Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Kuecang, Lima Bulan Lima Kalender Lunar

25 Juni 2020   15:38 Diperbarui: 25 Juni 2020   16:44 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)

Hari Kuecang atau Bakcang tahun ini jatuh pada tanggal 25 Juni 2020. Tanggal Masehinya selalu berubah karena perhitungannya memakai kalender Lunar atau Imlek, yaitu tanggal 5 bulan 5. Masyarakat Tionghoa setiap tahun merayakan hari spesial ini. Sebagian orang mengenalnya sebagai Hari Peh Cun.

Di Makassar, di kalangan masyarakat Tionghoa peranakan, kami menyebutnya sebagai Allo Panganreang Kuecang yang artinya hari makan kuecang. Tidak dikatakan panganreang bakcang.

Itu saya kira karena pada awalnya orang Tionghoa peranakan hanya membuat kuecang, yaitu ketan yang dibungkus daun bambu tanpa isi yang dimakan bersama air gula.

Di rumah kami, Ibu akan Paka'do'(sembahyang) dengan sajian hanya berupa kuecang jene golla( air gula) atau biasa juga disebut kuecang jene au (air abu). Nanti saya jelaskan, ya.

Orang Tionghoa totok biasanya membuat kuecang kambu (kuecang isi) yang kelak populer disebut bakcang. Mereka rata rata membuat isinya dari daging B2, walau bak di sini sebenarnya bukan berarti babi tetapi artinya daging. Isi daging apa saja boleh disebut Bakcang.

Membuat bakcang sebetulnya lebih sederhana daripada membuat kuecang.

Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Persiapan menyambut Hari Kuecang melibatkan semua penghuni rumah, dari anak anak sampai yang tua, pokoknya asal matanya masih jernih penglihatannya.

Kira kira sebulan menjelang hari H, Ibu sudah membeli beras ketan putih berkilo kilo banyaknya. Ketan itu harus kami bersihkan dari butir beras yang biasanya ada tercampur bersama ketan.

Caranya dengan mengambil segenggam ketan dan menaruhnya di piring ceper dan mulai memisahkan butiran beras dari ketan.

Menurut Ibu saya jika berasnya tidak dikeluarkan, maka setelah kuecang matang beras itu akan terasa agak keras diantara ketan yang terasa kenyal.

Di samping memilah beras, ibu juga mulai mengumpulkan kulit pisang kepok (unti bainang) dan kulit durian, menjemurnya sampai kering untuk nanti dibakar. Abunya direndam air yang akan jadi air abu yang nanti dipakai membuat kuecang.

Jika air abunya bagus dan pas, penampilan kuecangnya pasti kuning menawan dan menambah kelezatannya buat orang yang suka.

Soalnya tidak semua orang menyukainya, beda dengan bakcang yang hampir semua orang menyukainya.

Makanya sekarang bakcang dijual sepanjang tahun dengan isi yang bervariasi, kebanyakan berisi daging yang halal. 

Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Foto kuecang (dok: kiriman WA teman)
Bakcang Ibu saya selalu berisi daging ayam dengan sepotong telur kecap atau kuning telur asin. Ketannya Ibu campur dengan sedikit tiboang lompo, kacang yang mirip kedelai tapi ukurannya lebih besar. Enak sekali!

Kegiatan pembuatan kuecang buat saya sangat rumit, sekaligus menyenangkan. Sebagai anak anak saya tidak kebagian tugas, cukup mengawasi dan menunggu mateng. Menunggu mateng ini sangat mengasyikkan, karena berarti sayalah yang pertama akan mencicipinya. Hehehe... dasar rakus ya.

Tiga hari menjelang hari H, Ayah saya membeli daun bambu yang lumayan banyak. Masih dalam bentuk asli dari pohon bambu.

Ibu menggunting satu persatu dan mecucinya lalu dicelupkan ke dalam wajan besar yang berisi air panas. Gunanya supaya daun itu layu dan tidak pecah waktu membungkus kuecang.

Untuk membungkus dan mengikat kuecang, tali tali pengikatnya saya lihat posisinya tergantung.

Tahu nggak? Ibu saya memanfaatkan palang pintu (rumah kami masih memakai palang pintu, walau model arsitektur mengarah kolonial) yang ditaruh di atas dua sandaran kursi dan mulailah Ibu membungkus kuecang itu satu persatu sampai selesai.

Dulu Ibu saya mengikat pakai tali yang di Makassar disebut kuala'. Kuala' itu dulu fungsinya seperti tali rafia untuk mengikat apa saja. Bedanya tali rafia itu bahan sintetis sedangkan kuala' bahan alami. Sayang sekarang di Makassar tidak ada lagi yang jual. Ketika saya bertanya, ada penjual yang jahil menggoda saya, katanya pakai saja rafia daripadai kualat kalau tidak diikat.

Coba, nama kuala' saja sudah dilupakan.

Sekarang bakcang kebanyakan diikat dengan tali rafia. Untung sebagian ada yang memanfaatkan bannang godang, benang yang tebal yang dipakai tukang bangunan untuk waterpas, menarik garis.

Saran saya kalaupun terpaksa memakai tali rafia pakailah yang warnanya putih, lebih baik lagi jika yang bening.

Pada hari H, Ayah dan Ibu mengadakan ritual paka'do' kuecang.

Saya tidak bisa berbagi cara membuat kuecang karena saya tidak pernah mempelajarinya. "Kan ada Ibu." itu yang selalu saya pikirkan.

Kebodohan itu sekarang saya sesali. Saya tidak mewarisi kepandaian Ibu saya, kecuali kesukaannya berkebun.

Untuk menyantap kuecang, setelah pembungkusnya kita buka, kita mengiris kuecangnya memakai tali pengikatnya. Ini tips kebiasaan dari Nona Nona Na Mangkasara. 

Artikel ini agak terlambat karena saya menemani cucu cucu saya yang sedang di lockdown di rumah kami, bercengkrama sambil menikmati bakcang. Sayang saya ga punya kuecang jene au. 

Kesadaran bahaya pemakaian tali plastik (rafia) sebagai pengikat masihkurang, bakcang dari restoran kelas atas masih pakai tali rafia
Kesadaran bahaya pemakaian tali plastik (rafia) sebagai pengikat masihkurang, bakcang dari restoran kelas atas masih pakai tali rafia

Salama' allo panganreang kuecang, sibuntulu'ki pode taung riboko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun