Mohon tunggu...
Irawaty Silalahi
Irawaty Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Suka bercerita dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Siapa Racunnya?

17 Desember 2020   22:14 Diperbarui: 17 Desember 2020   22:14 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi. Lukisan anak sendiri.

Suatu kali, jauh sebelum pandemi, Ibu Lulu Lugas yang punya jabatan cukup tinggi pada sebuah perusahaan gundah-gulana karena harus mengambil keputusan untuk menyudahi kontrak kerja seorang karyawan.

Pasalnya, karyawan yang akan diputuskan kontrak kerjanya, bukan karena melakukan kesalahan fatal, melainkan memang sudah tidak produktif lagi, karena usia yang sudah sepuh. Maksud hati Ibu Lulu Lugas bukan mem-PHK Bapak Senja, melainkan ingin menawarkan pensiun dini kepada beliau. 

Dengan demikian, Pak Senja tidak menjadi bahan perbincangan rekan-rekan lain, karena ia sering tertidur di meja kerjanya, bahkan ketika rapat. Semua memang maklum adanya, karena Pak Sen-sen, demikian Pak Senja dipanggil, kelihatannya cepat sekali letih karena usianya, padahal, beban pekerjaannya sangat minim, dibanding rekan kerja lainnya.

Menghadapi karyawan sepuh dan mengutarakan keputusan perusahaan tentulah membuat hati Ibu Lugas berkecamuk.  Tapi, yang membuat Ibu Lulu pusing geregetan adalah, rekan sejawatnya, sang manager HRD yang terkesan  'ogah-ogahan' untuk menyampaikan keputusan ini. 

Pasalnya, ia meragukan apakah pemilik perusahaan akan membayarkan sejumlah pesangon atau tidak. Ia beralasan, perusahaan sedang merugi, dan ini perusahaan skala kecil, perusahaan keluarga. Begitu katanya.

Jelas saja, Ibu Lulu Lugas dengan tegas berkata, "Ya, sudah jadi risiko 'owner' dong, Pak, untuk memberikan tunjangan sesuai ketentuan kepada Pak Senja, atas jasa-jasa beliau.

Lagipula, Pak Senja itu kan termasuk pionir, lho di perusahaan ini. Tentunya, beliau punya kontribusi yang signifikan untuk kemajuan perusahaan ini pada masanya." Demikian Ibu Lulu Lugas memaparkan hak yang harus diberikan kepada Pak Senja.

Sayangnya, sang Manager HRD, yang merasa berkuasa atas hidup mati karyawan menjawab dengan santai, "Hmmm ... begini, Bu Lulu ... kalau di perusahaan itu, ya ... ada dua kondisi yang membuat orang keluar, yaitu dipecat atau keluar atas keinginannya ..."

Mata bulat Bu Lugas mendelik dari balik kaca matanya. "Maksud Bapak, biarkan saja Pak Senja resign sendiri, supaya perusahaan ini enggak bayar pesangonnya, gituh?" sahut Bu Lulu menanggapi Pak Pongah, sang manager HRD. Mendengar perkataan Bu Lulu Lugas, Pak Pongah salah tingkah cengengesan nggak karuan. Mimiknya sungguh licik.

Sontak Bu Lulu berkata dengan nada rendah, dalam, dan serius,  " Kalau itu yang Bapak maksudkan, kalau Bapak ingin menciptakan kondisi supaya Pak Senja resign, supaya ia tidak mendapatkan pesangon, maka Bapak Pongah, Anda jahat. Itu licik namanya. Kita semua tahu, beliau sudah tidak produktif, karena usianya yang sepuh, kondisinya pun sudah tidak memungkinkan lagi," "Alangkah lebih baik, kalau perusahaan ini mengapresiasi jasa beliau ketika merintis usaha ini sehingga berkembang seperti sekarang," "Dan bukannya malah mengkondisikan dia untuk mundur dengan sendirinya supaya dia tidak dapat pesangon," "Apakah Bapak Pongah mau suatu hari nanti diperlakukan seperti itu?" pungkas Ibu Lulu Lugas dengan tegas mengakhiri percakapannya lalu pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun