Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlu Berapa Gayus Lagi untuk Memberlakukan "Presumption of Guilty"?

24 Februari 2012   23:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   10:08 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_164938" align="aligncenter" width="408" caption="(sumber : azizalsetia.blogspot.com)"][/caption]

Kemarin, Kapuspenkum Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa pihak Kejaksaan Agung telah mencekalpasangan suami istri DA dan DW yang keduanya adalah PNS di Direktorat JendralPajak, Departemen Keuangan. DA dicekal sejak 21 Pebruari lalu, sedangkan istrinya DW sudah dicekal sejak tanggal 17 Januari 2012. Pencekalan itu diikuit pemblokiran rekening atas nama DW yang bernilai Rp. 28 milyar dan $ 250 USD (setara dengan Rp. 2,2 milyar), serta emas batangan seberat 1 kg.

Kedua pasangan suami istri ini diduga adalah “Gayus” versi #2, yang terlibat dalam tindak pidana penggelapan pajak. Seperti juga software computer, versi lanjutannya pasti lebih canggih dari versi terdahulu, Pasutri DA – DW ini pun diperkirakan lebih hebat dari Gayus. Semula PPATK hanya menemukan rekening gendut milik DA senilai Rp 8 milyar saja. Namun kemudian ditemukan rekening atas nama istrinya yang jabatannya hanyalah staf di kantor pajak. Diperkirakan seluruh nilai rekening yang disimpan atas nama istri dan seorang rekannya, totalnya senilai lebih dari Rp. 60 milyar.

Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, dan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo membenarkan temuan dugaan penyelewengan pajak yang dilakukan oleh jajaran staf di bawahnya ini. DA masih tergolong muda, usianya 38 tahun. Kendati mengakui dugaan tersebut, Fuad Rahmany mengatakan pihaknya belum mengambil tindakan apapun dengan dalih kita harus menggunakan azas praduga tak bersalah menyangkut keberadaan rekening gendut milik DA dan istrinya.

Presumption of innocent inilah yang kerap membuat aparat penegak hukum terlambat bertindak. Negara ini sudah sedemikian parahnya tingkat kebobrokan mental penyelenggara Negara, sudah sedemikian tingginya tingkat korupsi. Masih perlukah presumption of innocent dikedepankan? Bukankah kepada pelaku teroris polisi bisa bertindak presumption of guilty? Tembak dulu, selidiki kemudian! Lalu kenapa untuk kejahatan korupsi berlaku sebaliknya? Bukankah kita sudah sepakat bahwa tindak pidana korupsi adalah extra ordinary crime? Jadi seharusnya perlakuannya pun harus extra ordinary, tidak bisa ala kadarnya.

DA dan DW, keduanya pasangan PNS, apalagi DW masih staf. Berapa sih gaji PNS sehingga memungkinkan mereka punya tabungan puluhan milyar dan ratusan ribu dollar? Katakanlah mereka punya bisnis sampingan di luar, jika bisnis itu sudah sedemikian suksesnya, apa iya masih betah kerja sebagai PNS? Seharusnya alasan ini sudah cukup untuk memberlakukan presumption of guilty! Setiap aparat Pemerintah dan penyelenggara Negara HARUS DICURIGAI memperoleh harta dengan cara tidak hala jika ditemukan rekening dan asset dalam umlah tidak wajar atas nama mereka dan keluarganya. Sampai mereka bis amembuktikan bahwa perolehannya memang halal dan sah.

Sampai saat ini, DA dan DW sama sekali tidak ditahan, hanya dicekal bepergian ke luar negeri. Tidakkah khawatir DA dan DW menghilangkan barang bukti dan menghapus jejak kejahatannya? Apalah artinya dicekalke LN kalau semua bukti-bukti itu ada di kantor mereka dan tinggal “click” ter-delete sudah file-file penting di hard disk computer kantor yang bisa mengungkap kejahatan mereka. Tinggal robek saja beberapa lembar dokumen, masukkan mesin penghancur kertas, lenyap sudah bukti otentik! Baik hati benar negeri ini pada pelaku kejahatan kerah putih

Metro TV memberitakan, pada tahun 2010 Ditjen Pajak sudah memberikan sanksi disiplin pada 657 orang PNS di lingkungannya. Tahun 2011 jumlahnya menurun menjadi 263 orang, dimana 32 orang diantaranya terkena sanksi hukuman berat hingga pemberhentian tidak dengan hormat. Sedangkan sepanjang Januari hingga Pebruarti 2012 ini saja, sudah ada 39 orang PNS di lingkungan Ditjen Pajak yang terkena sanksi hukuman disiplin, 2 orang diantaranya diberhentikan dan 2 orang lagi diberhentikan sementara. Kira-kira, DA dan DW termasuk yang mana ya? Sekedar terkena teguran displin? Atau bahkan sama sekali belum diapa-apakan?

[caption id="attachment_164939" align="aligncenter" width="450" caption="(sumber : kabarnet.wordpress.com)"]

1330127331449269481
1330127331449269481
[/caption]

Kasus Gayus terungkap sekitar bulan Pebruari –Maret 2010. Kini, Pebruari 2012 terungkap Gayus versi #2 yang beroperasi dengan cara berpasangan. Mungkin nanti tahun 2013 akan ada Gayus versi #3 yang beroperasi dengan feature multitasking dan berjamaah dengan jaringan online seluruh Indonesia. Padahal, setiap bulan Maret setiap perorangan yang sudah punya NPWP wajib menyetorkan SPT PPh Orang dan pada bulan April badan-badan usaha wajib menyetor PPh Badan. Iklan pajak di televisi : bayar pajaknya, awasi penggunaannya. Lalu, rakyat kebanyakan pembayar pajak akan bisa mengawasi darimana kalau di internal Ditjen Pajak dan Depkeu saja tidak bisa mendeteksi penyelewengan sebanyak itu?

Seperti juga virus computer, ketika dirilis anti virusnya, maka virus versi berikutnya muncul dengan lebih canggih dan sulit dideteksi. Masalahnya, benarkah di Ditjen Pajak dan Departemen Keuangan sudah ada anti virusnya? Jangan-jangan setiap tahun yang diperbarui hanya virusnya, dengan varian yang lebih beragam. Sebab kebocoran dalam penerimaan pajak tidak dianggap sebagai indikasi untuk mencurigai aparat didalamnya. Tapi justru kejar setoran dengan menaikkan target penerimaan pajak, sampai-sampai pernah terpikir warteg pun dikenakan pajak.

Rasa-rasanya tak salah kalau sesekali untuk tahun ini para pemilik NPWP memboikot tidak menyetor SPT dan tidak membayar pajak. Sebelum Ditjen Pajak berbenah dengan menyita semua penyelewengan pajak rakyat yang dilakukan oleh oknum-oknum di tubuh mereka sendiri. Presumption of guilty! Jangan tunggu sampai berpuluh-puluh milyar! Sebab kalau sudah sekaya Gayus, hukum pun bisa dibeli. Penjara saja bisa jadi hotel kok. Dicekal juga tak masalah, paspor aspal bisa didapat dengan mudah asal ada uang. Hari gini masih nileppajak, apa kata dunia?!

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun