrasi:
Terjadi kegagalan dalam pemrosesan atau pengiriman data pembayaran PBB oleh pihak bank secara tepat waktu, yang mengakibatkan sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatatnya sebagai keterlambatan.
Kelalaian konsultan pajak dalam penyampaian pelaporan atau pembayaran, meskipun WP telah menyerahkan seluruh dokumen dan data yang akurat, dapat mengakibatkan pengenaan denda. Dalam kasus ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk membuktikan penyerahan data yang valid kepada konsultan.
Gangguan teknis pada layanan publik, seperti internet atau listrik, yang terjadi dalam durasi signifikan, menyebabkan WP tidak dapat mengakses sistem perpajakan elektronik untuk memenuhi kewajiban pelaporan atau pembayaran. WP wajib melampirkan bukti-bukti pendukung, seperti surat keterangan dari pihak terkait atau dokumentasi berupa tangkapan layar yang menunjukkan adanya gangguan sistem.
3. Kesalahan Direktorat Jenderal Pajak.
Kriteria ini merujuk pada kesalahan yang sepenuhnya berasal dari internal DJP dan bukan disebabkan oleh Wajib Pajak. Kondisi ini menjadi landasan kuat bagi WP untuk mengajukan permohonan pembatalan sanksi, karena kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tahapan administrasi, meliputi:
Terdapat kesalahan entri data oleh petugas pajak, seperti identitas WP, Nomor Objek Pajak (NOP), atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), pada saat penerbitan surat ketetapan pajak.
Adanya kekeliruan aritmetika dalam perhitungan sanksi atau denda yang tidak seharusnya dikenakan.
Penerbitan surat tagihan pajak yang tidak mengikuti prosedur yang semestinya, seperti tanpa melalui pemberitahuan atau verifikasi awal. Hal ini mengindikasikan adanya cacat administratif di pihak DJP.
4. Terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial.
Kriteria ini menyediakan pertimbangan khusus bagi Wajib Pajak yang terdampak musibah berskala besar. Regulasi mengatur fleksibilitas waktu yang jelas untuk pengajuan permohonan, yaitu jika bencana terjadi pada:
Tahun pelaksanaan kewajiban perpajakan: Contohnya, properti WP terkena dampak banjir besar pada periode jatuh tempo pembayaran PBB, yang mengakibatkan hilangnya dokumen penting dan menghambat pemenuhan kewajiban.
Setelah penerbitan SKP atau STP PBB: Apabila bencana terjadi dalam jangka waktu paling lama 6 bulan setelah diterbitkannya surat tagihan, yang secara langsung memengaruhi kemampuan finansial atau akses WP untuk melunasi kewajiban.
Sebelum permohonan disampaikan: Bencana yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sebelum pengajuan permohonan, di mana dampaknya masih terasa dan menghambat WP untuk memenuhi kewajiban.
5. Adanya perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kriteria ini memberikan perlindungan bagi WP dari dampak langsung perubahan regulasi. Apabila sanksi administratif dikenakan sebagai konsekuensi dari ketidaksiapan WP dalam beradaptasi dengan peraturan baru dalam jangka waktu 6 bulan setelah peraturan tersebut berlaku, permohonan keringanan dapat diajukan. Kriteria ini memastikan WP memiliki kesempatan yang layak untuk memahami dan mengimplementasikan ketentuan baru sebelum dikenai sanksi.
6. Timbul akibat melaksanakan kesepakatan harga transfer.
Kriteria ini berlaku secara spesifik untuk Wajib Pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan dengan transaksi afiliasi. Jika sanksi timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kesepakatan harga transfer yang telah disetujui (misalnya, melalui Advanced Pricing Agreement atau APA), tetapi kemudian koreksi pajak oleh DJP memicu sanksi, WP berhak mengajukan permohonan keringanan. Kriteria ini mengakui bahwa sanksi tersebut bukan disebabkan oleh pelanggaran aturan yang disengaja, melainkan oleh interpretasi atau hasil akhir dari kesepakatan harga transfer yang telah disepakati sebelumnya.
7. Kendala pada jaringan sistem elektronik.
Kriteria ini mengakomodasi permasalahan teknis yang umum terjadi di era digital. Apabila WP terhambat dalam memenuhi kewajibannya karena gangguan pada sistem elektronik DJP, permohonan keringanan dapat diajukan. Beban pembuktian berada pada WP, yang wajib menyediakan bukti valid dan kuat untuk mendukung klaim ini, seperti surat konfirmasi adanya gangguan dari DJP, dokumentasi berupa tangkapan layar dari pesan eror sistem, atau bukti lain yang menunjukkan adanya kendala teknis pada periode tersebut.
8. Kesulitan keuangan.
Kriteria kesulitan keuangan memberikan solusi bagi WP yang secara faktual menghadapi permasalahan finansial. Pembuktian untuk kriteria ini harus didukung oleh data keuangan yang valid dan kuat:
Bagi Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas: WP harus menunjukkan laporan keuangan yang mengindikasikan kerugian komersial dan kesulitan likuiditas (kesulitan membayar utang jangka pendek) selama 2 tahun berturut-turut sebelum permohonan diajukan.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas: WP harus dapat menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari usahanya tidak cukup untuk menutupi biaya hidup selama 2 tahun berturut-turut.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas: Kriteria ini berlaku apabila WP mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh pada tahun pajak sebelum permohonan tersebut disampaikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI