Mohon tunggu...
Ira Wahyuni S
Ira Wahyuni S Mohon Tunggu... -

saya, seorang pelajar yang bermimpi bisa menjadi seorang penulis:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ana Uhibbuki Fillah

29 Agustus 2014   19:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:10 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suaratembakan senjata semakin terdengar jelas, suara roket-roket di udara semakin terdengar, bahkan suara letusan kian mulai terdengar lagi.

sebenarnya apa salah mereka? sebenarnya apa yang membuat bangsa israel membenci mereka? mereka tak pernah mengganggu ketenangan bangsa Israel, bahkan kami tak pernah mengusik kehidupan mereka. Lantas mengapa mereka berlaku sekejam ini? mengapa mereka sekeji ini? apakah karena bangsa palestina punya peninggalan sejarah Islam? Apakah karena kami ini Palestina? Entahlah! Mataku masih menatap korban-korban itu mencoba menolongnya semampu yang aku bisa. mempertaruhkan nyawaku untuk mereka, mereka yang telah berjuang di jalan Allah.

Kata teman-temanku, aku bodoh meninggalkan Indonesia, meninggalkan kehidupanku yang tenang, kehidupanku yang penuh kedamaian,kehidupan dengan banyak bahagia didalamnya. Dan aku hanya bisa tersenyum ketika satu persatu dari mereka berkata demikan, itu hak mereka aku tak bisa melarangnya untuk beropini, tak bisa melarangnya untuk berucap karena setiap orang punya persepsi yang berbeda-beda, punya watak yang berbeda-beda bahkan punya mimpi dan impian yang berbeda.

Mungkin mengabdikan diri ditanah suci ini adalah panggilan jiwa yang tak lagi bisa kuabaikan, dan tak lagi bisa kutolak, ini jalanku dan apapun yang terjadi semuanya adalah resiko yang harus kutanggung sendiri.

"Astagfirullah" Ujarku ketika menyaksikan semakin banyaknya korban yang berjatuhan akibat serangan udara semalam.

"Mari kita selamatkan mereka yang masih bisa kita diselamatkan". Kata Jihan seorang relawan dari Malaysia

"baiklah, ini cobaan ukhti. kita harus sabar karena saudara-saudara kita yang gugur hari ini, Insya Allah mati syahid". Ujarku sambil menggendong seorang anak kecil yang telah berlumuran darah.

"iya, Insya Allah Ukhti. karena kita hanya mampu membantu dengan tenaga dan juga do'a". jawabnya.

Segera kuberlari membawa anak kecil ini di posko pengobatan, memberikannya pertolongan. Tampak rintihan mulai terdengar dari bibir kecilnya, tampak luka yang menganga lebar di pergelangan tangannya tak lagi mampu dia tahan. Segara kubalut luka itu dengan sisa kain kerudungku, tak lagi kuhiraukan bagian itu penuh dengan darah, karena yang ada di fikiranku saat ini adalah menghentikan darah yang mengalir dan membuat anak ini tetap dapat menatap mentari esok hari.

"Sabar sayang kita sudah hampir sampai". Ucapku sambil terus mempercepat laju kakiku.

Namun, sebuah batu membuatku terjatuh bersama seorang anak di pelukankanku. Segera kubagkitkan kembali tubuhku, segera kulanjut lagi perjalanku, akan tetapi seseorang menyodorkan senjatanya di kepala anak kecil itu.

"Hey, kamu kenapa?" tanyaku, sambil menjauhkan anak itu dari senjata yang disodorkan lelaki berpakaian militer itu.

"Dia warga palestina, dan dia harus mati". Jawabnya sambil kembali menyodorkan senjatanya kepada anak yang tak berdosa ini.

"Tapi kenapa? kau tahu dia anak kecil, kau pernah seperti dia. apakah kau tega membunuh mahluk tak berdosa ini hanya demi sebuah misi yang begitu dilaknat Allah. Anak ini tak punya masalah denganmu, bahkan mengenalmu saja tidak. Lantas apa salahnya? jawab?" tanyaku sambil menangis dan menarik baju lelaki perkasa yang saat ini sedang terpaku dihadapanku.

Dia tak tampak seperti wajah kaum Israfil, wajahnya seperti kebanyakan orang dinegaraku. Dia tetap saja menatapku, tanpa berkata apupun. yang terdengar hanya desahan nafas yang semakin tak beraturan. Tak lagi kuhiraukan lelaki yang saat ini tengah terpaku di hadapanku sambil memegang senjata di kedua jemarinya.

tetap saja kuraih anak kecil yang tengah pingsan itu mencoba kembali menggendongnya dan membawanya keposko pengobatan. baru ingin kulangkahkan kedua kakiku, tiba-tiba seseorang menarik tanganku, otomatis langkahku terhenti dan kepalaku menengok siapakah yang telah menghentikan lajuku, rupanya lelaki itu, dia yang telahmembuatku kehilangan waktu, membuatku semakin lama berada di tempat yang kutahu tidak aman untukku.

"Ada apa? biarkan aku pergi, anak ini butuh pengobatan secepatnya. Aku tak ingin hanya karena berceloteh dengan mahluk sekeji dan sekejam dirimu nyawa anak ini tak lagi dapat tertolong. Mengertilah mentari di esok hari masih merindukan tatapannya, dia masih terlalu dini untuk pergi, masih terlalu dini untuk menerima ini. sudahlah!! lepaskan aku,biarkan aku pergi!" Kataku sambil mencoba melepaskan tanganku dari tangannya.

"Bisakah aku bertanya kepadamu?" tanyanya sambil kembali menatapku.

"baiklah setelah itu lepaskan aku". Jawabku padanya.

"kau warga palestina?" tanyanya padaku.

"Bukan, aku relawan dari Indonesia. Dan aku sudah menjawab pertanyaanmu, jadi kumohon lepaskan aku! kumohon kepadamu. jika kau masih punya hati nurani tolong biarkan aku pergi saat ini juga. Karena nyawa anak ini ada di pundakku, dan aku tak ingin karenaku dia mati. kumohon padamu lepaskan aku". Jawabku sambil mencoba kembali melepaskan tanganku.

"Baiklah" Ujarnya sambil melepaskan tanganku dan membebaskanku pergi.

Segera kuberlari secepat yang aku bisa. Meninggalkan tentara israel itu sendirian disana. Tampak posko pengobatan telah ada didepan mata, segera kubaringkan anak kecil itu dan memanggil dokter untuk mengobati lukanya. Karena dokter telah ada maka segera kutinggalkan anak itu agar dia bisa segera mendapatkan pertolongan.

Kududuk di sebuah kursi di luar posko, mencoba mengatur nafas, menenangkan hati dan menjernihkan fikiran. "Astagfirullah hari ini begitu melelahkan". Ujarku dalam hati. Kusandarkan tubuhku di sandaran kursi, mencoba menutup mata dan beralih kealam lain yang lebih indah dan nyaman tepatnya di alam mimpi. Seketika tubuhku tersentak saat sesosok wajah hadir dalam mimpiku. lelaki itu, tentara israel yang ingin mencoba membunuh anak kecil di gendonganku.

"Astagfirullah, ada apa denganku?" Ujarku, sambil bangkit dan berjalan menuju tempat penginapan. Baru saja ingin kubersihkan baju dan kerudungku dari darah, tiba-tiba ponselku berdering pertanda ada yang menelfon. Tampak ada nama Ibu tertera disana. Segera kutekan tombol hijau itu dan mulai mendekatkan ponsel tersebut ditelingaku.

"Assalamualaikum, apa kabar Nak?" Ujar suara dari balik telefon

"Alhamdulillah baik Bu'. Ibu apa kabar?" Tanyaku.

"Alhamdulillah baik. Nak, bisakah seminggu kemudian kamu kembali ke Indonesia? Sasa mau menikah dan dia sangat mengharapkan kedatanganmu. sampai-sampai dia menyuruh Ibu menghubungimu"

"ah? Minggu depan Ibu? Azza tidaktau. Tapi, Insya Allah Azza usahakan demi Sasa" Jawabku.

"Baiklah, kamu baik-baik yah disana, jangan lupa istirahat, banyak yang membutuhkan tenagamu disana, Ibu cuma bisa kirim do'a"

"Iya, Ibu makasih perhatiaannya. kalau begitu Azza istirahat dulu, salam untuk semuanya. Wassalamualaikum"

"Wa'alikumsalam" Jawab Ibu sambil menutup sambungan telefon.

Meninggalkan Palestina minggu depan? apakah itu lucu? Ibu, Ibu disini perang, akan sangat berbahaya jika harus kembali lagi ke Indonesia. Tapi, Sasa sahabatku dan aku telah berjanji untuk hadir jika dia ingin melangsungkan pernikahannya. Lantas apa yang akan kulakukan? entahlah! kebingungan semakin menguasai fikiranku.

Seminggu telah berlalu, dan hari ini adalah pernikahan Sasa. Tetapi, peperangan masih berlangsung, bagaimana caraku untuk kembali ke Indonesia?mataku kembali menatap langit pagi ini, mencoba mencari solusi terbaik untuk pulang ke Indonesia dengan selamat. Tiba-tiba ditengah kebigunganku seseorang menepuk bahuku. cepat-cepat kumenoleh kebelakang dan mendapati lelaki itu lagi.

"As'salamualaikum, bagaimana dengan anak kecil waktu itu?" tanyanya padaku.

"Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah nyawanya dapat tertolong. mana baju seragammu?" tanyaku sambil menatap lelaki ini dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Ada didalam koper, sekarang aku ingin pulang dulu, ada keluargaku yang menikah dan mereka begitu mengharapkan kedatanganku. Kamu kenapa ada disini? disini berbahaya, jika saja tentara Israel menemukanmu disini pastilah dia akan membunuhmu." Jawanya.

"Kamu ingin pulang kemana? aku disini karena akupun ingin pulang ke Indonesia, sahabatku ingin menikah dan dia mengharapkan kehadiranku. Tetapi aku tak tahu caranya untuk pulang". Jawabku sambil kembali menatap langit

"Kalau begitu kau ikut denganku, kita punya tujuan yang sama, akupun ingin kembali ke Indonesia". Ujarnya padaku.

"Caranya bagaimana? jika mereka melihatku pastilah mereka membunuhku. Bukannya aku takut mati, akan tetapi tenagaku masih dibutuhkan disini". Ujarku.

"Bisakah kau lepas hijabmu? ini hanya sebentar, hanya sampai kita telah melewati kawanan tentara disana" Ujarnya sambil menunjuk tentara-tentara yang sedang berjaga dengan senjata di tangan mereka.

"apa katamu? melepaskan hijabku?aku tidak mau! aku lebih baik mati saat ini juga tertembak senjata itu daripada harus melepaskan hijab yang telah menjadi kehormatanku. Dan apapun yang kamu rencanakan jika itu harus melepaskan hijab maaf, aku tidak akan pernah mau, ingat itu!" Kataku sambil bangkit dan berlalu meninggalkannya.

Segera kuraih ponsel yang ada di dalam sakuku dan mengetik sebuah pesan untuk Sasa. "Maaf aku tak bisa hadir di pernikahanmu, disini masih perang dan tak ada satupun jalan untuk kembali ke Indonesia, maafkan aku Sasa:( "

Malam semakin larut, serangan begitu dasyat, suara tembakan senjata dimana-mana. disetiap sudut ada yang merintih, disetiap sudut ada yang kesakitan dan disetiap sudut ada yang tak lagi bernyawa.

ingin kuberlari keluar dari tempat ini dan ikut berjuang disana. Namun, Jihan menahanku karena tugas kami disini bukan untuk itu.

Mataku seakan mulai hangat menyaksikan pemandangan dihadapanku, saudara-saudaraku satu persatu tewas hanya untuk berjuang di jalan Allah, saudara-saudaraku rela hidup di negara yang setiap harinya hanya terdengar suara meriam, tembakan senjata, bom, dan lain sebagainya yang begitu mengerikan dan menakutkan hanya demi menjaga peninggalan bersejarah ummat Islam.

Sungguh perjuangan yang begitu membanggakan dan berada ditempat ini mengabdikan diri untuk membantu mereka adalah kebanggaan yang tak lagi dapat kuterjemahkan dengan kata-kata. Aku bangga bisa menjadi bagian dari mereka. Yah, sangat-sangat bangga!

terlihat seorang anak kecil terlempar karena bom, dia menangis dan merintih tak lagi bisa kutahan diriku terlalu lama disini dan hanya memandanginya tanpa berbuat apa-apa.

kuberlari keluar dari rumah yang aman ini ke dunia luar yang begitu mengerikan. Tak lagi kuhiraukan jika peluru menembus dadaku, tak lagi kuhiraukan jika bom itu menghanguskan tubuhku. Karena, kewajibanku adalah menolong mereka yang tak berdaya. Segera kugendong anak itu mencoba menerobos orang-orang yang tengah berperang, terkesan bodoh tetapi hanya ini yang dapat kulakukan. tidak ada jalan lain selain berlari, menghidar dan berdo'a. Hampir saja peluru menembus kepalaku jika saja lelaki itu tak menarik tubuhku untuk menunduk dan menarikku untuk berlindung dan bersembunyi.

"Tolong, lepaskan aku! aku hanya ingin menolong anak ini, bukan untuk berperang dengan bangsamu! tolong lepaskan aku." Ujarku padanya.

"Tenanglah, ini aku Renra. aku memang tentara Israel, tetapi aku tak sejahat mereka. Aku ingin membantumu, aku ingin menjadi bagian darimu. Aku telah salah selama ini, jalanku salah, yang kulakukan salah dan agamaku salah. Menjadi bagian dari mereka bukan mauku, tetapi tuntutan kuliah" Ujarnya padaku

"Benarkah? apakah kau benar-benar ingin menjadi bagian dari kami? kau ikhlas menjadi muslim?" tanyaku dengan menatapnya lekat-lekat.

