Â
Judul yang saya bikin di atas itu sebenarnya memang belum selasai. Jika saya diperbolehkan menyelesaikannya akan berbunyi : Jangan pernah bangga, menang Pilpres atau Pilkada karena politik identitas.
Kenapa ini perlu saya angkat? Karena akhir-akhir ini banyak pihak yang sudah memperkenalkan calon presidennya ke muka umum. Lembaga survey juga mempergaduh soal ini dengan melakukan survey terus menerus. Malah ada partai politik yang dengan sangat tidak sopan mengatakan bahwa mereka akan menggunakan politik identitas sebagai sarana kampanye.
Kita pernah mengalami 'masa kelam' bernama kampanye dengan menggunakan politik identitas. Itu terjadi saat Pilkada Jakarta tahun 2017 dan Pilpres 2014 dan 2014. Kala itu politik identitas dipakai dengan serampangan, bahkan di mimbar agama yang suci, kampanye politik berkelindan dengan ayat suci seakan apa yang dikatakan penceramah adalah bagian dari perintah agama.
Namun jika ditilik lebih dalam, kampanye itu tak lebih dari upaya untuk meraup suara dengan menggunakan sentiment agama. Bahwa tidak boleh non muslim untuk menjadi pemimpin, bahwa si A harus dihukum karena menghina al-Qur'an. Beberapa hal lain yang sarat dengan rasa benci diumbar di atas mimbar dan bebera media sosial. Bahwa seorang murid SD atau SMP mampu melontarkan rasa benci itu sama persis dengan penceramah di mimbar Jumat.
Akibatnya kita bersama tahu. Kita semakin jauh satu sama lain karena perbedaan yang ada. Ujaran kebencian memang agak berkurang tapi jurang itu sudah terlampau dalam dan lebar menganga. Murid SD atau SMP yang turut melontarkan kebencian kini sudah semakin dewasa, tapi belum bisa menghilangkan rasa benci itu dari dalam hatinya.
Di titik itu, kita dinilai negara yang amat intoleran oleh negara lain. Padahal negara ini dibangun dengan semua perbedaan yang ada ; warna kulit, bahasa lokal, geografis, perbedaan etnis, perbedaan keyakinan dll. Karena itu juga Pancasila menjadi dasar negara bagi kita.
Amat disayangkan oleh dunia bahwa negara dengan perbedaan yang sungguh menakjubkan dan dengan toleransi yang layak diacungi jempol. Kini, hanya karena ingin berkuasa selama lima tahun, beberapa pihak rela untuk kembali memakai politik identitas untuk meraih suara.
Di titik ini, layak bagi kita untuk bertanya kepada mereka : Bangga bisa menang?