"Jujur saja, menjadi seorang muslim adalah keinginanku sejak dulu, tetapi tempatku berkuliah begitu membenci Islam, begitu melarang segala hal mengenai Islam, aku tak punya banyak pilihan selain ikut menjadi bagian dari mereka. Tetapi, setelah bertemu denganmu aku merasa ada yang berbeda dengan diriku, ada yang salah denganku, dan setelah kuterka-terka rupanya aku salah memilih arah. Siapapun namamu tolong ajari aku untuk menjadi muslim, bantu aku keluar dari kaum yang hina ini, kumohon!" Jawabnya sambil melepas pelindung dikepalaya.

"jika kau ingin mnjadi muslim, maka ucapkanlah kalimat syahadat. ikuti apa yang kuucapkan sambil kau yakini dalam hatimu kalau kau benar-benar ikhlas menjadi seorang muslim"Asyhadu Allahilahaillah Waasyhaduanna' Muhammadarrasulullah" ujarku padanya.

"Asyhadu Allahilahaillah Waasyhaduanna' Muhammadarrasulullah" ikutnya.

"Alhamdulillah, makasih Yah Allah kau telah menyadarkan saudara kami ini, terima kasih".Ujarku sambil berdoa kepada Allah.

Baru saja kami ingin melanjutkan perjalan ke posko pengobatan tiba-tiba segerombolan tentara israel menyergap kami, menghalangi jalan kami untuk pergi dari tempat ini.

"Hey Renra, apa yang kamu lakukan bersama wanita palestina ini? kenapa kau menolongnya? mengapa kau tak membunuhnya? mereka musuh kita sudah selayaknya mereka mati. mereka Muslim, ingat apa yang di ajakan oleh komandan." Tanya seorang tentara Israel

"Maaf, aku telah menjadi muslim. Aku telah memutuskan untuk membantu kaum Palestina dari kekejaman kalian. Ternyata selama ini jalanku salah." jawab Renra dengan lantang.

"apa yang kau lakukan Renra? apakah gadis ini yang merubahmu? kalau memang karena dia, maka dia harus mati detik ini juga." Ujar seorang tentara Israel

"jangan pernah kalin coba untuk menyakiti gadis ini, dia telah menyadarkanku dari kebodohan! dan jika kalian menyakitinya bahkan menyentuhnya saja kalian berhadapan denganku. Aku tidak takut dengan kalian karena aku punya tuhan yaitu ALLAH SWT" Ujar Renra sambil melindungiku dari tentara-tentara israel tersebut.

"Oh, rupanya kau sudah bosan hidup Renra! ini terima kau pengkhianat" Ujar tentara itu sambil menembakkan puluhan anak panah di tubuh Renra.

"Astagfirullah, sudah berhenti! pergi kalian. Kami tidak punya masalah dengan kalian" Ujarku sambil menopang tubuh Renra yang sebentar lagi akan jatuh.

Mereka pun pergi meninggalkan kami, dan puluhan anak panah menembus tubuh renra sedangkan dia masih tetap bisa tersenyum padaku.

"Siapapun namamu, darimanapun asalmu, terima kasih telah menjadikanku Muslim:) aku beruntung bertemu dengan gadis sepertimu di perang ini" Ujarnya dengan senyum

"Tahan Renra aku akan mencoba mengobatimu." Jawabku sambil mecabut satu persatu anak panah yang menancap di tubuhnya.

"Ana Uhibbuki Fillah (Saya Sayang Kamu karena Allah)" Ujarnya dengan sebuah senyuman dan rupanya adalah yag terakhir kalinya.

Kata terakhir yang terucap begitu membuatku tersentak, begitu membuatku terpaku beberapa saat sebelum menyadari bahwa dia telah pergi. Mataku kembali menghangat, air mata mulai mengalir dengan derasnya mengikuti setiaplekuk-lekuk wajahku, kutatap lelaki di hadapaku, kutatap wajahnya dalam-dalam dia begitu tampan, bibirku kembali melukis senyum, aku bangga bisa mengenalnya, bangga dengan perjuangannya dan bangga dengan pengorbanannya. Dia rela mempertaruhkan nyawanya hanya karena mengakui memiliki tuhan yaitu ALLAH SWT, begitu besar pengorbannya untuk seseorangyang baru masuk islam beberapa menit yang lalu.

Baru saja ingin kuajari dia bagaimana caranya Sholat, berdo'a, mengaji, namun Allah telah mengambilnya. Alah lebih menyayanginya, dan aku harus paham akan itu. "Renra ana uhibbuki fillah, semoga Allah mempertemukan kita di surga kelak. Aminyahrobbalalamin. :)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun